03 | Heart of jealousy -part 1-

Karena kondisi aktris utama, Honjo Nami, yang terluka mengakibatkan tidak dapat melanjutkan syuting. Ya, sutradara menyetujui keinginan Honjo. Kedua pihak itu pun memutuskan kontrak secara damai, tidak ada yang membayar denda maupun kerugian, semua ditanggung pihak bersangkutan masing-masing.

Dengan berakhirnya kontrak kerja tersebut, pihak drama Gakko-tatari harus mencari pengganti pemeran utama wanita secepatnya. Meski begitu, tidaklah mudah mengganti pelakon utama secara mendadak. Jadwal syuting kini dengan rencana yang telah tersusun sudah sangat molor, tidak ada waktu memilih aktris selain yang sudah ada.

Dengan rapat pihak produksi drama tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk memilih salah satu di antara para aktris yang sudah ada dengan audisi singkat. Sang sutradara berpikir, para aktris tidak berniat mengambil peran yang beresiko itu. Namun di luar dugaan, seluruh aktris mendaftar untuk mengikuti audisi tersebut. Kekosongan peran utama wanita, siapa yang tidak akan meraih kesempatan tersebut?

Setidaknya mencoba, itu juga yang dipikirkan oleh Yuzuru. Ia awalnya tidak tertarik karena ia sudah senang dengan perannya kini. Dan lagi, ia takut dengan hal yang berbau mistis! Ia tidak ingin kena kesialan maupun kutukan dari makhluk kasat mata. Tetapi, manajernya menyarankan untuk ikut.

"Tidak ada salahnya untuk mencoba." Begitulah yang dikatakan Kaoru padanya.

Ia juga teringat pesan seniornya, Tomochika, sebelumnya. "Jika kamu menolak kesempatan yang diberikan, kamu tidak akan pernah melangkah maju!"

Karena itu Yuzuru kembali ke gedung sekolah lama itu, menunggu gilirannya tiba dengan cemas. Menghilangkan rasa gugup, Yuzuru menutup naskah, tidak ingin kalimat yang sudah ia hapal-yang tersusun dengan sempurna di benak-tercampur dengan kata-kata yang tidak bersangkutan. Kemudian melirik kiri-kanan. Jam sembilan lewat tiga puluh, di lokasi syuting hanya dihadiri oleh aktris-aktris yang mengikuti audisi beserta manajer mereka -tentu pihak produksi drama hadir, dan sutradara menjadi salah satu juri.

"Natsuki-senpai tidak ada," gumamnya agak sedih.

"Para aktor akan hadir sekitar jam dua belas. Jika audisi berjalan lancar dan langsung mendapatkan pemeran yang cocok, syuting akan segera dilanjutkan," jelas Kaoru tentang audisi kali ini.

Yuzuru memegang dada. "Jadi deg-degan! Ini audisiku yang kedua setelah CODE:K, rasanya ... kok nostalgia, ya? Padahal baru beberapa hari ini," ungkapnya kemudian terkekeh.

"Semoga beruntung," Kaoru memberinya semangat.

"Ka-kalau beruntung, nanti aku yang dapat peran...," Yuzuru merinding membayangkan nasibnya seperti Honjo Nami.

"Maksud kalimatku, semoga beruntung agar kepalamu tidak ditimpuk apapun," jelas Kaoru.

Yuzuru terkekeh. "Sochi ka?" (gitu itu, ya?)

"Sou." Kaoru tersenyum khidmat. "Karena terkadang kamu ceroboh, dan kecerobohan yang terkadang itu memberikan dampak berbahaya. Jangan terulang lagi kejadian film Reflection lalu. Kamu beruntung tidak terluka parah."

Yuzuru teringat jatuh-berguling-bersama dengan seniornya tahun lalu. Tiba-tiba keringat dingin bercucuran di punggungnya. "Ka-Kaoru-san, jangan mengingatkan kejadian naas itu, dong. Perasaanku untuk audisi jadi campur aduk...."

Kaoru menutup mulut dengan telapak tangan kanan, sadar seharusnya tidak membicarakan hal lain.

Yuzuru menundukkan kepala. "Aah, benar-benar parah. Sampai sekarang aku masih merasa bersalah sama Mikaze...," ungkapnya lirih.

Kaoru merasa semakin bersalah. "Gomen, Yuzuru-chan-

"Peserta urut enam sampai sepuluh silahkan masuk!" Salah seorang kru yang menjadi panitia audisi mengabari urutan selanjutnya untuk segera masuk ke ruang kelas yang sudah dikondisikan menjadi ruang audisi.

Lima peserta sebelumnya pun keluar. Mengherankan, saat masuk mereka memasang wajah ceria namun saat keluar malah sebaliknya, bersungut luar biasa. Yuzuru dan peserta yang belum mendapat giliran bertanya-tanya dalam hati kenapa tapi tidak menanyakannya langsung.

Yuzuru menatap Kaoru yang juga memasang wajah bingung sama dengan dirinya. "Jya, ittekuru ne," (aku masuk dulu) pamit Yuzuru ragu pada manajernya, langsung melangkah bersama aktris lainnya.

"Itterashai," (berjuanglah) balas Kaoru.

Memasuki ruang kelas yang menjadi ruang audisi membuat Yuzuru merasakan hawa yang sama dengan audisi CODE:K. Jantungnya kembali berdetak cepat, cemas dua kali lipat setelah melihat ekspresi peserta yang sudah mendapat giliran. Seorang kru yang memanggil tadi meminta ia dan keempat aktris untuk duduk di kursi yang sudah disediakan yang berbaris di depan kelas. Mereka berlima duduk di hadapan tiga juri yang memasang ekspresi yang tidak mengenakkan perasaan.

"Ternyata bukan rumor lagi."

"Mereka yang bersandiwara sebagai Mogawa Rie dikutuk!"

"Aduh, bagaimana ini?"

"Padahal ini kesempatan mendapatkan peran utama!"

Bisik-bisik aktris di samping kiri Yuzuru terdengar kalut. Yuzuru melirik, ternyata trio gosip itu segiliran dengannya. Ia menatap ekspresi datar, Aduh, kesialan pertama datang~, ungkapnya riang tersembunyi kejengkelan.

Sutradara dipersilahkan bicara oleh dua juri lainnya. "Baiklah, kita mulai saja langsung. Seperti peserta sebelumnya, kalian bebas memilih adegan apa saja untuk ditampilkan paling lama tiga menit. Dimulai dari peserta nomor enam, silahkan maju."

Dengan gugup, aktris dengan urut nomor enam maju. Ia mengatur napas sebelum bersiap. Ia pun memulai dengan adegan pilihannya. Belum satu menit berjalan, mendadak aktris itu tidak bisa bicara. Ia terkejut bukan main, dipegang leher seakan ada yang menekan dari dalam hingga pita suaranya tidak bergetar. Kedua matanya terbelalak melirik juri dan kru di sekitar, menggerakkan bibir minta tolong tapi suaranya tidak keluar.

"Terjadi lagi," gumam para juri sedih.

Yuzuru dan trio gosip bergedik ngeri di tempat duduk. "Ku-kutukan, kah?!" gumam mereka dalam hati kompak.

Panitia yang memimpin jalan audisi kemudian menghampiri aktris tersebut. "Mu-mungkin karena kamu gugup jadi suaramu tidak keluar. Silahkan, duduk dulu, nanti dicoba lagi. Tenangkan hatimu dulu," bujuknya yang sebenarnya tidak ingin mengatakan alasan sebenarnya kenapa aktris itu tiba-tiba tidak dapat bicara.

Aktris itu menurut, ia kembali ke tempat duduknya. Peserta selanjutnya, nomor urut tujuh, salah satu trio gosip itu langsung melirik temannya, menggerakkan bola mata menjadi tanda agar temannya itu ke depan sebelum dirinya. Nomor urut delapan itu malah melirik nomor urut sembilan untuk maju terlebih dahulu. Tidak ada yang ingin maju, mereka hanya saling melirik dan mendorong pundak temannya sendiri. Yuzuru menjauh diri dari ketiganya dengan menggeser duduk.

"Maaf, sepertinya tidak ada cenayang yang bisa menenangkan pemilik tempat ini," ujar seorang juri kemudian. Kalimatnya menambah ketakutan para aktris. "Ta-tapi jangan khawatir! Kata cenayang yang sudah bicara dengan makhluk tersebut bilang jika kalian bisa memerankan karakter Mogawa Rie dengan baik, ka-kalian tidak akan dikerjai!"

Kalimat tersebut sama sekali tidak menenangkan para aktris, justru semakin membuat mereka takut.

"Ja-jangan bercanda!"

"Jika aku tidak bisa memerankannya, sama saja aku tidak pantas memerankan karakter utama!"

"Itu sama saja dengan penolakan!"

Yuzuru terkejut mendengar pernyataan ketiganya. Iya, ya? Eh, lha, kok gitu?

"A-aku tidak bisa terima!" Aktris nomor urut enam kembali mendapatkan suaranya. Para juri terkejut, ia sendiri juga terkejut. Ia menatap para juri heran, tidak masuk akal mendengarkan ocehan cenayang yang belum tentu benar. "Kenapa penghuni tempat ini yang menentukan hal tersebut? Apa hubungannya?!"

Para juri terbungkam.

Yuzuru menyadari suatu hal, memikirkan semua kelogisan alasan di balik kenapa tidak ada yang bisa memerankan tokoh utama. Tapi masih ada yang mengganjal pikirannya, yaitu sama dengan yang ditanyakan oleh aktris urut enam. Dan ekspresi ketiga juri, terutama sutradara lebih terlihat mencurigakan.

"Ka-karena ... Mogawa Rie itu ... meninggal di sini. Ja-jadi ... kupikir arwahnya...."

"Arwahnya gentayangan dan ia tidak mengizinkan siapapun menjadi dirinya, begitu? Menggelikan!" geram aktris itu. Saat ia ingin bersuara mengungkapkan pendapat lagi, pita suaranya tercekal kembali. Ia tidak dapat bicara. Semakin kesal, ia bangkit dari kursi kemudian melangkah keluar meninggalkan audisi. Ia mengutuk dalam hati, tidak peduli makhluk apa yang ia hadapi.

Takut kena kutukan, trio gosip itu mengikuti aktris urut enam keluar ruangan. "Permisi!" ujar ketiganya bersamaan, berlari kecil ketakutan.

Para juri dan kru menunduk lemas, sedih juga kecewa karena tidak ada yang bisa memerankan sang tokoh utama yang 'dikutuk' itu.

Yuzuru masih bergeming di tempat duduk, tidak tahu harus melakukan apa. Sutradara tidak sengaja melirik ke arahnya yang masih 'bertahan'. Senyumnya merekah. Yuzuru malah kembali merinding.

"Jya, selanjutnya ... Kitani-kun?"

Yuzuru berdiri. "A-ano.... Mu-muri desu!" (maaf, tidak bisa) ujarnya gelagapan.

Sutradara langsung kecewa mendengar penolakannya.

"A-aku tidak dapat meniru Mogawa Rie yang sesungguhnya!" ungkap Yuzuru kemudian.

Mereka yang ada di dalam ruangan terperangah.

"Soalnya..., aku belum bertemu dengan Mogawa Rie sama sekali. Aku hanya dapat bersandiwara, berpura-pura, jadi tidak mungkin meniru dengan sempurna. Jadi, jika memilih harus mirip itu tidak mungkin!"

Sutradara kembali terperangah dengan pernyataan polos Yuzuru, "A-aah...." Ia menimbang kalimat aktris belia tersebut. "Ka-kalau begitu maukah kamu mencoba memerankan Mogawa Rie?" pintanya karena tidak ada lagi aktris yang bersedia menerima peran.

Yuzuru tertegun, berpikir sesaat. Jika ia menerima tawaran tersebut, ia akan menjadi Mogawa Rie, sasaran kesialan berikutnya. Ia tidak mau kepalanya dijahit, pasti sakit! Namun ... sebagai aktris, tawaran langsung itu tidak akan datang dua kali. Ia juga belum mencoba memerankan tokoh utama tersebut juga belum mendapatkan kesialan dari makhluk kasat mata tersebut.

"Jya ... bisakah aku diberi waktu untuk memahami karakter utama terlebih dahulu?" pinta Yuzuru setelah menimbang.

Wajah sutradara dan yang lain mulai cerah, mereka merasa menemukan jalan keluar. Sutradara mengangguk. "Baiklah!" putusnya. "Sampai semua aktor tiba, kami akan menunggu!"

Yuzuru mengangguk. Ia keluar dari ruang audisi, naskah ia titipkan pada Kaoru -lupa membawa, karena itu ia menghampiri sang manajer, langsung meraih naskah. Yuzuru duduk di samping sang manajer yang kebingungan.

"Audisinya?"

Yuzuru menaikkan kedua bahu, tidak begitu mengerti dengan kondisi sebenarnya. Kaoru semakin bingung, pasalnya empat aktris yang masuk bersama Yuzuru keluar dengan wajah masam dan takut, sedangkan idolanya ... bersikap seperti biasa. Padahal ia berpikir bahwa Yuzuru akan lari terpontang-panting keluar menghampirinya, merengek karena sudah melihat sesuatu yang bisa membuatnya pipis di celana.

Tidak menghiraukan sang manajer, Yuzuru membaca naskah kembali dengan cepat. Ia akan membaca perlahan dalam hati saat dialog tokoh utama, menghayati apa yang dirasakan Mogawa Rie yang sesungguhnya. Kesalahan apa yang dibuat oleh Honjo Nami dan para aktris lain hingga tidak dibolehkan oleh penghuni gedung sekolah memerankan tokoh utama hingga diberi kesialan berturut-turut.

Mogawa Rie, tokoh utama wanita yang ada dalam cerita Gakko-tatari, kemunculannya tidak begitu terlihat. Murid yang tidak menonjol, tidak terlihat pandai bergaul, pendiam, tidak dapat mengekspresikan perasaannya. Meski begitu ia memiliki keinginan yang sangat besar untuk lulus dengan teman-temannya dari sekolah yang sudah krisis, diam-diam membantu teman-temannya belajar, karena itu ia dhargai oleh teman sekelas. Terlebih, ia adalah anak dari salah seorang donatur terbesar sekolah. Ayahnya ialah pengusaha besar, bisa saja ia meninggalkan sekolah yang tidak ada masa depan itu lagi, tapi karena ia tidak bisa meninggalkan teman-temannya, terpaksa ayahnya membiayai dan memfasilitasi sekolah itu hingga putrinya lulus.

Sekolah yang menjadi latar itu bukan krisis karena tidak ada lagi fasilitas maupun murid dan guru, tapi karena adanya kutukan dan kesialan yang terus menimpa para warga sekolah tersebut. Kesialan-kesialan tersebut antara lain terkunci di kamar mandi, langit-langit yang jatuh menimpa kepala, terpeleset dari tangga, tersesat tidak tahu arah -padahal mereka sudah hapal lorong sekolah, bahkan ada yang sakit tidak sembuh-sembuh. Dan penampakan ... tentu saja hal itu sering dilihat oleh para murid.

Pihak sekolah setuju, diresmikan oleh dinas pendidikan setempat, mereka pun meninggalkan gedung sekolah tersebut. Sementara proses pembuatan gedung baru selesai, para murid dan guru pindah ke sekolah yang lain. Namun Mogawa Rie dan teman-temannya bertahan, bukan pilihan mereka, tetapi warga sekolah itu yakin kalau kesialan tersebut datang dari kelas mereka. Alasannya sebelum semua menimpa, salah seorang murid di kelas itu meninggal mendadak. Karena itu mereka berpikir bahwa kesialan tersebut datang dari kelas mereka. Mereka tidak boleh ikut pindah karena dikhawatirkan kesialan akan menular keluar.

Tidak ada yang mau mengajar murid-murid tahun terakhir tersebut, bahkan menjadi wali kelas mereka. Hingga tibalah Kamigawa Jun, guru baru yang dipercayakan menjadi wali kelas Mogawa Rie dan yang lain dan penghubung antar murid kelas 3-3 itu dengan kepala sekolah.

Daripada menakutkan, Yuzuru menyangka cerita Gakko-tatari lebih ke dramatis yang menyedihkan. Bahkan akhir cerita pun tidak bisa dibilang happy ending jua bukan sad ending sepenuhnya. Namun cerita yang ditulis oleh sutradara terkesan memperlihatkan alur cerita, latar yang menyeramkan, dan para tokoh yang ketakutan. Penokohan secara dalam tidak tergambar begitu jelas.

Tentu saja sebagai aktor, ia hanya bisa membayangkan pengambaran peran yang dimainkannya sesuai dengan nalarnya saja. Karena itu sebagai aktor, baik dirinya maupun aktor yang lain bisa salah persepsi dengan tokoh yang diperankan.

"Namun kalau dilihat dari dialog dan sikap para tokoh bisa ketahuan," gumam Yuzuru, manggut sendiri.

Kaoru terpegun melihat Yuzuru yang begitu serius membaca naskah. Baru kali ini ia melihat idolanya memasang ekspresi serius, bahkan tidak sadar kedua ujung alis gadis itu tertaut saat memahami bacaan. Sebagai manajer yang bisa ia lakukan hanya memberi ruang agar Yuzuru bisa fokus dengan pekerjaannya.

Saat tidak sengaja menolehkan pandangan ke kanan, Mikado Zen menyunggingkan senyuman karena pandangannya menemukan Yuzuru yang duduk diam membaca naskah. Kaoru langsung sadar keinginan aktor muda tersebut pada idolanya. Ia langsung menempelkan jari telunjuk ke bibir, meminta dengan isyarat agar Zen tidak mengganggu.

Zen menghentikan langkah, menaikkan kedua bahu dan kedua tangan sejajar dada, bertanya kenapa dengan isyarat jua. Kaoru menggelengkan kepala, melebarkan jari-jari kanan lalu mendorong pelan ke arah Zen dua kali. Zen gusar, namun menuruti permintaan Kaoru, ia pun membalikkan badan dan melenggang mencari tempat lain untuk dikunjungi.

Kaoru kembali melirik Yuzuru. Kedua mata Yuzuru membola. Sepasang mata itu kemudian menoleh kepadanya.

"Sepertinya sutradara tidak menulis cerita yang sesungguhnya?" ungkap Yuzuru yakin.

"Kenapa kamu berpikir begitu?" heran Kaoru, tidak mengerti hanya dengan membaca langsung memahami keseluruhan cerita.

"Iya ... gitu? Misalnya ... latar belakang dua tokoh utama, Mogawa Rie sama Kamigawa Jun. Sutradara hanya ingin cerita seram saja, padahal jika diceritakan keseluruhan ... mungkin di akhir cerita para penonton akan menangis terharu dengan perjuangan Rie-san!"

Kaoru terpegun. "Be-benarkah?" Ia jadi tertarik untuk membaca naskah Yuzuru. "Lalu, apa kamu sudah dapat gambaran Rie yang sesungguhnya?"

Yuzuru mengerlingkan mata tiga kali sambil mengulum senyum.

Kaoru gusar. "Ekspresimu itu mengatakan bahwa kamu mengerti tapi tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Benar, bukan?"

Yuzuru terkekeh sambil menggaruk kepala bagian belakang. "Sonna ... kanji?" (begitulah?)

"Ee! Anta sou iu na no!" (kamu memang begitu!)

"Hee~ aku jadi malu~! Kaoru-san tahu banyak hal tentangku~. Jadilah kekasihku!" pinta Yuzuru bercanda.

Kaoru memukul kepala Yuzuru lunak. "Jangan bergurau!"

🎼🎼🎼

Setelah memahami karakter utama wanita, menghafal dialog, mengesampingkan ketakutan dan keraguan dalam dada, Yuzuru menghampiri sutradara untuk memperlihatkan hasil pemahamannya. Sutradara langsung setuju, meminta kameramen untuk langsung bersiap merekam sandiwara Yuzuru seorang diri sebagai Mogawa Rie.

Aktris-aktris lain terkejut dengan niat Yuzuru, mereka langsung berkumpul di satu titik untuk menyaksikan, begitu pula dengan kru drama yang lain. Beberapa aktor yang sudah tiba, tidak ingin melewatkan kesempatan menonton -juga karena penasaran apa yang sedang terjadi, termasuk Zen dan Natsuki yang baru saja tiba.

"Eh, Yuzuru-chan ga?" kaget Natsuki.

Yuzuru berdiri di posisi yang ditentukan sutradara. Setelah semua stand by, hanya aba-aba suara sutradara, baik kameramen maupun Yuzuru langsung bertindak. Kamera sudah menyala, merekam adegan, tetapi ... Yuzuru tidak bergeming dari kondisi berdirinya yang hanya menundukkan kepala. Sutradara menepuk kening, ia lupa menanyakan adegan apa yang akan diperlihatkan Yuzuru padanya. Kameramen bertanya apa diteruskan atau tidak -ia menyangka Yuzuru lupa dialog, sutradara menyuruhnya diam dan terus merekam.

Perlahan, Yuzuru menaikkan pandangan. Rambutnya yang tergerai saat naik sebagian menutupi pipi, ia juga sengaja meluruskan poni hingga menutupi kening bahkan hampir menutupi sebagian kelopak mata. Kedua matanya menatap lurus, seakan menerawang namun pupilnya tidak fokus kemanapun, hanya lurus memandang udara hampa. Pandangan yang sendu, wajah tanpa ekspresi.

Natsuki terkejut bukan main. Selama ini ia melihat ekspresi riang Yuzuru, tidak pernah melihat ekspresi yang begitu sedih mendalam. Tidak sadar mulutnya menganga. "Seperti orang lain saja," gumamnya.

Sedangkan Zen hanya bersiul salut. "Hebat juga sandiwaranya. Aku pikir ia hanya bisa berekspresi. Tapi aku lebih suka ekspresi yang ingin membunuh seseorang saat itu juga." Tubuhnya bergetar. Ia memeluk diri sendiri, menahan agar tidak ada orang yang melihat badannya yang menggigil merasakan sensasi ekspresi gadis berambut ungu itu. Zen menyunggingkan senyum. "Mengerikan," ungkapnya menahan rasa senang dalam dada.

"Tapi ... aku malah merasa sangat sedih melihatnya," ujar Natsuki.

Zen menoleh pandang ke pemuda bertubuh tinggi itu. Menyerngit tidak mengerti.

"Seakan ... aku ingin memeluknya dan mengatakan bahwa semua baik-baik saja," tambah Natsuki.

Tangan kanan bergerak perlahan, menggenggam siku kiri. Yuzuru memeluk diri sendiri. Bibirnya pun mulai bergerak. "Semuanya.... Jika semuanya harus menghilang tidak masalah. Jika semuanya harus mati tidak masalah...." Kalimat itu diucapkan dengan begitu lirih, bergetar hebat, terdengar sarkastis tapi juga tersirat sedih. Yuzuru terkekeh kecil, kemudian berhenti.

Semua orang yang melihatnya langsung merinding. Aura yang dipancarkan dari ekspresi dan suaranya mengubah atmosfer seketika. Terasa mencekam, hingga mereka mememeluk diri dan mengusap lengan.

Bibir yang terdiam seketika itu membentuk senyum, air mata pun menetes. "Aku sendiri saja pun tidak masalah."

Sutradara tercengang. Semua orang terkejut mendengar kalimat terakhir. Mereka memang salah sangka dengan kalimat tersebut bahwa sang tokoh utama mementingkan diri sendiri, berharap dirinya selamat daripada orang lain. Tapi kalimat yang dilontar Yuzuru menyadarkan mereka bahwa kalimat itu bermakna lain. Bahwa tokoh utama mengatakan bahwa lebih baik itu semua terjadi pada dirinya sendiri bukan orang lain.

"Koroshite."

Jika aktris lain menyangka 'bunuhlah' maksudnya meminta sesuatu untuk membunuh semua orang, tetapi Yuzuru tidak, 'bunuhlah dirinya'.

"Kenapa ... terdengar beda? Padahal kalimat yang diucapkannya sama?"

Para aktris bergumam heran.

"Aku merinding mendengarnya...."

Yuzuru perlahan menutup kedua mata, dan tubuhnya merosot ke lantai seakan pingsan.

Sutradara menyadari adegan apa yang dimainkan Yuzuru. "Ia mengambil adegan dalam mimpi." Padahal ia sendiri yang menulis cerita, sangat terkejut bagaimana penggambaran Yuzuru berbeda dari gambarannya yang sengaja tertulis buram. Ia hanya bisa terkejut, bertanya-tanya kenapa? "Hanya dengan membaca naskah ulang ia memahami karakter Mogawa Rie?" gumamnya tidak percaya.

Yuzuru masih tidak bergerak dari posisi pingsannya. Sutradara langsung menyadari hal tersebut. "Cut!" ujarnya cepat kemudian.

Barulah aktris belia itu menggerakkan tubuh, bangun dengan cepat. Seakan zombie yang kembali terjaga, cara bangunnya membuat semua orang merinding. Yuzuru langsung berdiri kemudian menundukkan badan ke sutradara dan yang lain.

"Arigatou gozaimasu," ujarnya dengan nada normal.

Sutradara menhampiri. "Sandiwaramu ... membuatku terkejut," ungkapnya.

Yuzuru tersipu, padahal ia hanya berusaha semampunya.

"Kamu dapat menerka apa yang tersirat. Padahal ... aku tidak ingin mengeluarkan sisi baik tokoh utama dalam cerita ini."

Yuzuru terkejut dengan pernyataan sang sutradara. "Kenapa?"

Sutradara menggeleng. "Aku tidak bisa jelaskan. Karena cerita yang ingin kuangkat bukanlah perjuangan para murid kelas 3-3, hanya kehororan semata."

Yuzuru tidak mengerti dengan pilihan jalan cerita sutradara. Jika memang kehororan semata, kenapa masih ada beberapa adegan yang memperlihatkan sisi menyedihkannya nasib anak kelas 3-3 yang tersisih?

"Kitani-kun, maukah kamu berperan sebagai Mogawa Rie yang kutulis? Selama kamu bersandiwara, tidak ada gangguan sama sekali," pinta sutradara sangat.

Yuzuru tertegun, ragu untuk menerima. "Apakah saya terlihat pantas untuk memerankan Mogawa Rie?"

Sutradara mengangguk. "Tidak ada yang ingin mengambil resiko peran ini. Kumohon."

Yuzuru mengangguk. "Baiklah. Akan saya coba."

Sutradara bernapas lega. "Tapi satu hal. Jangan bersandiwara sebagai Mogawa Rie yang asli, jadilah apa yang aku tulis!"

"Eh, kenapa?" Yuzuru bingung, tidak mengerti.

"Aku sudah menjelaskan sebelumnya, bukan? Kamu sudah menerima dan tidak bisa mengelak," jelas sutradara. Yuzuru menyerngitkan dahi, tidak sangka terjebak kondisi. "Sudah banyak waktu terbuang sia-sia. Kita harus mengejar ketinggalan."

Tanpa menghiraukan Yuzuru yang bergeming di tempat, sutradara mengerahkan seluruh kru untuk bersiap mengambil adegan. Tanpa bertanya lagi, para kru langsung tahu siapa yang sudah dipilih untuk memeran tokoh utama wanita, dan para aktor yang hadir hanya bisa tercengang sembari menyaksikan betapa sibuknya para kru menyediakan perlengkapan.

"Sutradara, apa yang sebenarnya ingin Anda sampaikan kepada penonton lewat drama ini?" gumam Yuzuru heran.

🎼🎼🎼

Tanpa menunda waktu, sutradara langsung mengerahkan kru, mempersiapan alat dan latar. Selama persiapan itu semua, Yuzuru dan Natsuki juga dipersiapkan akan rias dan kostum masing-masing. Di selang itu juga, Yuzuru membaca naskah dan menghapal dialog kembali, khusus untuk adegan yang akan diambil hari ini. Hanya beberapa kalimat singkat, karena tokoh utama tidak banyak bicara. Namun sulit jika tidak dapat menyampaikan lewat ekspresi wajah.

Yuzuru harus berhati-hati agar tidak menjadi Mogawa Rie yang sesungguhnya. Namun jika itu dilakukan, ia yakin akan dikerjai oleh sesuatu itu yang mungkin kini sedang memperhatikannya. Mengingat hal tersebut membuat bulu kuduknya berdiri.

"Doushiyou?" (gimana, nih?) gumamnya cemas.

Setelah semua persiapan selesai, Yuzuru dan Natsuki langsung mengambil posisi tanpa berbasa-basi. Yuzuru ingin sekali bicara pada Natsuki, meminta saran atau hal lain yang membuat dirinya bisa tenang. Natsuki pun begitu, ia ingin mengatakan bahwa ia tidak sangka akan beradu akting dengan junior kesayangannya itu. namun sebagai aktor profesional, mereka berdua menahan diri untuk tidak bersikap tidak perlu.

"Stand by onegaishimasu!" ujar kru bertugas sebagai clapper loader.

Yuzuru berdiri menghadap jendela kelas yang terbuka. Ia merasakan semilir angin yang perlahan mengibas rambutnya yang kini telah panjang sedada. Ia masih agak risih dengan poni yang sudah ditata agar terlihat lebih lurus alami hingga menyembunyikan kedua alis mata. Awalnya ia tidak nyaman, sudah lama ia mengganti gaya rambut yang pendek agar terlihat segar, poni yang ditata pendek sejajar atau miring agar dapat melihat dengan leluasa.

Ia tidak terlalu suka rambut panjang maupun poni yang menutupi pandangan. Mengingatkan dirinya yang dulu, saat sebelum bersekolah di Saotome Academy. Dirinya yang tertutup, semua teman sekolah takut terhadapnya, bahkan dianggap menakutkan. Saat beradegan menjadi Mogawa Rie sebelumnya, seakan sebagian dirinya yang dulu terungkit. Aura yang menakutkan yang membuat orang-orang menjauhinya, dari luar ia tidak peduli namun dalam hati meringis dikasihani.

Yuzuru menatap lurus, tidak ke seantero sekolah tapi jauh, seakan pandangannya menembus apapun yang menghalangi kesanggupan pandangnya. "Hei, jangan kutuk aku jika berperan tidak sesuai dengan Mogawa Rie yang sesungguhnya. Karena aku memang tidak pantas menjadi orang lain." Ia bergumam, seakan bicara dengan diri sendiri, namun ia sedang membujuk sesuatu dengan rasa takut yang masih menyelimuti. "Tapi inilah pekerjaanku, mohon dimaklumi."

Natsuki sudah berdiri di luar kelas, agak jauh dari pintu beberapa langkah karena nanti ia akan direkam sedang berjalan melewati kelas. Sudah ada satu kamera di hadapannya. Kamera yang lain ada di dalam kelas, mencari posisi yang tepat merekam di mana Yuzuru berdiri.

"Adegan xxx. Take roll...."

Aba-aba dimulai.

Yuzuru tersenyum sesaat. "Aku yakin Mogawa Rie itu orang yang baik. Pasti menyenangkan jika bisa berkenalan dengannya." Terakhir, ia berdoa.

"Three, two, one ... action!"

Yuzuru langsung mengubah ekspresi dan caranya memandang, pupil yang seakan tidak fokus kemanapun.

Natsuki berjalan di lorong. Selangkah melewati pintu kelas, ia berhenti. Ia berjalan mundur, melirik ke dalam. Dari celah pintu yang terbuka ia mendapati sosok lawan mainnya yang berdiri, bergeming menghadap lurus ke luar jendela. Di dalam cerita yang tertulis, Kamigawa Jun, guru baru itu penasaran dengan siswi yang tidak masuk ke kelasnya. Karena itu ia pun menghampiri.

"Konnichiwa," sapa Natsuki dengan ramah.

Tidak ada balasan dari gadis itu.

Natsuki perlahan melangkah, berdiri di samping Yuzuru. "Apa kamu ... Mogawa-san?"

Yuzuru tidak menjawab, sesuai naskah.

Sesaat menatap pandangan tanpa ekspresi itu mengejutkan Natsuki. Jika ia tidak segera sadar bahwa ia sedang bersandiwara, mungkin adegan kali ini tidak berhasil karena ia tertegun akan ekspresi yang dipasang Yuzuru.

Sesuai naskah, Natsuki menggerakkan tangan kanannya perlahan untuk menepuk pundak Yuzuru-menyadarkan siswinya dari lamunan yang sebenarnya tidaklah melamun. Saat sejengkal mendekat, Yuzuru menolehkan kepala, mengadahkan pandangan menatap kedua bola mata Natsuki. Lagi-lagi Natsuki tertegun dengan pandangan hampa itu. Tangannya terhenti seketika, ya, sesuai naskah tetapi Natsuki yakin itu karena reaksi spontannya.

Hanya dua detik menolehkan pandangan, Yuzuru perlahan membalikkan badan, melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Tertulis bahwa karakternya tidak tertarik berkomunikasi dengan siapapun, karena itu ia menghindar.

Natsuki kembali menyadarkan diri bahwa dirinya sedang bersandiwara. "Tu-tunggu!"

Langkah Yuzuru terhenti. "Jika kamu tidak bisa berbuat apapun, pergilah. Hanya itu satu-satunya cara agar tetap hidup...."

Ia kembali melangkah, keluar dari kelas. Saat itu sesaat sutradara dan kru yang lain melirik ke langit-langit, berharap tidak ada yang jatuh. Tidak ada. Tidak ada atap yang runtuh maupun shotgun microphone yang tiba-tiba jatuh.

Sutradara terkesima dengan sandiwara Yuzuru hingga lupa untuk meng-cut. Natsuki pun berekspresi sama, masih menatap pintu tanpa berkedip sedikit pun. "Benarkah itu Yuzuru-chan yang aku kenal?"

Seorang kru menyadarkan sutradara. "Sutradara?"

Sutradara terkesiap. "Cut!" ungkapnya kemudian.

Semua orang bernapas lega.

"Hei, bukankah adegan ini akhirnya berjalan baik?" tanya kru kamera.

Asistennya mengangguk setuju lalu melihat ke sutradara, menunggu keputusan.

Yuzuru menghela napas. Ia tidak sangka dapat melakukan adegan yang belum terselesaikan oleh Honjo Nami. Ia mengelus puncak kepala, tidak ada apapun yang melekat di atasnya.

"Bagus!" ungkap sutradara senang. "Bagus, Kitani-kun!!" Ia meloncat dari tempat duduk, menepuk lengan kru yang ada di sekitarnya. "Adegan ini terekam tanpa masalah!!"

Yuzuru kembali ke dalam kelas, membungkukkan badan ke sutradara, "Arigatou gozaimasu!"

Aktor dan aktris yang ada di sekitar Yuzuru memberikan pujian kemudian, salut dengan keberhasilannya. Yuzuru tersipu, segan diberi banyak pujian padahal baru satu adegan. Ia membungkuk berkali-kali pada orang-orang yang memujinya.

Natsuki terperangah. Melihat Yuzuru sudah kembali seperti semula, ia pun menghampiri. Memastikan bahwa yang beradu akting dengannya ialah Yuzuru, junior yang sudah ia kenal di akademi.

"Yuzuru-chan! Benarkah kamu Yuzuru-chan??"

Yuzuru merasa geli mendengar pertanyaan Natsuki. "Me-memangnya kenapa?" herannya.

Air mata menetes di ujung mata Natsuki. Yuzuru tersentak kaget melihat Natsuki tiba-tiba menangis. "Se-senpai?"

"Yokatta...," (syukurlah) ujar Natsuki mewek. "Ternyata memang Yuzuru-chan.... Aku sudah takut Yuzuru-chan jadi orang lain. Huwaaa...!"

Tidak hanya Yuzuru, semua orang di lokasi syuting tertegun dengan pernyataan Natsuki. Ditambah pria bertubuh besar itu menangis seperti anak kecil.

"Na-Natsuki-senpai??" Yuzuru gelagapan, ia tahu alasan kenapa Natsuki sedih.

"Aku tahu ini hanya sandiwara, tapi aku tidak tahan melihat Yuzuru-chan berekspresi suram...," Natsuki sesegukan, kemudian tersentak. "Yuzuru-chan seterusnya jadi Mogawa Rie itu berarti aku terus melihat ekspresi menyedihkan itu??" Ia kembali menangis. "TIIDAAAK~!! Kembalikan Yuzuru-chan yang dulu~!!"

Yuzuru menepuk jidat sendiri, malu punya senior cakep tapi berhati ciut.

"Tapi...," Natsuki menghentikan air mata buayanya. "Sandiwaramu membuatku terkejut! Kamu sudah membuatku salah sangka bahwa kamu benar-benar orang lain. Yuzuru-chan keren!!"

Yuzuru tertegun, salah seorang senior yang dikaguminya, seorang Shinomiya Natsuki memuji sandiwaranya. Ia langsung membungkukkan badan. "Arigatou gozaimasu!"

Natsuki menganggukkan kepala. "Mulai dari sekarang, mohon kerjasamanya, ya!"

Yuzuru mengangguk, "Mohon kerjasamanya juga!" balasnya senang.

Namun dibalik pujian, ada beberapa di antara para aktris yang mengumpatkan ejekan dan kekesalan di dalam hati. Mereka tidak sadar, ke dalam hati mereka menjalar kecemburuan akan keberhasilan orang lain, yang menurut mereka seharusnya hal itu menjadi miliknya.

*
*
SHINING IDOL!! part.2
Chapter 03 - Heart of jealousy
-bagian pertama-
~selesai~
*
*

Writer's Conerse

Terima kasih masih menunggu lanjutan Shining Idol!~ !!

Meski ... agak dingin, ya?

Oooh!
Aku lupa matiin AC /_= tunggu bentar!

Tut!

Nanchatte~ (๑¯ω¯๑) khufufuu

Rumahku gak ada AC (。•ω•。)

Nanchatte~

Belum aku edit total! Kalau ada typo atau kalimat yang kurang enak dibaca, atau ada kalimat yang rancu, sila komentar~

Masih slow up date dan gak tahu kapan apdet :'v

Mata nee~ (* ̄▽ ̄*)ブ

Koala gergous
🐨😎
20 Desember 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top