Part 1
Marshela Audry, gadis lajang 32 tahun yang sukses menapaki karirnya sebagai seorang manager di sebuah perusahaan besar. Anak pertama dari dua bersaudara. Shela mempunyai seorang adik perempuan yang begitu menyayanginya bernama Selena Rafika. Ia tumbuh di tengah keluarga kecil bahagia dengan ayah yang pengertian, baik, penyayang dan seorang mama yang cerewet tapi jago masak.
"Mama, ayah, Shela berangkat kerja dulu" pamit Shela sambil memasukan sebuah kotak bekal yang sudah mamanya siapkan ke dalam tas kerjanya yang cukup besar.
"Iya hati - hati" sahut Umar-sang ayah.
"Jangan pulang malam - malam Shel" ucap Naning-sang mama.
"Iya" sahut Shela lalu berjalan cepat menuju garasi dimana mobilnya terparkir.
"Kak Shela aku nebeng" ucap Fika lalu bergegas menyusul Shela.
"Mama, ayah, Lena juga berangkat ya" teriak Lena.
"Dasar mereka itu ya" seru Naning melihat kelakuan kedua putrinya.
"Kenapa sih mah" tanya Umar pada istrinya.
"Mereka itu lho, sudah dewasa tapi kelakuannya masih seperti anak kecil" sahut Naning.
"Biar aja kenapa sih mah. Nanti kalau mereka punya suami kan berubah sendiri" sahut Umar.
Raut muka Naning yang tadinya beringas kini berubah sendu. "Gimana mereka mau nikah yah, pacar aja mereka nggak punya" sahut Naning lesu.
Umar menghela nafasnya, "Apa kita carikan jodoh saja buat mereka mah?" usul Umar.
"Sepertinya itu ide bagus yah. Tapi mereka pasti nggak mau. Jaman sekarang mana ada anak yang mau dijodoh - jodohan seperti jaman dulu" sahut Naning.
"Ya mungkin kita bisa bicarakan baik - baik sama mereka mah. Biar mereka mencari pasangan mereka sendiri kalau tidak mau kita carikan jodoh" sahut Umar.
"Ya... Sebaiknya begitu yah. Karena mereka nggak mungkin terus melajang seperti itu. Umur mereka saja sudah lebih dari pas untuk menikah. Apalagi Shela" sahut Naning dengan raut muka sedihnya kala mengingat putri sulungnya itu.
"Iya mah, ayah juga sudah pingin gendong cucu. Biar rumah ini nggak sepi lagi kalau ada celotehan anak kecil" sambung Umar.
Umar adalah seorang purnawirawan TNI, sedangkan Naning dulunya membuka usaha catering kecil - kecilan. Namun seiring berjalannya waktu Naning kerap sakit - sakitan karena faktor usia sehingga membuat Shela dan Lena memaksa Naning untuk menghentikan usaha kecil - kecilannya dan menyuruhnya istirahat di rumah dan menikmati hari tuanya bersama suami dan anak - anaknya. Umar pun setuju dengan keputusan kedua putrinya itu. Alhasil mereka setiap hari menghabiskan waktunya di rumah berdua saat kedua putrinya sedang sibuk di kantor.
***
"Selamat pagi buk..."
"Selamat pagi..."
Shela hanya melempar sedikit senyum untuk setiap sapaan dari bawahan atau teman sekantornya. Meski dikenal cerdas, tegas dan disiplin, Shela juga dikenal ramah dan baik.
Shela sampai di ruangannya setelah melewati banyak ruangan. Ia duduk di kursi kebesarannya lalu mulai bekerja seperti biasa.
Ia harus membuktikan pada semua orang jika dirinya memang layak berada di posisinya sekarang ini. Tak gampang untuk mencapai posisinya seperti sekarang ini. Sudah sepuluh tahun ia bekerja di perusahaan ini.
Tiba - tiba saja moodnya memburuk setelah ia menerima intercom dari sekertaris direktur keuangan tempatnya bekerja yang menyuruhnya untuk datang ke ruangan atasannya itu.
Shela melangkahkan kakinya menuju ruangan direktur keuangan. Sebelumnya ia harus melewati meja sekertaris direktur dahulu.
Mimi-sekertaris direktur, sudah tersenyum terlebih dahulu menyapa kehadirannya.
"Ibu sudah ditunggu bapak di dalam" ucapnya sambil tersenyum jahil menggoda Shela yang sudah menekuk mukanya.
"Resek ya lo. Awas aja ntar!!" seru Shela memperingatkan Mimi sambil mengacungkan bogemannya. Namun bukannya takut, Mimi malah terkikik geli melihat Shela yang uring - uringan.
Shela masuk ke ruangan setelah mengetuk pintu.
"Selamat pagi Shela... silakan duduk" sapa Kenan pada Shela ramah dan dengan senyumnya yang mengembang.
"Selamat pagi pak" sahut Shela jutek tanpa ada sedikitpun senyum yang menghiasi bibirnya.
"Kamu tidak duduk?" tanya Kenan saat Shela tetap berdiri di tempatnya.
"Tidak pak. Ada perlu apa bapak memanggil saya?" tanya Shela tanpa basa basi karena dirinya tahu Kenan hanya ingin bermain - main dengannya. Dan ini terjadi setiap hari beberapa bulan belakangan ini.
Kenan tersenyum, "saya hanya ingin melihat dan menyapa kamu seperti biasa. Dan seperti biasanya pula saya ingin mengajak kamu makan siang" ucap Kenan.
"Dan seperti biasanya jawaban saya tidak pak. Bapak sudah menyapa dan melihat saya, kalau begitu saya permisi karena masih banyak yang harus saya kerjakan selain berdiri di sini" Shela begitu berani menyahuti perkataan Kenan. Ia pun sudah tidak perduli lagi dengan sikapnya terhadap Kenan. Karena menurutnya atasannya ini memang sudah keterlaluan seenaknya saja menggunakan jabatannya hanya untuk mengerjai dirinya seperti ini.
"Saya permisi" ucap Shela lalu keluar dari ruangan Kenan.
"Sialan!" umpat Shela setelah berada di luar ruang kerja Kenan.
"Maaf bu, ibu mengumpat siapa?" tanya Mimi dengan senyumnya yang ia kulum.
"Ngumpat elo. Elo sama - sama sialannya kek tuh orang!" seru Shela pada Mimi. Mimi memang kerap kali menggoda Shela karena ia tahu jika Kenan ada hati dengan sahabatnya ini. Shela dan Mimi sebenarnya sudah saling kenal sebelum mereka bekerja di perusahaan ini. Mereka bersahabat dari jaman mereka masih kuliah sampai sekarang Shela menjabat sebagai manager dan Mimi sebagai sekertaris direktur.
"Udah tiap hari tapi masih aja emosi lo Shel" ucap Mimi.
Shela tak menyahuti, ia langsung berjalan meninggalkan Mimi dengan hati yang dongkol.
"Bener - bener tuh orang ya. Rasanya pengen gue santet beneran deh" Shela terus saja mengerutu setelah sampai di ruangannya. Inilah aktifitasnya di pagi hari selama beberapa bulan terakhir, ia menggerutu dan mengumpat setelah kembali dari ruangan Kenan.
***
7 Agustus 2020
-Silvia Dhaka-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top