Fourth

Kali keempat, adalah siang musim gugur yang sejuk.

Soraru sedang berjalan perlahan menyusuri jalan setapak berbatu tersebut menuju rumah Mafumafu. Dari sela-sela daun pohon, dia dapat melihat kanvas biru gelap. Lebih gelap dari biasanya , dengan kumpulan kapas abu-abu sebagai teman sang kanvas. Sesekali angin bertiup, membawa dedaunan jingga padanya.

Saat dia tiba di tempat tujuannya, dia dapat melihat melihat sang lelaki bersurai salju itu duduk di tangga depan. Soraru lalu menyadari tubuhnya yang senderan ke pilar kayu di sebelah tangga, matanya yang tertutup, dan senyum damai menghias wajahnya yang menggemaskan. Soraru tersenyum kecil saat dia menghampirinya,

"Sungguh malaikat yang indah," gumamnya sebelum membungkuk untuk memberi kening polosnya itu sebuah kecupan singkat.

Soraru menegakkan tubuhnya kembali, dan dia tertegun melihat Mafumafu terbengong memandangnya dengan manik merah membulat, mulut sedikit terbuka, dan wajah yang merah padam, "Soraru-san!!!" pekiknya.

"Ara," yang diteriaki hanya memberinya sebuah tatapan lembut penuh kasih sayang, "Konnichiwa, Mafumafu. Apa kau lupa janji kita hari ini?" tanyanya dengan senyum kecil itu masih menggantung di wajahnya.

"Janji...?" Mafumafu merenung sejenak. Manik merahnya melebar, diikuti oleh telapak tangannya yang menepuk keningnya sendiri, "Kau benar! Kita ada janji ya hari ini?! Maaf, Sora--" dia seketika berdiri saat mengucapkannya, membuat kakinya terpeleset di anak tangga dan mengakibatkan dirinya terjungkal ke depan, "Are--?!"

"Mafumafu!"

Soraru maju dan menangkap lelaki bersurai salju itu tepat waktu, membuat tubuh mereka saling bertubrukan dengan satu sama lain. Tangan Soraru naik ke punggung Mafumafu saat kakinya berusaha menahan mereka berdua dari terjatuh ke tanah. Mafumafu mengangkat kepalanya, dan mereka membeku di tempat.

Biru langit memandang merah darah. Mereka terjebak oleh pesona di baliknya, sampai Mafumafu memutus koneksi tersebut dengan memalingkan wajahnya ke arah lain, "Sumimasen, Soraru-san..." dia meminta maaf dengan suara pelan.

"Ii yo," Soraru menerimanya dan membantu Mafumafu untuk kembali berdiri tegak di hadapannya. Lelaki bersurai salju itu tersenyum malu-malu dan berterima kasih padanya sambil menggaruk pipinya dengan telunjuknya. Dia kemudian menyadari sesuatu yang ada di genggaman lelaki bersurai biru gelap tersebut,

"Ano, itu untuk apa, Soraru-san?"

"Ini?" Soraru mengangkat sebuah payung merah yang dia pegang sejak dia meninggalkan rumahnya, "Ah, ini untukmu."

"Untukku?"

"Musim panas lalu aku menunjukkanku kincir angin buatanmu. Yah..." Soraru terkadang benci dirinya yang tak bisa mengekspresikan sesuatu dengan baik, "Aku tau ini tidak seberapa... Tapi aku membuatkanmu payung ini..." dia menundukkan kepalanya saat dia menyodorkan payung itu pada Mafumafu, "Maaf hanya ini yang bisa kuberikan."

"Soraru-san..." Mafumafu menerima payung tersebut dan mempelajarinya. Teksturnya terasa halus, namun kuat di jarinya. Kayunya terkesan kuat, namun cukup ringan. Rangkanya dibuat dengan baik, Mafumafu tak bisa menemukan cela apapun dalam pemberian lelaki bersurai biru gelap tersebut. Dadanya menggembang dengan kegirangan berlebih dan dia loncat untuk menarik Soraru ke sebuah pelukan erat, "Arigatou, Soraru-san! Ini bagus sekali!"

Rona merah yang muncul di pipinya Soraru semakin menebal saat dia berusaha melepaskan Mafumafu darinya, "Ba- Baka! Lepaskan aku!" Ada dua alasan kenapa dia tak ingin lelaki bersurai salju itu memeluknya. Satu, pelukannya terlalu kencang. Dua, bisa bahaya jika dia mendengar detak jantungnya yang terlalu cepat, "Mafumafu--"

Petir yang menggelegar memotong ucapannya, sekaligus membuat Mafumafu memekik kaget dan segera menarik dirinya mundur. Tidak butuh waktu lama sebelum rintik hujan turun membasahi Bumi, membasahi mereka berdua.

"Ah! Payung dari Soraru-san!" Mafumafu segera membentangkan payung merah tersebut di atas kepala mereka. Titik-titik air tersebut mengenai payung dengan keras, menciptakan suara berisik yang terus berlanjut, namun mereka tak memedulikannya.

Soraru menyadari hujan yang semakin deras mulai mengenai bahu Mafumafu, semakin membasahi kimono-nya, "Kemarilah," Soraru menarik Mafumafu mendekatinya sehingga tubuh lelaki bersurai salju itu mengenai bahu sang surai biru gelap. Entah apakah mereka menyadari wajah mereka yang sama sama memerah.

"Soraru-san--"
"Mafumafu--"

Mereka saling memandang dengan hujan deras sebagai latar belakang. Tawa mereka terlepas dari tenggorokannya mereka di saat mereka menemukan garis merah di pipi masing-masing.

Soraru adalah yang pertama kali bicara setelah tawanya memudar, "Rona di pipimu mengingatkanku akan musim gugur."

"Eh?" Mafumafu memiringkan kepalanya dengan manik merah yang berkilat oleh rasa ingin tau. Kalau Soraru lemah iman, pasti dia sudah mimisan di saat itu juga, "Maksud Soraru-san apa?"

Tarik nafas, Soraru. Dia belum legal.

Soraru mengambil nafas panjang sebelum berkata, "Ini," bersamaan dengan jempolnya yang naik untuk membelai pipi kenyal Mafumafu yang sedikit lembab oleh hujan, "Rona di pipimu mirip seperti warna daun yang berguguran di musim ini. Aku suka warnanya, indah sepertimu."

Alhasil wajah Mafumafu semakin merah, lebih merah daripada warna daun musim gugur yang tadi Soraru sebutkan. Dia terus menggeser tumpuan berat tubuhnya dari satu kaki ke kaki lainnya. Dia membungkukkan kepalanya dengan tangan Soraru masih di pipinya, terlalu malu untuk menatapnya tepat di maik safirnya.

Soraru tertawa kecil melihatnya reaksinya dan menarik tangannya kembali. Angin siang yang basah bertiup di sekitar, membawa daun dan air hujan bersamanya. Sekarang kedua kaki mereka sudah basah kuyup, namun tetap tak ada gerakan dari Mafumafu.

"Mafumafu."

Masih tak ada balasan.

"... Mafu."

Barulah lelaki bersurai salju itu mengangkat kepalanya dengan cepat. Dua manik merah itu melebar, mungkin karena dia tak pernah mendengar Soraru memanggilnya seperti. Jika memungkinkan, sapuan merah di pipinya semakin menebal.

"Mafu," Soraru memanggilnya sekali lagi sambil meraih dagu Mafumafu dengan telunjuk dan jempolnya, sekali lagi membuat tatapan mereka berada dalam satu garis lurus. Manik biru itu penuh dengan kelembutan, sedangkan manik merah itu penuh dengan kegugupan.

"Mafu," sang pemilik nama mulai merasa bahwa dia harus menghentikan Soraru dari mengucapkan namanya seperti itu, karena jantungnya berdegup terlalu kencang setiap kali panggilan itu meninggalkan bibir pucat Soraru.

"... -shi,"

Sebuah "Eh?" keluar dari mulut Mafumafu.

Sebuah senyum lembut, mungkin terlembut yang pernah lelaki bersurai salju itu lihat dalam hidupnya, menghias wajah Soraru, "Kau memang seorang malaikat, Mafumafu. Watashi no tenshi," dia memajukan kepalanya dan menutup jarak di antara mereka dengan sebuah ciuman.

(Sementara itu di kejauhan, seorang author teriak-teriak gak jelas di rumahnya)

Soraru dapat merasakan Mafumafu menegang atas kontak tiba-tiba tersebut. Untuk sesaat, yang dia lakukan hanyalah menyatukan bibir mereka, namun dia sendiri terkejut saat Mafumafu membuka mulutnya, seakan-akan mengizinkan Soraru untuk melakukan lebih.

Tak ingin menyia-yiakan kesempatan. tangan Soraru naik ke belakang surai salju tersebut dan tangan satunya lagi membelai pipinya di saat dia mencari sudut yang pas untuk menciumnya lebih dalam. Tangan Mafumafu sendiri naik untuk mencengkram kimono Soraru selagi lidahnya mengelilingi rongga mulut miliknya.

Di saat bibir mereka berpisah, seutas benang saliva dapat terlihat di balik uap hangat yang mulut mereka hasilkan. Mafumafu memberi Soraru senyum terlebar yang pernah dia lihat seumur hidupnya sebelum menghamburkan diri ke tubuh lelaki bersurai biru gelap di hadapannya. Soraru berhasil menangkap gagang payungnya sebelum terjatuh mengenai tanah yang basah, maka dia mengembalikan pelukan tersebut dengan melingkarkan lengannya di pinggang lelaki bersurai salju tersebut.

"... Apa Soraru-san serius soal itu?" suara Mafumafu sedikit terendam dikarenakan wajahnya yang terkubur di kimono Soraru.

Soraru memberinya anggukan kecil, "Maaf aku tadi mengejutkanmu."

"Tidak apa-apa, Soraru-san," dia seakan-akan bisa membayangkan Mafumafu tersenyum di dadanya yang terbungkus kimono, "Aku hanya tak menyangka bahwa Soraru-san yang akan membuat gerakan pertama,"

Soraru menggumam pelan dengan senang, lalu mengecup Mafumafu di puncak surai saljunya, "Kau masih ingin melakukan janji kita?"

"Dan melewatkan kesempatan berpelukan bersamamu di bawah hujan~? Tentu saja tidak~," Mafumafu merengek bohongan untuk kedua kalinya.

Kami-sama, kuatkan hatiku untuk tidak menciumnya lagi.

Maka berdiri di sana, di bawah naungan payung, di bawah rintik hujan di musim gugur. Suhu dingin mulai merayap dan menusuk tulang, namun mereka berhasil mengusirnya dengan kehangatan yang dipancarkan oleh satu sama lain. Detik berlalu, menit berlalu...

Mereka menolak untuk melepaskan.

~~~

A/N : UAS akhirnya selesai! Bisa molor sepuasnya! Mwahahahaha! (ditampol emak)

Panjang banget ya yang satu ini. Mentang-mentang ada "momen" jadinya harus panjang gitu biar bisa menikmati (?) suasana (apaan dah?).

Akhirnya momen yang author udah gatel buat ngetikin bisa muncul juga! Sejak ngebikin ceritanya di binder author, rasanya gemes banget gitu nulisnya, apalagi sampai ngebayangin-- (nampol diri sendiri).

Jangan ngeces dulu woi, jyjyk.

See you next time!






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top