02 | Who cute but feared -part 1-

libur rekomendasi lagu -3-, udah acak-acak file tetep gak nemu lagu yang cocok buat chapter kali ini. kalo ada mungkin bakal apdet lain kali ><)p

_____________________________________

***
Chapter 02
"Who cute but feared"
-bagian pertama-
***

Jam enam pagi Yuzuru sudah bangun dan mulai memersiapkan diri bekerja hari ini. Sekitar sejam kemudian ia pun keluar dari kamar, menengok dapur, kosong. Biasanya Minami sudah bangun dan memersiapkan sarapan untuknya. Yuzuru melangkah ke kamar sahabatnya itu, membuka pintu kamar perlahan, tampak Minami masih tertidur pulas. Tak ingin mengganggu, ia kembali menutup pintu dengan lambat agar tak bersuara sedikitpun.

Yuzuru meletakkan tas jinjing yang biasa ia bawa ke manapun ia bekerja. Melepas long cardigan rajut yang dikenakannya lalu diletakkan di sandaran sofa. Karena memakai kaus lengan hingga siku, ia tak perlu khawatir terkena cimpratan minyak. Celemek pun dikenakannya kemudian.

Meski sudah lama tak memegang alat-alat masak maupun mengolah bahan, tangannya masih bergerak lincah memilah bahan, mengocok, maupun memotong. Untuk urusan menanak nasi tinggal menggunakan rice cooker. Selama nasi dimasak, ia memanggang sosis, kemudian membuat salad bayam mayones. Terakhir, ia pun mengocok telur untuk membuat omurice.

Aroma mentega leleh untuk menggoreng nasi menggoda siapapun yang menciumnya. Kebetulan Umiko yang baru keluar dari kamar mengintip arena dapur. Ia pikir seperti biasa Minami tengah memersiapkan sarapan, bibirnya terpahat senyum untuk menyapa. Namun begitu mendapati bukan sosok komposernya melainkan gadis berambut ungu, senyumnya memudar. Terbalik, kini Yuzuru yang tersenyum padanya.

"Umiko-chan! Pa—

Umiko segera berbalik badan menjauhi ruang dapur.

Yuzuru cemberut. "Umiko-chan~."

Umiko tak peduli panggilan Yuzuru. Kakinya tetap melangkah ke pintu keluar, mengambil sepatu sport. Dengan training yang dikenakannya, ia bersiap pergi ke gym yang tersedia di gedung mansion.

Yuzuru segera mematikan api kompor, melangkah keluar mengejar Umiko. "Umiko-chan, aku sudah buat sarapan. Nanti makan setelah olahraga, ya!"

Umiko hanya melirik sesaat, kembali memunggungi Yuzuru. "Setelah dari gym."

Meski masih bersikap dingin, Umiko perlahan menerima kehadiran Yuzuru. Ia tak menolak sarapan yang sudah disiapkan tanpa permintaan itu. Tak enak hati bila menolak, pikirnya. Umiko pun melangkah keluar.

Senyum Yuzuru mengambang, senang mendengar Umiko akan memakan masakannya. "Itterashai~!"

Yuzuru menepuk-tepuk perut. "Saatnya mengisi perut~."

Kali ini Kaoru akan menjemputnya jam sembilan, masih ada waktu sekitar satu jam lagi. Ia akan makan perlahan, menikmati hasil masakannya sendiri. Dua piring masing-masing tertata rapi omurice, sosis goreng dan salad bayam mayones, keduanya ia tutup dengan plastik agar tak kena debu. Dua porsi sarapan tersebut ia letakkan di atas meja makan. Sedangkan satu porsi lagi ia hidangkan bersama susu cokelat hangat. Saat menikmati sarapan, Minami berjalan ke arahnya dengan wajah ngantuk.

"Pagi, Micchan!"

"Yuzu-chan?" Minami menguap. "Jangan panggil aku seperti itu, sudah kubilang berkali-kali." Menggerutu pun Yuzuru tak akan pernah mendengarkan ucapannya. Minami duduk di hadapan Yuzuru. "Kelihatannya enak. Yuzu-chan yang masak?"

Yuzuru mengangguk.

"Wah, jarang sekali aku bisa mencicipi masakan Yuzu-chan! Aku cuci muka dulu."

Yuzuru mengangguk senang Minami akan sarapan bersama dengannya. "Kutunggu~."

"Kerja gimana?" tanya Minami beranjak dari kursi.

"Kaoru-san akan jemput jam sembilan."

Minami mengangguk. "Umi-chan?"

"Gym."

Tak ada pertanyaan lagi, Minami segera ke kamar mandi untuk membasuh muka. Sudah lama tak sarapan bersama dengan Yuzuru, ia tak mau menyia-nyiakan waktu. Keluar dari kamar mandi, sarapan Yuzuru telah habis. Gadis itu tinggal meneguk susu cokelat yang sengaja ditinggal terakhir dinikmati.

"Ya ampun, makanmu cepat atau lapar, sih, Yuzu-chan?" heran Minami.

"Kedua-duanya~!" jawab Yuzuru tersenyum lebar. "Ah, masih lapar. Bakar roti~."

Minami tersedak meski belum makan. Sang idol Kitani Yuzuru sekaligus sahabatnya itu memiliki porsi sarapan yang lebih dari sarapan sesungguhnya. Baru saja menghabiskan porsi omurice dan segelas susu cokelat masih belum kenyang?

Gadis komposer itu hanya bisa geleng kepala. "Kenapa aku lupa perut anak ini karet?"

Yuzuru terlihat riang memasukkan dua lembar roti tawar pada alat pemanggang praktis. Bersiul kecil meraih selai cokelat, tak sabar memolesinya ke roti. Minami mengeluh sendiri memerhatikan badan Yuzuru yang tak bertambah melar. Tapi ia tersenyum kemudian, mereka sama-sama dalam usia pertumbuhan, ia menyadari sahabatnya itu perlahan bertambah tinggi. Sedangkan Yuzuru sendiri tak menyadarinya sama sekali.

Setelah sarapan Yuzuru pamit, meninggalkan Minami yang perlahan menikmati masakan sahabatnya. Saat akan masuk lift, Yuzuru bertemu dua anggota STARISH, Aijima Cecil dan Hijirikawa Masato.

"Pagi, Hijirikawa-senpai," sapa Yuzuru setelah masuk lift.

Masato menjawab sapaan Yuzuru dengan senyuman. "Pagi, Kitani."

"Sendirian aja?"

Masato tertegun, tak mengerti dengan candaan Yuzuru.

Cecil langsung tersinggung, menunjuk diri sendiri, "Ada aku!"

Yuzuru menoleh ke Cecil yang sengaja ia punggungi. "Eh, ada makhluk lain!"

Cecil menggerutu. "Segede ini aku masa gak kelihatan??"

"Habis gelap, sih," candaan Yuzuru menjadi.

"Ini kulit eksotis! Satu-satunya di STARISH!"

"Hijirikawa-san, pagi ini syuting?" Yuzuru mengacuhkan Cecil.

"Oiii!!" Kesal Cecil menjadi.

Tawa Yuzuru meledak berhasil mengerjai anggota termuda STARISH. Setelah tahu Cecil seumuran dengannya, ia tak perlu lagi segan bercengkrama dan mulai mengerjainya. Daripada Kira, Cecil lebih mudah 'menangis' jika dikerjai.

Masato menepuk pundak Cecil. "Cobaan, bersabarlah," ucapannya seakan memberi saran.

Cecil makin kesal karena Masato mengikuti candaan Yuzuru. "Masato!"

🎶🎶🎶


Yuzuru tiba di lokasi syuting jam sepuluh tepat, sesuai perhitungan manajernya. Saat mobil yang membawanya melewati sebuah sebuah sekolah yang terlihat megah, kedua mata Yuzuru memancarkan binar kekaguman. Dari luar gedung sekolah tersebut tampak besar dan megah.

Baginya, enaknya menjadi seorang aktris ialah berkesempatan mengenakan seragam SMA, menginjakkan kaki ke sekolah bersangkutan, dan menjadi siswi SMA biasa meski hanya beberapa hari. Dalam benaknya, ia akan 'bersekolah' di sana. Suasana yang tak pernah ia rasakan.

Mobilnya berhenti tak jauh dari gerbang sekolah. Di hari pertama syuting kali ini Kaoru akan menemaninya seharian penuh. Terlebih wanita itu khawatir akan terjadi apa-apa pada Yuzuru.

Tahu sendiri anak itu takut segala hal yang berbau mistis. Bukannya takut Yuzuru akan pingsan di tengah syuting, tidak. Kaoru khawatir jika Yuzuru terkejut akan suatu hal, anak itu akan seperti kerbau yang gelap mata menyeruduk semua yang ada di depannya agar dapat berlari menjauhi suatu hal tersebut.

Karena itu, Kaoru memperbolehkan sang supir untuk tidak menunggu. Dan jika syuting hampir selesai, ia akan menghubunginya kembali untuk menjemput mereka berdua. Yuzuru berjalan setelah Kaoru, manajernya akan menanyakan lokasi syuting pada satpam sekolah tersebut.

"Bukan di sini. Tapi gedung lama yang ada di balik sekolah ini."

Yuzuru dan Kaoru terkejut, mereka salah lokasi.

"Bisa tidak lewat ke dalam sekolah ini?" tanya Kaoru.

"Tidak bisa. Kalian bisa memutar luar sekolah, tinggal mengikuti dinding pembatas sekolah ini. Karena gedung lama sudah ditinggali, takut para siswa tersesat ke sana, makanya dipisah."

Yuzuru dan Kaoru saling memandang. "Ya sudah, kita jalan saja. Tak jauh, kan, Pak?"

Satpam sekolah itu mengangguk.

Kaoru menghela napas. "Terima kasih, Pak. Kami permisi dulu."

Keduanya pun pamit. Mengitari dinding yang menjadi pembatas sekolah dengan lingkungan luar. Kaoru langsung melekatkan topi ke kepala Yuzuru, bermaksud menyembunyikan identitas sang idol. Menurut Yuzuru, tak banyak orang di sekitar mereka, tak menutupi identitas pun tak masalah. Maksud Kaoru hanya sebagai penjagaan diri saja sebelum ada yang mengamuk mendekati idol-nya.

"Maaf ya, Yuzuru, aku tak membaca informasinya dengan jelas. Mobil telah pergi, kamu harus berjalan kaki," sesal Kaoru atas tindakannya sebagai manajer.

Yuzuru mengibaskan telapak tangan kirinya. "Tak apa, Kaoru-san. Lagipula aku juga heran sejak awal tapi tak bilang." Kaoru tak mengerti maksud Yuzuru. "Padahal kita mulai syuting jam sebelas, masih dalam jam belajar, bukan? Harusnya kita menebak akan syuting di gedung yang tak terpakai."

Kaoru tersentak menyadari hal tersebut. "Ah, kenapa aku tak berpikir ke sana? Aku tak menyangka karena syuting sekolah sebelumnya di saat semua siswa sudah pulang, atau di waktu libur, sekolah di sewa oleh pihak penyelenggara untuk beberapa hari."

"Ingat syuting drama pertamaku dengan Ichinose-senpai? Ada satu hari kita syuting dalam jam sekolah, sekedar mengambil gambar siswa-siswa masuk sekolah, keadaan saat istirahat, dan pulang sekolah."

Kaoru mengangguk, mengingatnya begitu jelas. "Agar tak mengganggu waktu belajar-mengajar, pengambilan gambar diambil secara alamiah. Kameramennya sangat profesional, tanpa pengarahan sutradara, ia merekam dalam keheningan."

"Setelah syuting, Ichinose-senpai hampir saja dikerubungi para siswi~." Yuzuru tertawa mengingat hal itu. Kaoru ikut tertawa.

Tak lama, mereka tiba di belakang sekolah sebelumnya. Kedua mata Yuzuru membulat tak percaya. Sebuah gedung sekolah sunyi tepat di depannya. Dari luar saja sudah terasa sunyi. Bulu kuduknya mulai berdiri.

"Be-benar syutingnya di sini?" Yuzuru mulai panik. "Be-benar-benar gedung sekolah tinggal?" Ia baru ingat kalimat sang satpam. Gedung sekolah yang tak terpakai menjadi tempat yang tepat merekam drama horor.

"Tak disangka halamannya luas juga, ada mobil yang terpakir di dalam." Kaoru menunjuk mobil yang berkemungkinan besar milik staf yang membawa peralatan. Yuzuru menatap ke arah tunjuk manajernya. "Ayo cepat masuk. Aku takut kamu terlambat mempersiapkan diri."

Meski enggan melangkahkan kaki ke pekarangan sekolah sunyi itu, Yuzuru tetap berjalan tepatnya di belakang Kaoru. Memegang ujung vest Kaoru, berjalan bagaikan anak itik. Ia tak berani mengedarkan pandangan, takut bertemu pandang dengan sosok tak dikenal. Padahal mereka berada di luar, belum menginjakkan kaki ke dalam gedung tersebut.

Ternyata di dalam sudah banyak orang yang hadir. Mendengar keramaian, ketakutan Yuzuru teralihkan, ia kini memandang sekeliling. Staf tengah sibuk memersiapkan peralatan dan terdengar intruksi sang sutradara begitu tegas.

Kaoru menyadarkan Yuzuru untuk menyapa. Yuzuru melakukannya, "Selamat pagi! Kitani Yuzuru dari Agensi Shining. Mohon bimbingannya!" kemudian menundukkan badan. Kaoru mengikutinya, namun tak terlalu membungkukkan punggung.

Beberapa staf membalas sapaannya dengan singkat, kembali bergelut dengan tugas masing-masing.

"Untuk pemain langsung tukar pakaian dengan seragam. Ruangannya ada di lantai satu," arah seorang staf.

Yuzuru segera menaiki tangga, diikuti Kaoru. Tak sulit menemukan ruang ganti wanita tersebut karena semua pemain yang tiba langsung ke sana, sebuah kelas yang sudah dibersihkan dan ditata untuk persiapan para pemain. Beberapa yang telah berganti pakaian keluar dari ruangan tersebut. Yuzuru menyapa aktris yang berpapasan dengannya. Kaoru menunggu Yuzuru di luar sementara idol-nya itu bertukar pakaian.

"Selamat pagi," sapa Yuzuru pada staf dan aktris lain di dalam ruang ganti. Segera memperkenalkan diri, "Saya Kitani Yuzuru yang akan memerankan Ito Mesa. Mohon bimbingannya!" Ia kembali menundukkan badan meminta bantuan selama syuting berlangsung pada semua orang yang terkait.

"Pemeran Mesa-chan?" seorang staf make up menghampiri. Yuzuru mengangguk. "Sudah kutunggu. Mari kubantu merias. Seragam untuk Mesa-chan ada padaku."

Yuzuru segera mengganti bajunya dengan seragam, seragam yang sama dikenakan oleh pemain perempuan lainnya. Perbedaan ada pada riasan, karakter Mesa yang akan diperankan Yuzuru ialah siswi kelas tiga yang kecil dan imut, terlihat seperti anak SMP daripada anak SMA. Sangat cocok dengan fisiknya kini. Riasannya lebih cerah dan rambutnya diikat dua. Mengenakan sweater tipis berwarna merah muda dengan pita di kedua sisi pinggang.

Tiga aktris lain yang tengah berganti pakaian lebih menyibukkan bibir, mereka membicarakan tentang cerita drama dan juga lokasi sekolah yang sangat tepat untuk mengadakan syuting. Bulu kuduk Yuzuru kembali berdiri setelah mereka mengatakan 'sekolah angker ini'.

"Kudengar yang menulis cerita memang bersekolah di sini, di gedung angker ini...."

"Dia terinspirasi dari pengalaman pribadi...."

"Rumornya, memang ada yang bunuh diri di sekolah ini. Karena itu jadi angker!"

"Kyaaa!"

Pekikan ketiganya bukan karena takut melainkan antusias akan ketegangan suasana sekolah yang sudah bertahun-tahun ditinggali itu. Penata rias yang tengah mengikat rambut Yuzuru terheran tiba-tiba tubuh aktris yang ditanganinya itu terlihat seperti menggigil.

"Se-seharusnya tak ikut...," sesalnya. Tapi jika ingin mundur pun tak bisa. Jika sudah menangani kontrak bermain, ia tak boleh keluar tiba-tiba meski ada pengganti sekalipun. Dan lagi, "bertahanlah, hanya beberapa hari, kok. Jangan takut, ada Kaoru-san. Dan... Natsuki-senpai~," gumamnya kembali senang membayangkan bisa beradu adegan dengan seniornya.

Sudah siap dengan penampilannya, Yuzuru berterima kasih pada penata rias dan segera keluar. Tak hanya tak enak hati jika sutradara telah menunggu, ia ingin segera menjauh dari ketiga aktris seusianya itu yang semakin bersemangat membicarakan segala berbau horor. Ia sudah tak tahan lagi mendengarnya.

Di luar Kaoru menghampiri Yuzuru. "Aku menunggu di sini bersama manajer yang lain."

Yuzuru mengangguk. Ia langsung bergabung dengan para aktor-aktris yang menunggu staf selesai memersiapkan alat. Ia segera ingin mengakrabkan diri pada yang lain agar tak canggung di lain waktu. "Ohayou gozaimasu," sapaan lumrah namun paling manjur mengajak seseorang untuk berkomunikasi kemudian.

Aktris lain memuji sweater yang dikenakannya. "Kawaii!"

Meski bukan miliknya, Yuzuru tersipu. "Arigatou."

"Huwaaa~, Yuzuru-chan kawaii~!"

Suara yang tak lagi asing di telinganya, Yuzuru pun mengalihkan pandangan. Senior yang memiliki tinggi 186 cm itu terpaksa membuat Yuzuru terlalu mendongakkan pandangan, bahkan hampir saja terbalik ke belakang.

"Natsuki-senpai~," sapa Yuzuru.

Natsuki sangat menyukai apapun yang terlihat imut dan menggemaskan, kedua tangannya mengatup di depan mulut. "Yuzuru-chan, boleh kupeluk?" pintanya begitu ringan.

Semua orang yang berada di sekitar mereka terkejut dengan permintaan tersebut. Wajah para gadis memerah, sedangkan para laki-laki tertegun tak percaya sang aktor utama dengan mudahnya berkata di depan umum ingin memeluk seorang gadis, tepat di hadapannya.

Yuzuru meluruskan tangan kanannya. Ia tahu sikap seniornya itu, sangat menyukai apapun yang imut—di dalam hatinya sudah berbunga-bunga akan pujian seniornya itu—dan seberapa besar kekuatan Natsuki memeluk seseorang. Ia tak mau mati karena remuk oleh seniornya sendiri.

"Makasih, tapi aku takut seragamku berkerut. Maaf ya, Natsuki-senpai~!"

Natsuki kecewa. "Iya, ya? Seragam yang Yuzuru-chan kenakan begitu imut, jadi sayang, ya?" ungkapnya begitu polos mengartikan penolakan juniornya itu.

Para aktor lain menghela napas lega. "Syukurlah...." Para aktris lain tertawa kikuk mengartikan kesalahpahaman mereka.

"Apanya?" tanya Yuzuru polos.

Pandangan Natsuki masih lekat memerhatikan keimutan juniornya. Ia mengaikan kedua jari telunjuk. "Setidaknya... aku ingin foto," gumamnya.

"Boleh," sahut Yuzuru.

Entah mana yang junior, entah mana yang senior, mana yang lebih muda, mana yang lebih tua, Natsuki begitu gembira mendengar jawaban Yuzuru. Ia segera meraih ponsel pintar dalam saku blazer yang dikenakannya. Tak hanya mereka berdua yang terpantul pada kamera, aktor-aktris lain pun ikut masuk tanpa permisi. Beberapa sat sebelum syuting dimulai, mereka semua berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.

Sutradara meminta para pemain untuk segera bersiap ke posisi masing-masing. Berfoto bersama membuat mereka lebih mengenal satu sama lain, dengan kompak masuk ke sebuah kelas yang sudah diatur untuk syuting hari ini. Para pemain langsung mengambil posisi masing-masing. Ada yang duduk sendiri, duduk bersama sebagai tim gosip di kelas, dan ada yang main di belakang kelas.

Yuzuru sendiri duduk di baris ketiga, dekat dengan jendela. Boneka-boneka kecil dan beberapa figur tersusun acak di atas mejanya. Karakternya tak hanya terlihat seperti anak kecil, sikapnya pun begitu. Sekolah hanyalah tempat bermain baginya.

Natsuki juga bersiap di balik pintu kelas. Ia memerankan homeroom—wali kelas baru di kelas tersebut. Kelas yang paling bermasalah, tak ada satupun muridnya berniat untuk belajar, namun jua tak mau meninggalkan kelas.

"Baiklah, semuanya stand by," aba-aba sutradara. "Camera on! Dalam hitungan mundur, tiga, dua, satu... action!"

Semua pemain yang menjadi siswa sibuk dengan akting masing-masing. Yuzuru bermain dengan boneka-boneka di atas mejanya. Bibirnya bergerak dengan suara gumaman. Menabrak-tabrakan boneka, ada yang jatuh seperti mati, lalu tertawa kecil untuk menyuarakan si boneka yang menang.

Sembari semua sibuk dengan peran masing-masing, Natsuki membuka pintu, senyumnya mengembang. Ia pun melangkah masuk, perlahan satu per satu siswa yang ada di dalam menghentikan pekerjaannya, memerhatikan siapa yang masuk ke kelas mereka yang tak pernah dimasuki oleh seorang guru manapun. Natsuki berdiri di depan kelas, senyumnya tetap terpahat, kemudian meletakkan buku absen di atas meja, bersiap akan menyapa.

"Minasan, ohayou gozai—

"Mai-chan, lihat kukuku! Cantik, bukan?" Seorang aktris mengeraskan suaranya, meminta pendapat pada aktris yang duduk di belakangnya.

Aktris yang disapa itu sedang berias, melihat sekilas lalu mengangguk. "Kawaii~! Bagaimana kalau kurias wajahmu hingga sama imut dengan kukumu? Terus percantik juga kukuku, ya! Aku mau kencan sama Kazuki-kun sepulang sekolah!"

"WAH, KENCAN? KE MANA? KARAOKE?"

"KLUB!"

"GILAA!!"

"HAHAHAA...!!"

Natsuki bereaksi persis seperti apa yang ditulis dalam naskah, memasang wajah polos mendengar percakapan tersebut, hanya terdiam, mengamati.

Yuzuru mengangkat boneka berbentuk kadal yang berdiri dengan dua kaki. "Gondola menusuk orang BARU YANG TAK TAHU DIUNTUUUNG!! GROAAAAR!!"

Sebuah bola terlempar ke depan, mengenai kepala Natsuki, diceritakan begitu kencang dari belakang, tapi dalam syuting hanya terlempar ringan oleh staf yang jongkok di balik meja guru. Natsuki menelengkan kepalanya seakan mendapatkan pukulan keras oleh bola tersebut, dan kacamatanya jatuh.

"ENYAHLAAAAH ORANG BARUUUU!! GROAAAR!!" Suara Yuzuru begitu melengking, berharap aktingnya sangat bagus sebagai siswa SMA yang masih bersikap seperti anak SD.

Boneka ultram*nnya jatuh terlempar ke depan. Ia tak sengaja melirik ke bawah di mana kacamata Natsuki jatuh. Ia kaget luar biasa, hatinya menjerit keras. Gawat! Kacamata Natsuki-senpai jatuh! Sadar masih dalam adegan, ia tak boleh mengacaukan apapun hanya karena kacamata Natsuki jatuh.

Memang dalam cerita kacamata Natsuki jatuh, tapi Yuzuru lupa suatu hal. Jika Natsuki tak memakai kacamata, sisi lainnya Satsuki muncul. Yuzuru tak ingin Satsuki muncul, tidak saat syuting berlangsung. Ia berdoa dalam hati, semoga Satsuki tahu Natsuki sedang akting dan ia berpura-pura menjadi Natsuki kemudian menggunakan kacamata.

Kegelisahan Yuzuru hanyalah kesia-siaan. Natsuki spontan mengambil kacamatanya, memakainya kembali, memungut bola kaki tersebut, kemudian berdiri mantap di depan kelas. Yuzuru tertegun.

Sa-Satsuki-san ... tak keluar?

Ia sadar tertegun sesaat, kembali berakting menghiraukan guru baru tersebut dengan memainkan boneka-bonekanya.

"Are? Ada orang di depan?" ejek aktor yang menjadi siswa yang dalam cerita menendang bola ke arah Natsuki. Ia berjalan dengan pogah ke depan. "Biasanya memang tak ada. Maaf, ya! Makanya lain kali—

"Kamu," potong Natsuki dengan suara berat dan terdengar menakutkan.

Yuzuru sontak kaget. Sa-Satsuki-san?!

Raut wajah Natsuki berubah ramah kembali, menyodorkan bola kaki itu pada sang pemilik. "Lain kali main di luar, ya? Kalau kena teman yang lain bisa gawat, lho!" ujarnya kembali mengumbar senyum.

Yuzuru hampir terjatuh dari tempat duduknya. Ternyata bukan!!

Aktor itu mengambil bolanya kembali dengan paksa. "Suka-suka aku! Ini kelasku!"

Natsuki mengangguk. "Justru karena kelasmu, kamu harus menjaganya dengan baik, tak hanya fasilitasnya, juga yang ada di dalamnya, seperti teman-temanmu. Kalau ada salah seorang yang kena kepalanya gimana? Lalu geger otak? Masuk rumah sakit, tiba di UGD, ternyata orangtuanya tak memiliki biaya untuk operasi—

"Lalu apa? Mati??" Aktor itu memasang ekspresi geram. Ia mendobrak meja guru, menarik kerah Natsuki. "Tahu apa kamu kelas ini, hah? Semua juga pada sekarat!"

Natsuki terdiam. Semua pemain yang mendengar ikut terdiam dan menundukkan kepala. Natsuki melirik sekitarnya, suasana menjadi begitu suram. Tapi ia harus tetap tersenyum ramah.

"Jangan bilang kalimat yang negatif seperti itu. Lihat, teman-temanmu jadi sedih."

Aktor itu tertegun, menengok ke belakang. Ia bereaksi sadar telah salah mengeluarkan kata. Kemudian melepaskan Natsuki, kembali ke belakang tanpa kata. Setiba di samping tempat duduknya ia menendang kursinya sendiri.

Suasana canggung terasa beberapa detik sebelum akhirnya Natsuki berdeham. "Perkenalkan, nama saya Kamigawa Jun, guru homeroom kelas ini juga guru bahasa Jepang baru di sekolah ini. Untuk ke depannya, mohon bantuannya, ya."

Tak ada yang bereaksi dengan sapaannya, para pemain kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Karakter yang diperankan oleh Natsuki, Kamigawa Jun menjadi homeroom baru di kelas bermasalah tersebut. Ada alasan mengapa kelas itu bermasalah. Jun mungkin guru baru, namun ia tidak putus asa. Ia harus tetap ramah dan hangat pada siswanya, membuat siswa selalu nyaman dengannya.

"Sekian dariku, apa ada pertanyaan?"

Masih tak ada yang bereaksi, pemeran siswa menyibukkan diri dengan urusan masing-masing.

"Baiklah, sekian perkenalan dariku. Aku ingin mengenal kalian lebih dekat. Bagaimana sambil absen? Eto, mulai dari absen pertama, ya. Akiyoshi Rinko."

Tak ada yang menyahut dari kesepuluh murid dalam kelas tersebut.

"Hm, memang terlihat absen, ya?" Natsuki terus mengabsen semua nama yang ada dalam buku absen, tak ada satupun yang menjawabnya. Ia tetap tersenyum ramah. "Jadi... ada 13 yang absen, 10 yang hadir. Hm, tak apa! mereka pasti punya urusan masing-masing, mau bagaimana lagi. Minna, sepulang sekolah nanti kalau bertemu dengan teman-teman kalian, bilang untuk sekolah ya, sensei yang meminta. Tidak seru jika kita tidak belajar bersama, bukan?"

Masih tak ada yang menjawab, masih sibuk dengan urusan masing-masing, bahkan tertawa karena bergosip. Yuzuru mengeluarkan kotak bekal yang ada di laci, tanpa basa-basi membukanya kemudian memakannya dengan lahap. Lalu menyuapi satu per satu bonekanya.

"Kalau begitu, homeroom sampai di sini. Sensei bahasa Inggris akan segera tiba. Minna, semangat belajarnya, ya!"

Natsuki pun membawa buku absennya, melangkah keluar dari kelas. Ia menutup pintu, di balik pintu ia menghela napas, memasang wajah sedih karena para siswanya tak ada satupun yang terlihat menyukai kehadirannya. Tapi raut wajah itu berubah dengan tatapan tulus dan semangat.

"Ini baru permulaan! Aku tak boleh patah semangat membiarkan mereka tersandung terlalu jauh." Natsuki melangkah meninggalkan kelas.

"CUT!" Sutradara mengangguk sekali. "Bagus!" Pria berkepala empat itu tampak senang dengan pengambilan gambar pertama, tak ada kesalahan maupun halangan sama sekali. Ia merasa syuting kali ini akan berjalan dengan lancar. "Apa Honjo-kun sudah hadir?"

Seorang gadis berusia terpaut tiga tahun lebih tua dari Yuzuru beranjak dari tempat duduknya. Ia sudah menunggu gilirannya saat pengambilan adegan dalam kelas. "Hai."

Sutradara mengangguk. "Kita ambil adegan Shinomiya-kun dan Honjo-kun di kelas terlebih dahulu."

Karena akan repot mengambil adegan di lokasi lain, menyiapkan peralatan dan tempat akan memakan waktu lama. Sutradara langsung memutuskan mengambil adegan masih untuk episode pertama, pada adegan terakhir di mana karakter Natsuki bertemu karakter perempuan utama.

Yuzuru bersama pemeran siswa lainnya keluar dari kelas. Staf segera menyingkirkan benda-benda yang tidak lagi dibutuhkan, seperti bola, peralatan make up, komik-komik, juga boneka-boneka yang dipakai Yuzuru tadi. Menata meja dan kursi lebih acak agar tak sama dengan tataan pengambilan adegan barusan.

Sementara penataan kelas dilakukan, aktor yang beradu akting dengan Natsuki tadi memberikan pujian. "Aku benaran takut pada tatapanmu tadi!"

Telinga Yuzuru berdiri.

"Arigatou," jawab Natsuki senang.

Yuzuru masih berpikir, Benar nih, Satsuki-san gak keluar?

Natsuki menoleh, tahu sedari tadi Yuzuru memerhatikannya. "Yuzuru-chan tadi sa~ngat imut saat bermain boneka! Menggemaskan!"

Yuzuru terkekeh kaku, menggaruk kepala karena malu. "Natsuki-senpai terlalu memuji imut-imut terus. Aku gak seimut itu."

Natsuki menggeleng. "Yuzuru-chan junior yang paaaaling imut yang aku punya!"

Para aktris yang ada menjadi iri. Yuzuru menyadari keadaan. Ia ingin memberitahu Natsuki untuk tidak lagi memujinya karena itu akan membuat kesalahpahaman besar pada para aktris maupun staf yang ada. Bisa jadi gosipan.

Tapi ia tak bisa melakukannya, wajah polos Natsuki—melebihi kepolosannya terhadap cinta—jadi tak enak hati. Ia hanya bisa berharap semoga orang-orang mengerti maksud pujian Natsuki itu hanya sekedar pujian. Natsuki selalu serius dengan pujian yang dilontarnya.

"Hm! Sangat imut jadi ingin memeluknya dan tak ingin melepaskan!"

Yuzuru menoleh pada orang yang bicara barusan. Orang itu, pemuda itu tepat berdiri di belakangnya. Kedua matanya terbelalak, spontan melangkah mundur, hampir menginjak kaki Natsuki.

Ia sama sekali tak diberitahu, bukan, sebagai pemain tambahan ia tak diberitahu secara langsung siapa saja yang akan bermain dalam drama tersebut. Ia menyesal tak pernah menyempatkan diri mencari tahu siapa saja aktor yang akan berperan. Asal tahu Natsuki bermain sebagai pemeran utama, ia segera menerima tawaran. Niatnya murni ingin bermain satu drama dengan seniornya.

Pria itu mengumbar senyum manis, kedua bola matanya tak lepas menatap Yuzuru. Hingga kini Yuzuru tak mengerti mengapa begitu menakutkan tatapan pemuda itu, meski ditanya ia sama sekali tak pernah takut pada mantan teman sekelasnya itu.

"Andai aku tak telat mungkin sudah menyapamu terlebih dahulu. Kenapa? Kaget?" Ia bicara penuh kepercayaan diri.

Aktor dan aktris sekitar mereka hanya terdiam keheranan tak mengerti dengan situasi Yuzuru saat ini.

"Shinomiya-kun!" panggil sutradara.

Natsuki melengah, di dalam aktris utama sudah bersiap diri di kelas. "Hai!" balas Natsuki mantap. "Yuzuru-chan, aku tinggal dulu, ya! Zen-kun juga!" pamitnya.

Yuzuru merasa tubuhnya membeku ditinggal orang terdekatnya. Natsuki masih belum menyadari situasi antara dirinya dengan pemuda bernama Mikado Zen. Ia melangkah tanpa kecurigaan, segera melaksanakan pekerjaan sebagai aktor.

Yuzuru melangkahkan kaki perlahan menjauhi Zen.

"Satu langkahmu tak akan menang dengan selangkah kakiku," ungkap Zen.

Yuzuru mengerti ungkapan tersebut. Zen dengan mudah mengejarnya meski ia lari sekalipun. Ia tak boleh gentar, tatapan tajam ia berikan. "Kau jangan pernah mencari perkara denganku," ancamnya.

Zen menggedikkan bahu dan kedua telapak tangan naik sedada. "Seperti biasa menakutkan~. Beruntung kau imut, aku tak peduli dengan sikap dinginmu padaku."

Kini para aktris mulai saling berbisik, menerka apa yang terjadi antara Yuzuru dengan Zen. Yuzuru tak ingin menjadi buah bibir, ia tak ingin tak memiliki teman perempuan di lokasi syuting karena disangka saingan.

Yuzuru ingin pergi tanpa melontarkan umpatan, namun tangan Zen dengan ringan menarik leher Yuzuru ke dekapannya. Tanpa menolehkan kepala, kepalan kiri Yuzuru mendarat ke kening Zen, memukul mundur pemuda itu tanpa merusak riasan—dalam artian wajah aktor bersangkutan. Para aktris histeris dengan adegan sesaat tersebut.

Namun teriakan histeris lain datang dari staf perempuan. Semua pandang menatap ke arahnya, kemudian pada pandangan staf itu tertuju. Spontan staf pria dan sutradara segera berlari menghampiri aktris utama. Natsuki pun begitu namun responnya begitu telat.

Yuzuru terkejut bukan main. Ia melirik ke atas, kemudian ke bawah. Lampu berbentuk tabung sepanjang tiga puluh sentimeter itu jatuh tepat ke kepala sang aktris. Beruntung tak ada aliran listrik, namun tetap saja gadis itu terkena imbasnya. Keningnya tergores mengeluarkan darah yang mengalir di pelipis. Lengannya pun tergores, ada beberapa kepingan yang menusuk.

Staf segera bertindak dan memberikan pertolongan pertama. Sutradara segera menelepon ambulance. Aktris utama bernama Honjo Nami itu dibawa keluar untuk perawatan luka oleh staf wanita. Sutradara yang baru menelepon ambulance langsung memaki anak buahnya.

"Kenapa kalian tidak memeriksa lampu kelas?!"

Staf yang bertanggungjawab akan segala properti dan setting merasa bersalah. Meski menundukkan badan dan mengucapkan kalimat maaf berkali-kali sang sutradara tak dapat memaafkan mereka. Ia tak bisa membayangkan kehilangan aktris yang susah payah dicari demi drama misteri yang ia buat kini.

Sutradara meninggalkan kelas, menghampiri Honjo Nami yang ada di lorong. Aktris tersebut telah bersama manajernya. Sutradara meminta maaf sedalam-dalamnya, begitu menyesali apa yang telah menimpa sang aktris utama. Tampak sang aktris tak mempermasalahkan, tetap tenang meski kesakitan.

Yuzuru serta pemain lain ikut bersimpati namun tak dapat berkata. Hanya menatap dengan wajah cemas.

"Padahal aku tadi barusan duduk di bawah lampu itu," gumam aktris yang berperan sebagai murid yang merias kuku.

Aktris yang bersamanya mengangguk. "Ini sekolah lama, kita harus lebih waspada melindungi kepala dan langkah."

Natsuki berdiri di samping Yuzuru, anak itu menatap wajah cemas seniornya. "Harusnya aku bertindak cepat," sesalnya.

Tak pernah menyangka akan musibah, Natsuki beradegan penuh penghayatan, berdiri menghadap jendela menatap keluar, sedangkan sang aktris utama yang awalnya berdiri di hadapan jendela menjauhi Natsuki dan melangkah keluar. Saat itu tak ada yang menyangka lampu kelas jatuh menimpanya.

Yuzuru menepuk lengan Natsuki, berharap dapat menghibur seniornya. Menurutnya tak ada yang salah, bukan Natsuki yang tak sempat melindungi sang aktris maupun staf yang tak memeriksa hingga langit-langit kelas. Nasib sang aktris utama sedang buruk di hari pertama syuting.

"Ha~h, padahal aku belum tampil tapi sudah ada saja kejadian," keluh Zen.

Kejadian yang menimpa aktris utama membuat Yuzuru melupakan sosok yang paling dibencinya masih ada di sekitarnya. "Kau bisa tidak membaca suasana?" geram Yuzuru melambatkan suara agar tak terdengar yang lain.

Zen tersenyum janggal, pandangannya kini pada sang aktris utama. "Peranku dalam drama ini bertugas melindungi sang heroine, karena ayahnya adalah bos dari ayahku. Rasanya... meski bukan dalam adegan, aku merasa tak berguna."

Yuzuru tak mengerti dengan ekspresi sesal yang dikenakan Zen saat ini.

"Seandainya heroine-nya itu kamu," Zen kini melirik Yuzuru, "aku tak akan segan melindungimu dengan tubuhku."

Yuzuru terbawa suasana karena ekspresi serius yang dikenakan Zen padanya. Ia tak menyadari kedua pipinya merona. Yuzuru melirik Zen sesaat, "Kau tak akan mendapatkan apapun dariku," kecam Yuzuru melangkah mundur, membaur dengan aktris lain.

Natsuki yang sedari tadi mendengarkan percakapan keduanya memilih diam dan menerka.

*
*
SHINING IDOL!! part.2
Chapter 02 – Who cute but feared
-bagian pertama-
~bersambung~
*
*

Writer's Coner

Hontou ni gomenasai, maaaaaf banget buat minasan lama menunggu chapter SI kali ini (_ _);

hm, aku udah bilang gak dapat pastiin sekali seminggu apdet tapi diusahakan, dan yah, sepertinya inilah semampuku. Sekali lagi aku mau ingetin kalo aku nulis cerita gak SI ini aja.

Maruk sih, emang ^o^; kececer kesana-kemari deh

Makasih yang masih nunggu, bukan makin gemes sama ceritanya, gemes sama penulisnya nih kapaan sih apdet?? xD gomenasai~

Sou desu ne, untuk kepenulisan aku berusaha agar tetap bahasa Indonesia, tapi sedikit2 ada bahasa Jepangnya, arigatou, kawaii, gomen, yang dikit2 aja dan yang udah biasa didengar. Rencana, lirik2 lagunya Yuzuru gak bahasa jepang lagi.  bukan gak sanggup, gak sempat xD, entar banyak yg nanya juga.

oya, ada yang tahu aplikasi komputer buat lagu yang simpel? Misalnya instrumennya cuma piano aja. Tidak fruityloop atau LMMS, pliss, aku punya keduanya tapi masih bingung makenya x'D

aku liat di youtube, lagunya bunyi mengikuti not-not nada yang dibuat. gak tahu itu app atau editan. kalau ada yg tahu plis komen yaa. atau tanya ke temen yang pernah bikin lagu, gitu, mana tahuan tahu ^^.

niatku pengin buat lagu beneran, kalo bisa xD //sok kali padahal buta nada xD

jya, jya, sampe jumpa entah kapan ^o^;




03.09.2017 dini hari :v (kipas mati, nyamuk banyak, males bakar obat nyamuk entar batuk, kaga bisa tidur xD)

salam,

~Koala insomnia~
🐨💤💤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top