Chapter 1 - Kembali Ke Ibukota
Di dalam salah satu paviliun yang ada di istana kerajaan. Selir Agung Zhen Qimei sedang fokus menyulam sapu tangan berbentuk dua ekor burung yang sedang terbang di atas langit saat seorang pelayan wanita datang menghadap kepada junjungannya.
"Annchi mengapa kau tampak tergesa-gesa? Apa telah terjadi sesuatu?" tanya Selir Agung Zhen Qimei menatap Annchi dengan raut wajah yang heran karena tak biasanya pelayan setianya seperti itu.
"Salam hormat Selir Agung Zhen Qimei." Pelayan tersebut memiliki nama Annchi, dia sudah lama bekerja untuk Zhen Qimei. Wanita muda tersebut membungkuk hormat dengan tergesa. Setelah diperintahkan untuk berdiri barulah dia berdiri kembali.
"Nubi tidak sengaja mendengar percakapan para pelayan di dapur saat hendak mengambil beberapa buah segar untuk Anda, kata mereka Yang Mulia Raja terluka."
"Apa kau tidak salah dengar?" tanya Selir Agung untuk memastikan lagi.
Annchi spontan menggeleng. "Nubi, tidak mungkin salah dengar Selir Agung."
Zhen Qimei meletakkan sapu tangan di atas meja terdekat secara sembarangan. Dia segera menuju ke istana utama milik raja. Di belakangnya empat orang pelayan termasuk Annchi berjalan mengikutinya.
Setibanya di istana utama, ratu dan para selir beserta pangeran dan putri berkumpul menjenguk raja. Pria berusia empat puluh delapan tahun tengah terbaring di atas ranjang mewah berlapis emas. Tampak seorang tabib laki-laki sedang memeriksa pergelangan tangan Raja.
"Ibu apa yang sedang dipikirkan?" Seorang laki-laki berusia dua puluh tahun membuyarkan lamunan panjang Zhen Qimei mengenai kejadian puluhan yang silam. Wanita yang masih kelihatan cantik dan awet muda itu walaupun usianya sudah tidak muda lagi, menoleh menatap putra sulungnya yang balas menatapnya ingin tahu.
"Bukan apa-apa, Bajie. Katakan pada Ibu ada apa mendatangi sepagi ini?" Zhen Qimei tersenyum menatap sang putra, tangannya mengusap puncak kepala Bajie dengan sayang.
"Satu jam lagi, aku akan pergi ke ibukota. Oleh karena itu sebelum pergi ingin pamitan kepada Ibu."
"Apa tidak bisa ditunda lagi keberangkatannya Bajie?" tanya Zhen Qimei, dia merasa tidak rela harus berpisah dengan putranya lagi setelah satu bulan tidak bertemu. Bajie baru saja tinggal bersamanya selama beberapa hari dan kini harus pergi lagi.
Bai Bajie menggeleng pelan. Dia sebenarnya juga tak rela berpisah dengan ibunya, tapi mau bagaimana lagi. "Tidak bisa, Bu. Mohon maafkan aku. Pihak Biro Bulan sudah mengirimkan surat kepadaku agar segera kembali."
Zhen Qimei mengembuskan napas pasrah, hingga akhirnya mengangguk mengerti. "Baiklah, Bajie. Jaga dirimu baik-baik saat ibu tidak bersamamu."
"Pasti, Bu. Setelah aku menyelesaikan semua pekerjaanku akan kembali menjenguk Ibu dan adik. Tolong katakan pada adikku permintaan maaf karena tidak pamitan secara langsung padanya," pinta Bajie.
"Baiklah, akan Ibu sampaikan. Bajie jangan lupa memberikan kabar pada Ibu tentang keadaanmu melalui Bao." Bai Bajie mengangguk tersenyum tipis, dia membawa kain buntelan di punggungnya, lalu melangkah pergi meninggalkan kediaman ibu dan saudara laki-lakinya. Bao adalah seekor merpati, sudah lama dipelihara oleh Bajie.
***
Sementara itu di tempat lain, jari-jari lentik seorang gadis dengan lihai dan pandai menggoreskan tinta hitam di atas kertas. Dia sedang menggambar rambut seorang wanita cantik. Rumput-rumput ikut bergoyang dan beberapa daun kering bergerak beberapa langkah mengikuti arah angin. Keadaan damai menjadi ciri khas halaman belakang keluarga Zhu.
"Tidak sia-sia aku meminta kau melukiskan wajah calon istriku," ujar seorang pria saat Zhu Mingmei memberikan hasil lukisannya pada Tuan Muda Liu yang duduk di kursi tidak jauh dari gadis pelukis.
"Lukisanmu begitu indah. Ini aku tambahkan lagi beberapa tael sebagai rasa terima kasihku." Tuan Muda Liu meletakkan sekantong tael perak di atas meja kayu.
"Terima kasih Tuan Muda Liu. Aku senang jika Tuan menyukai lukisanku," ujar Zhu Mingmei tersenyum.
"Nona Zhu semoga memiliki waktu untuk datang ke acara pernikahan kami yang akan dilaksanakan tiga hari lagi."
Zhu Mingmei membuka lipatan kertas undangan berwarna merah cerah khas pernikahan. "Jika ada kesempatan aku akan datang Tuan Muda Liu."
"Baiklah, kalau begitu aku pamit permisi." Zhu Mingmei mengangguk. Selepas kepergian Tuan Muda Liu, gadis itu merapikan kertas, kuas, dan tinta warna ke tempat asalnya.
Mingmei duduk di kursi, lalu tangannya membuka kantong berisi tael-tael perak dan menghitung jumlahnya. "Jumlahnya mencapai tujuh tael perak dan dua puluh empat tael perunggu." Netra mata ungu gadis itu berbinar senang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top