Dua: Attack
Merle gagal diselamatkan, tapi Merle tidak mati; Rick menemukan borgolnya sudah terlepas, dia juga menemukan tangan kanan Merle yang nampaknya telah dipotong menggunakan gergaji oleh dirinya sendiri untuk melarikan diri.
Hal tersebut membuat Daryl sangat terpukul dan kecewa terhadap Rick dan T-Dog. Tapi sebagai pria dewasa, Daryl akhirnya mengontrol amarahnya dengan baik dan melanjutkan perjalanan karena hidup harus tetap berlanjut.
Beralih ke perkemahan, Maia sudah membuka matanya. Sesuai janjinya, Jacqui langsung bercerita tentang kejadian awkward yang disaksikannya secara langsung pagi ini, dan dia berhasil membuat Maia ikut tertawa. Maia tak habis pikir kalau Daryl memiliki sisi yang lucu seperti itu. Yah, meskipun mereka baru bertemu.
"Jacqui?" Tanya Maia, berusaha bangkit dari ranjang dan bertumpu pada kedua sikutnya.
Jacqui langsung beranjak menghampirinya dan membantu wanita itu duduk. "Apa kau butuh bantuan?"
"Ada yang ingin kutanya," Maia tersenyum.
"Oh? Tentu saja, apa yang ingin kau tanyakan, Earline?" Tanyanya. Ekspresi Maia pertama kali saat mendengar pertanyaan Jacqui membuatnya teringat akan ekspresi Daryl pagi ini, dia tertawa lagi. "Tentang Daryl?"
"Hmm," Maia mengangguk, malu. "Menurutmu, berapa usianya?"
"Empat puluhan, sepertinya." Ujar Jacqui, dia tersenyum pada Maia dan kembali bersandar ke bangku. "Bagaimana denganmu?"
"Umurku tiga puluh tahun."
"Hanya sepuluh tahunan. Lagipula, bukannya pria yang lebih tua itu justru lebih keren?"
Mata Maia membelalak, terkejut mendengar jawaban Jacqui. "B-Bukan itu maksudku! Aku hanya bertanya.."
"Kau bertanya tentang dia karena penasaran tentangnya, kan?"
"Apa? Tidak, kok.."
"Kenapa hanya Daryl? Bagaimana denganku?"
"Ya, bagaimana--"
"Umurku empat puluh dua tahun. Oh, dan sama-sama, hun." Jacqui menyelak, lalu tertawa geli. "Akui saja, kau tertarik pada Daryl Dixon, kan?"
"Siapa yang tertarik dengan siapa?" Andrea menyambar. Entah sejak kapan wanita itu bersandar di bingkai pintu kamar RV milik Dale. Dia tersenyum ramah pada Maia, lalu melambai canggung. "Hai. Aku Andrea, dan.. uh.. maaf soal kemarin. Soal Shane juga.. dia memang agak.. kau tahu, bermasalah."
"Hai, Andrea." Maia membalas. "Tak masalah. Aku mengerti."
"Apa yang terjadi siang tadi? Aku dengar kalian gaduh sekali di luar." Tanya Jacqui pada Andrea.
"Shane menghajar suami Carol karena telah memaki dan, bahkan, sampai menampar Carol." Desis Andrea, menampakkan raut kesal. "Walaupun Shane menyebalkan, aku mendukungnya kali ini. Pria tua sinting itu memang pantas untuk dihajar."
"Oh ya? Lalu bagaimana kabar suami Carol? Dia sekarat, huh?" Sindir Jacqui, membuat mereka tertawa. "Omong-omong, langit sudah mulai gelap, apa Rick dan yang lainnya sudah kembali?"
"Belum." Kata Andrea, lesu. "Lori dan Carl mulai cemas, dan seperti biasa, Shane sang pahlawan berusaha menenangkannya."
"Pahlawan? Dia hanya sedang berusaha menggantikan posisi Rick, kurasa." Dengan sinis, Jacqui memutar bola matanya.
Maia yang tak mengerti hanya diam sambil membolak-balikkan tatapannya ke arah Andrea dan Jacqui. "Rick? Bukankah dia pendatang baru sepertiku?"
"Ya. Istri dan anaknya sudah bersama kami sejak awal karena Shane. Pria itu licik, kau tahu? Berkata kalau Rick sudah tewas dan berusaha menaklukan hati Lori. Sungguh wanita yang malang." Andrea mengintip ke jendela, mengarahkan tatapan sinisnya pada Shane. "Tentu saja Lori akan kembali lagi pada Rick meskipun mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama. Lihat saja perbedaannya. Seorang pria yang bertanggung jawab, dengan pria egois yang hanya mementingkan keperluannya seorang."
"Oh.." Maia mengangguk mengerti, lalu terkekeh. "Bagaimana bisa kalian tahu cerita-cerita seperti ini?"
"Oh, itu.. sebenarnya beberapa orang di sini juga sudah tahu. Yah, sejak kami menyadari perlakuan Shane kepada Lori sangat berbeda dengan perlakuannya terhadap kami, jadi.." Andrea geram sembari membayangkannya. "Pokoknya jauh-jauh saja deh darinya, jangan sampai terlibat masalah apa pun dengannya."
"Makan malam!" Teriak Dale dari luar, mengetuk kaca.
"Baik!" Semua orang di dalam RV berseru. Andrea berpamitan duluan, sedangkan Jacqui masih menetap di sisi Maia.
Maia mengangguk. "Kau boleh pergi, Jacqui. Aku akan baik-baik saja."
"Baiklah. Aku akan kembali dengan makan malammu, oke?" Jawab Jacqui, menepuk kepalanya. Sebelum meninggalkan RV, Jacqui memindahkan sebuah pistol yang berada di meja ruang tengah mobil wisata itu, ke meja di sisi ranjang Maia. "Untuk berjaga-jaga."
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Jacqui menutup pintu RV, dan Maia bisa melihat dari balik jendela wanita itu berjalan menuju api unggun tempat semua orang berkumpul, menyantap makan malam.
Ketika keheningan mulai merayapinya, Maia menghembuskan napas panjang, gusar. Dirinya kembali mengingat-ingat kenangan pahit di masa lampau. Ibunya, ayahanda, masa kecil yang menyakitkan-- Lupakan, suara di benaknya berbisik. Matanya lalu bergeser menutup, mencegah dirinya dari tangisan tak berguna.
Suara 'duar!' yang menggelegar membuatnya hampir menjerit. Saat matanya membuka, dilihatnya pemandangan di luar mendadak kacau balau. Segerombol walkers menyerang Camp. Di hadapannya, di balik jendela, ia menyaksikan adik dari Andrea dicabik-cabik oleh salah satu makhluk itu.
Tangannya mengepal kencang, dia teringat pesan Jacqui, dan beralih pada pistol di sisi ranjangnya. Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Maia tak ingin bergerak keluar karena salah satu tangannya sedang terluka parah, takut pergerakan sekecil apa pun bisa membuat dampak yang fatal bagi tubuhnya. Namun, semakin banyak yang mati.
Maia menarik napas dalam-dalam dan bangkit keluar, mengawasi sekeliling dengan siaga. Dengan erangan, Maia berhasil menembak salah satu walkers yang sedang bergerak mendekat ke arahnya.
"Maia! Apa yang kau pikirkan?! Masuk ke dalam!" Jerit Dale.
"Aku baik-baik saja, Dale!" Maia mengelak, melanjutkan aksinya.
Lengah, salah satu walkers berhasil menggapai punggungnya, membuat perempuan itu jatuh terhempas ke tanah. Maia memberontak ketika sang penyerang berusaha menggigit tubuhnya. Beruntung, Shane dengan cepat datang dan membunuh walkers itu.
"Kau baik-baik saja? Tergigit?" Shane menodongkan mata tombaknya ke kepala wanita itu.
"Tidak. Aku baik-baik saja."
Shane mengangguk, dengan dingin berbalik. "Lebih baik kau masuk, daripada sok membantu tapi--"
"Terima kasih, Shane." Maia tersenyum.
Pria itu berbalik lagi, kali ini membalas senyumannya dengan ramah. "Hati-hati."
Awalnya dia agak terkejut melihat betapa mudah sikap pria itu menjadi lebih baik, lalu Maia hanya memberi anggukan sebagai tanggapan untuknya sebelum bergerak bangkit. Matanya berkeliling, berharap Rick dan yang lainnya sudah kembali karena jumlah walkers yang menyerang mereka terus bertambah, sedangkan jumlah para kru terus berkurang. Semua orang akan mati jika--
"Lori! Carl!" Suara Rick terdengar dari kejauhan.
Syukurlah, Maia membatin. Wanita itu bangkit, matanya lanjut berkeliling, mencari Daryl yang juga sedang mencari dirinya di sisi lain dari perkemahan itu.
"Maia!"
Sang pemilik nama menoleh ke sumber suara, terkejut sekaligus senang melihat Daryl kembali dalam keadaan baik-baik saja. Dia mengendurkan ketegangannya, kembali bertarung.
⚰️⚰️⚰️
Maia menyipitkan mata ketika menyapa sinar mentari yang nyaris membutakannya. Dia berjalan sempoyongan ke arah RV sebelum akhirnya menyerah dan terhempas ke tanah. Salah satu tangannya yang terluka terasa begitu nyeri setelah digunakan untuk bertarung sepanjang malam.
Daryl datang beberapa saat kemudian membawa segelas air dan memberikannya kepada Maia. Wanita itu langsung menenggak habis isinya tanpa sekali pun menarik napas, membuat Daryl tak kuasa menahan diri dari cekikikan.
"Terima kasih."
Daryl tersenyum. "Bukan masalah."
Awalnya, Maia memikirkan orang-orang ini dengan serius dan begitu bersungguh-sungguh. Banyak yang mati, pikirnya. Maia agak sedih karena tidak bisa membantu mereka secara maksimal karena luka di tangannya yang membuat pergerakannya terbatas dan tak leluasa.
"Maaf." Lirih Maia. Suaranya begitu kecil, nyaris tak terdengar.
"Kenapa minta maaf?" Daryl bertanya seraya mendaratkan bokongnya di sisi perempuan itu.
"Seandainya.." Maia menunduk, menatap pistol pemberian Jacqui. "Seandainya saja aku tak terluka, mungkin aku bisa membantu lebih dari ini."
"Hey, tidak ada yang salah di sini, oke?" Kata Daryl, meremas tangan Maia yang terkepal.
"Bagaimana kakakmu?"
"Ah.."
Maia mengernyit, langsung mengerti ekspresi yang ditampakkan pria itu secara spontan. Tidak ingin membuat suasana semakin suram, Maia tersenyum.
"Aku senang kau baik-baik saja."
"Yeah, aku juga senang.. Kau nggak kabur."
Maia terkekeh. "Aku juga nggak tahu mau kabur ke mana dengan kondisi seperti ini."
"Tapi kau menginginkannya?"
"Entahlah." Maia mengedikkan bahu. Setelah mengucapkan itu, dia bangkit dan berbalik melangkah menuju RV, meninggalkan Daryl yang masih bertanya-tanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top