PRESENT
THURSDAY
SEPTEMBER 06, 2018
"Sir, bolekah aku pergi ke kamar mandi?" aku bertanya dengan tanganku yang mengacung ke atas kepada guru kalkulusku. Pria tua itu mendengus kesal sembari memberikan sinyal dengan kepalanya bahwa aku boleh pergi ke kamar mandi. Sedetik kemudian, pria itu kembali melanjutkan pembelajarannya sedangkan aku segera bangkit berdiri dan keluar dari ruangan.
Aku melewati koridor yang penuh dengan loker berwarna biru. Tak ada yang spesial dari koridor ini sampai akhirnya mataku menangkap sesuatu. Kakiku sudah hampir dekat dengan toilet--tempat tujuan pertamaku--namun, bukannya memasuki ruangan itu, aku justru menuju ke arah loker yang dipenuhi dengan bunga, post-it note, dan foto dari Star.
Beberapa hari terakhir, karena terlalu sibuk untuk menjauhi Hannah dan Kate serta harus meladeni banyak senior yang mengucapkan bela sungkawanya, aku tak menyadari bahwa loker dari Star dipenuhi oleh banyak hal.
Kami tak akan pernah melupakanmu, Star xx itulah yang tertulis di salah satu post-it note, dan hal itu berhasil membuatku menitihkan air mata. Aku segera mengusapnya, tapi hal itu tak membantu banyak, air mataku terus saja menurun, aku terus berusaha mengusapnya karena aku tak ingin menangis lagi, tapi air mataku terus terus dan terus turun. Aku mulai menyerah dan membiarkan diriku sendiri larut dalam tangisan. Kututup mulutku, mencegah diriku sendiri dari mengeluarkan suara-suara.
Mereka bilang mereka tak akan melupakan Star. Dan aku di sini, berusaha untuk melupakannya. Aku menghindar dari Hannah dan Kate yang berusaha untuk mengajakku mengobrol tentang Star. Aku justru senang ketika Dave dan Kai tak membicarakan Star. Aku telah berusaha melupakan Star.
Apakah aku adik yang baik? Aku rasa jawabannya sudah jelas tidak. Kakakku mengakhiri hidupnya, dan aku di sini, menjalani hidupku dan berusah melupakannya.
Aku tidak seharusnya melupakannya.
Adik macam apa aku?
Seharunya aku yang kini berada di posisi Star.
Aku yang seharusnya berada di dalam tanah.
Aku yakin Mom tidak akan jatuh di dalam sebuah lubang depresi seperti sekarang. Dave tidak perlu kehilangan seorang kekasih. Semuanya akan baik-baik saja.
Aku tidak pernah menjadi orang yang baik, sedangkan Star selalu baik bagi semua orang. Aku tidak berhak hidup.
Tangisku semakin keras. Kakiku seolah tak lagi mampu menumpu berat tubuhku dan aku terjatuh di atas lantai, saat itu jugalah aku merasakan seseorang memelukku. Aku mengangkat kepalaku, mendapati sosok Kai.
"Adik ipar," aku bisa mendengar suara Star ketika memanggil Kai saat sedang bergurau.
Tangisku semakin keras.
---
"Star! Kau baik-baik saja?!" Kate berteriak ketika aku duduk di hadapanya.
Hari ini aku memutuskan untuk makan siang di kafetaria, dan duduk bersama Kate dan Hannah. Keduanya nampak sedang berada di pembicaraan serius tentang mana rumah makan cepat saji yang paling baik ketika aku datang dengan makan siangku dan duduk di hadapan mereka.
Aku mengangguk. "Jangan khawatirkan aku."
Setelah mengalami break down di tengah koridor dan di hadapan Kai, yang ternyata juga akan pergi ke toilet, aku kemudian berterima kasih pada cowok itu sebelum benar-benar pergi ke toilet. Aku menenangkan diriku di dalam salah satu bilik, setelah sekitar lima belas menit, aku memutuskan keluar dan kembali ke dalam kelas. Mr. Martin, guru kalkulusku, memberikanku pandangan tajam, tapi aku beruntung dia tak bertanya apapun pun tak memberiku kelas detensi. Meski demikian, aku tahu bahwa mataku sembab dan penampilanku terlihat berantakan.
"Kau yakin?" Kate bertanya lagi, keningnya berkerut, matanya memandangiku dengan saksama.
Aku mengangguk, di saat yang bersamaan, Hannah berkata, "Kate, dia tidak membutuhkan kita."
Aku menoleh ke arah Hannah. "Aku minta maaf."
"Kau menjauhi kita selama tiga hari."
"Yeah, aku tahu," kataku, tanganku berlari pada sela-sela rambutku yang berantakan. "Aku minta maaf. Aku ... aku butuh waktu sendirian dan berpikir."
"Star ... kau tahu 'kan bahwa aku dan Kate akan selalu ada di sampingmu?"
Kate mangangguk.
"Aku tahu. Itulah kenapa aku sungguh berterima kasih karena memiliki kalian."
"Aku hanya berharap kau lebih terbuka dengan kami."
Aku mengangguk.
"Jadi, apa yang terjadi hari ini?"
Aku berdebat apakah aku harus mengatakan bahwa aku memiliki mental break down di tengah-tengah koridor. Aku tidak ingin terlihat sangat lemah di hadapan Hannah dan Kate, setelah kupikir-pikir lagi, aku terdengar begitu bodoh. Hannah dan Kate tahu jelas bahwa aku memang lemah. Tak ada lagi gunannya bagiku untuk menutupi kelemahanku.
Saat aku hendak membuka mulutku untuk mengatakan sesuatu, aku merasa seseorang duduk di sampingku. Mendongak, kudapati sosok Kai yang tersenyum ke arah Hannah dan Kate dan kemudian ke arahku.
"Hey!" Kai menyapa. Ia terlihat begitu percaya diri seolah dia tahu bahwa semua orang akan menyukainya, dan bahwa dia sangat luar biasa keren.
"Hey!" balasku dengan pelan. Kepalaku menunduk untuk memandang ke arah sneakers-ku, terlalu malu untuk memandang Kai. Kai yang menyaksikan dengan matanya sendiri betapa lemahnya diriku. Kai yang memelukku di tengah-tengah koridor karena aku menangis karena hal bodoh.
Aku mulai berpikir bahwa ketika aku melihat Kai, yang ada di otakku adalah apa yang terjadi hari ini.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah baik-baik saja?"
Aku mengangguk.
Kai menepuk pundakku. "Baguslah! Kalau begitu aku akan pergi. Dah!"
Aku mengangkat kepalaku kembali. Kai sudah bangkit berdiri dan kembali ke meja teman-temannya. Aku melirik ke arah Kate dan Hannah, keduanya membuka mulut dengan lebar.
"Apakah itu tadi Kai Knight?" Hannah bersuara setelah beberapa detik.
Aku mengangguk.
"Bukankah dia adik Dave?"
"Yup!"
"Aku tidak pernah melihat kalian berdua dekat. Apa yang terjadi?" Kate bertanya.
"Aku mengalami mental break down dan Kai membantuku," jawabku kemudian memasukkan kentang goreng ke dalam mulutku.
"Mental break down? Apa kau yakin kau baik-baik saja?"
Aku mengangguk. "Percayalah, aku baik-baik saja. Aku hanya ... segala hal tentang Star sangat berat bagi kami semua. Aku, Stormy, Dad, dan Mom. Kami semua sedang tidak dalam keadaan baik."
Kate dan Hannah bangkit berdiri, mereka berjalan ke sisiku dan memelukku.
Detik itu juga aku bertanya pada diriku sendiri. Mengapa aku menjauhi mereka selama tiga hari terakhir? Aku juga sadar bahwa kemampuanku dalam membuat pilihan sangatlah buruk.
[-][-][-]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top