✦ ╮ heart attack ¡!
Samatoki menaikkan satu alisnya. "Jadi?" tanyanya kemudian.
Sekilas Jyuto mengamati Akazumi yang masih duduk di bangku yang sama dan tertawa bersama siswa lain di sana. Membuat detak jantungnya berdebar tak karuan, setiap kali mengalihkan pandangannya ke sana. Namun, kemudian ia terkekeh dan berakhir menyeringai. "Ini lebih dari sekadar sakit hati," gumamnya yang tak dapat didengar oleh Rio maupun Samatoki.
Samatoki memang tak mendengar ucapan Jyuto barusan. Namun, wajah yang terus mengarah pada satu arah lurus ke seorang gadis itu mengatakan segalanya. "Hm, tampang-tampang bucin," ucapnya yang tak tahan untuk tidak ngatain.
"Hm, gak sadar diri."
"Brah!" Samatoki pun mengangkat kakinya tinggi-tinggi bermaksud menendang si sialan Jyuto yang telah lebih dulu menyelamatkan diri.
Sebelum Jyuto benar-benar jauh dari kantin, ia mengamati wajah ceria Akazumi yang tertawa karena yang lain tanpa mempedulikan emosi Samatoki sampai pemuda bad boy itu berkata-kata suci. Jyuto terlalu fokus pada Akazumi dan detak jantung yang kian cepat tiap detik hanya karena seorang gadis yang baru-baru ini ia benci.
Benar, sebelumnya ia berniat mencintai, namun apa daya si gadis malah tambah sarkastik. Dan kemarin mendadak jadi gadis manis. Karenanya membuat jantungnya berdetak lebih.
Iruma Jyuto sudah terbiasa dengan sifat badass Min Akazumi yang melekat menjadi kesan pertama. Maka dari itu, ia tak terbiasa dengan senyum, tawa, dan sifat manis Akazumi lainnya, karena dapat membuatnya jantungan seketika. Atau mungkin ... dia saja yang baperan, ya?
Jyuto tidak mau mengakui daripada harus berakhir sakit hati.
"Yah, tidak akan tahu kalau tidak dicari," gumam Jyuto yang kemudian meninggalkan tempat untuk mengurus sesuatu yang lain.
Akazumi menghela napas panjang segera setelah tugasnya di bidang kesehatan sekolah telah usai. Tidak banyak, namun merepotkan mengingat siswa dan siswi yang suka sekali melukai diri mereka. Padahal, berhati-hati itu cukup mudah.
Tapi, setidaknya ia memiliki pekerjaan daripada menganggur di ruangan kesehatan ini sendirian.
Berbeda untuk saat ini yang sekarang ia butuh waktu sendiri untuk melepas lelah. Jika dipikir-pikir, kesendirian ini menenangkan juga. Namun, sayang, ketenangan itu tak berlangsung lama kala terdengar suara gaduh di balik pintu ruangan unit kesehatan sekolah yang ia jaga dan kini makin terdengar jelas gaduhnya.
Tak lama menampakkan tiga orang gadis yang lagi rempong mengeringkan badan salah seorang pemuda yang basah kuyup dengan hebohnya. Kebetulan sekali jika pemuda yang basah kuyup itu adalah orang yang Akazumi ketahui sosoknya. Namun, mengapa ia sampai basah kuyup begitu dan rela dikerumun gadis di sekitarnya? Sulit dipercaya jika pemuda bernama Iruma Jyuto itulah yang meminta.
"S-sebentar, Senpai! Sebentar lagi juga kering!"
"Jangan! Kita harus membawanya ke UKS sebelum dia sakit!"
"Kalian apa-apaan, sih! Biar aku saja yang mengurus Jyuto-senpai!"
"Hah?!"
Ah, rupanya mereka adalah adik kelas yang sangat mengidolakan Jyuto, ya? Akazumi jadi ilfeel melihat mereka mengemis perhatian dari yang bersangkutan secara langsung di depan matanya.
"Ano-"
"Sudahlah! Aku tidak perlu dibeginikan! Ini semua salah kalian yang iseng membully teman!"
Akazumi terdiam seketika kala Jyuto memotong ucapannya. Ia sedikit terkejut dan kagum di saat bersamaan melihat Jyuto marah.
"Tapi, Senpai-"
"Senpai nanti sakit!"
"Kami ingin bertanggung jawab!"
Jyuto berdecak kesal. "Bertanggung jawab dan minta maaflah pada teman kalian yang hampir terbully. Sekarang, pergi ke ruang kesiswaan," ucapnya dengan tegas pada tiga gadis yang bucin dengannya.
"H-ha'i!" Tiga gadis itu segera pergi dari depan ruang unit kesehatan sekolah.
Helaan napas terdengar, setelahnya hanya keheningan yang ada, sebelum akhirnya Jyuto sadar di mana ia berada sekarang. Membuatnya tak dapat mengelak untuk melihat wajah Akazumi yang dengan polos menonton adegan picisan barusan.
"Maaf mengganggu," ucap Jyuto yang akan on the way berlalu.
"Setidaknya ganti seragammu dulu." Akazumi mencegat Jyuto dan segera menggandeng pemuda itu masuk.
"Apa?!" Sekarang Jyuto digandeng. Membuatnya makin gugup saja, ketika harus berhadapan dengan Akazumi secara empat mata, walau bukan tentang hal khusus alias hanya sekadar mengganti seragam saja.
"Hora, apakah sudah selesai?"
" ... Ya."
"Baiklah, biar kuperiksa, ya?" Akazumi masih menanggapi jawaban ketus Jyuto dengan ramah, kemudian membuka tirai yang menutup sesosok Jyuto yang berganti seragam barusan.
Sial, detak jantung Jyuto makin tak karuan, sunggug makin cepat saja detakannya. "Ck, tidak usah. Aku hanya basah." Andai tirai itu masih jadi penghalangnya antara ia dan Akazumi agar jantung Jyuto tetap tenang.
Sekarang ia hanya bisa mengeluarkan ucapan-ucapan bernada pedas agar bisa lolos dari momen yang memaksanya untuk tetap berdua dengan Akazumi seperti sebelumnya.
"Aku tahu. Aku hanya ingin memastikan jika kau baik-baik saja," ucap Akazumi seraya mendekat dan menyiapkan beberapa alat medis untuk memulai pemeriksaan.
"Ah! Aku bilang aku hanya basah! Mana mungkin terluka!" Jyuto mulai meninggikan suaranya saking paniknya nanti ketika harus berdekatan dengan Akazumi saat pemeriksaan. Ia tak mau jika nanti Akazumi menyadari dirinya yang sedang jantungan.
Ah ... jantungan. Setiap tindakan Akazumi selalu membuatnya jantungan.
Namun, entah sejak kapan dan kenapa, tiba-tiba saja sebuah lengan kecil melingkari pinggang Jyuto sekarang. Memberinya kehangatan yang dapat membuat adrenalin jantungnya berpacu begitu cepat sampai-sampai darah mengumpul di satu tempat, yaitu pipinya. "Oy!" serunya seraya memerah yang mencoba lepas dari pelukan Akazumi yang tiba-tiba.
Kekehan pun terdengar. "Kenapa? Bukankah basah kuyup tadi dapat membuatmu dingin? Aku hanya membantu jantungmu agar lebih cepat mengalirkan darah ke seluruh tubuhmu agar kau mendapat kehangatan," kata Akazumi yang masih memeluk Jyuto dengan erat.
Tunggu, apakah Akazumi tahu detak jantungnya yang berpacu lebih laju?
"Nyatanya kau yang membuatku hangat, bodoh ... !" batin Jyuto yang antara gugup, malu, dan kesal itu bercampur menjadi satu sampai-sampai ia melamun dan tak sadar jika Akazumi sudah menempelkan diri tepat di mana jantungnya berada.
Akazumi tersenyum. "Aku mencintaimu."
"Apa?!" Rasanya Jyuto tak bisa berkata. Lidahnya kelu saking terkejutnya dengan segala sesuatu yang terjadi tiba-tiba.
Tuhan, jantungan itu melelahkan, tapi di saat bersamaan juga terasa sangat menyenangkan. Bahkan bisa juga berkebalikan!
"... Aku sudah lama mencintaimu. Sejak kita sekolah menengah pertama beberapa tahun lalu. Kutumpahkan segalanya di surat cinta hari itu. Tapi, aku tidak tahu jika akhirnya kau membenciku karena kata-kata sarkastik dari sifat tsundereku. Kupikir kau akan tahu ... jika aku menyembunyikan perasaanku darimu."
Jyuto membelalak tak percaya, kemudian dengan cepat melepas pelukan. "Bohong. Aku tidak menemukan surat cintamu di lokerku," katanya seraya menatap lekat ke manik raven gelap, namun indah, karena sekarang bak dipenuhi bintang alias kebahagiaan.
Akazumi mengerjap heran sebelum akhirnya terkekeh canggung. "Tidak, sungguh, aku memberikannya. Tapi ... karena lokermu sudah sangat penuh dengan surat cinta dari siswi lain saat itu, jadi, aku meletakkannya di tempat sampah saja, hehe! K-karena ... rasanya seperti cintaku itu ibarat sampah. Ada namun akan terabaikan dari sekian banyaknya cinta yang kau terima," ucapnya panjang lebar.
"Hah?" Jyuto tak percaya. Sungguh definisi gila yang pernah Jyuto ketahui seumur hidupnya.
Merasa tak enak dengan hening dan respon yang meragukan dari Jyuto pun Akazumi lanjut berkata, "J-jadi, karena aku memberanikan diri untuk mengatakannya secara langsung padamu menggunakan cara lancang tadi dan itu harus! M-meski akhirnya kau akan menolakku ... Aku akan baik-baik saja dan sudah siap untuk itu." Ia tersenyum tulus.
Hening melanda. Sungguh momen yang tak disuka oleh siapapun jua.
Akazumi yang tak berani melihat wajah Jyuto tanpa ekspresi itu pun mengalihkan pandangan. Ia memilih untuk menunduk ke bawah saja. Rasanya malu setelah mengungkapkan perasaannya dengan cara ekstrim barusan.
Namun, tiba-tiba, Jyuto menangkup wajahnya dan bibir pemuda itu menyentuh bibirnya. Akazumi membelalak tak percaya sampai-sampai wajahnya merah padam.
Cukup lama ciuman itu berlangsung pun Jyuto melepasnya dan langsung memeluk Akazumi dengan erat. Ia menempelkan kepala Akazumi tepat di mana jantungnya berada. Jantung yang terus tak karuan detaknya. Menandakan ada sebuah rasa yang menetap di dalam dada.
Dan Akazumi dapat mendengarnya dengan jelas. Detak yang sama seperti sebelumnya saat pertama ia memeluk Jyuto dan menyatakan cinta.
" ... Tindakanmu, senyummu, tawamu, segala hal pahit maupun manis darimu membuatku jantungan. Detak jantungkulah yang menjadi jawaban."
Siapa sangka detak jantung Jyuto juga seiring dengan detak jantung Akazumi sekarang?
Cerita berakhir dengan senyum di wajah kedua insan di sana sampai akhirnya momen haru itu harus hancur kala salah seorang guru datang mengambil kotak P3K.
The End
Story By LadyIruma
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top