PRESENT

MONDAY
SEPTEMBER 03, 2018

Ada sesuatu tentang kembali ke sekolah setelah liburan musim panas yang berhasil membuatku merasa gelisah. Star berkata bahwa semua itu terdengar menggelikan dan tidak masuk akal. Menurutnya, aku tak memiliki sedikit pun alasan untuk merasa sepertu itu. Star hanya tak paham bagaimana cara berpikirku, dan kurasa dia tak akan pernah bisa memahaminya.

Bagaimana jika ketika aku kembali ke sekolah dan mendapati semua teman-temanku membenciku? Atau bagaimana jika teman-temanku mulai menyadari bahwa aku bukanlah orang baik dan memutuskan untuk tak bersamaku lagi?

Ada banyak sekali kata 'bagaimana' dan hipotesis buruk yang menari-nari dalam pikiranku. Belum lagi fakta atas apa yang terjadi di musim panas kali ini ... semuanya semakin memburuk, aku rasa otakku akan pecah karena semua pikiran negatif yang mampir tanpa diundang.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan jantungku yang memompa darah dengan kecepatan gila. Seluruh tubuhku bergetar dan kakiku terus bergerak naik turun. Semakin mobil yang mengangkutku mendekat dengan sekolahan, semakin segalanya bertambah menggila.

Aku bisa merasakan mata Stormy yang beberapa kali terarah padaku. Tak seperti Star, aku tak begitu dekat dengan Stormy, kemungkinan besar karena umur kami yang terpaut enam tahun. Enam memang bukan angka yang begitu besar, tapi sekarang ini Stormy sudah menjadi seorang pekerja sedangkan aku hanyalah seorang pelajar, perbedaan status yang kami miliki menjadikan perbedaan yang tak sebegitu besar itu menjadi sangat besar membuatku merasa hubungan kami sedikit aneh. Di sisi lain, aku dan Stormy tak memiliki kesamaan sedikitpun, berbicara dengannya terasa seperti tengah berbicara dengan orang asing yang tak sengaja kutemui di jalan.

"Kau baik-baik saja?" Stormy bertanya, tentu saja ia tak memiliki ide sedikitpun tentang kegaduhan yang terjadi di dalam diriku

"Yeah," jawabku singkat, tak memiliki keinginan untuk menjelaskan kegelisahanku.

"Kau tahu semuanya akan baik-baik saja 'kan?"

Aku tak menjawab apapun. Stormy tak memahami bagaimana perasaanku saat ini, ia juga tak tahu apa yang nanti akan terjadi. Ia tak seharusnya mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Gedung sekolahku mulai terlihat, beberapa detik kemudian, mobil hitam milik Stormy berhenti di depan gedung. Dari tempatku, aku bisa melihat banyak wajah familiar serta wajah baru yang berada di sekitar sekolahan, beberapa terlihat begitu sumringah, dan beberapa terlihat tak ingin berada di tempat ini.

"Aku akan menjemputmu nanti," kata Stormy.

"Tidak perlu, aku bisa berjalan pulang."

"Tapi--"

"Stormy, aku akan baik-baik saja."

Stormy menghela napas, ia mengangguk sambil tersenyum.

Setelah bertukar senyum aneh, aku kemudian merangkak keluar dari mobil dan segera berjalan memasuki sekolah dengan kaki yang bergetar hebat.

"Sunny!" Aku mendengar seseorang meneriaki namaku ketika kakiku baru saja memasuki sekolah dan hendak menuju loker. Ketika menoleh, aku disambut dengan sosok Hannah yang tengah berlari ke arahku, ia kemudian melemparkan dirinya untuk memelukku, dan seperti orang aneh lainnya, aku berdebat apakah aku harus memeluknya juga atau tidak dengan tangan yang menggantung di udara, beberapa detik kemudian, aku membalas pelukannya.

Pelukan Hannah berhasil membuatku merasa tenang. Getaran pada tubuhku mulai menghilang secara perlahan dan aku mampu menghela napas dengan mudah.

Hannah melepaskan pelukannya setelah beberapa detik. "Aku minta maaf aku tak bisa datang ke pemakaman Star," katanya.

Aku tersenyum ke arah Hannah. "Kau tak perlu khawatir, Star pasti juga paham bahwa kau sedang mengunjungi keluargamu."

Hannah berasal dari Irlandia. Saat ia berumur lima tahun, keluarganya pindah ke Amerika. Setiap liburan musim panas, Hannah dan adik-adiknya akan pergi ke Irlandia dan menginap di rumah neneknya. Hannah beberapa kali mengajakku pergi ke sana, ia bilang aku akan menyukainya karena Irlandia dan Amerika adalah dua negara yang berbeda, tapi aku memiliki rasa takut untuk terbang, sepertinya berita mengenai jatuhnya pesawat terbang yang acap kali muncul berhasil mengacaukan kepalaku.

"Tetap saja, aku seharusnya pergi ke sana. Apakah kau bisa mengajakku ke makamnya?"

Aku menelan ludahku. Pergi ke pemakaman Star adalah hal yang begitu berat, aku bahkan tak ikut pergi ke sana ketika upacara pemakamannya. Melihatnya di kubur, melihat nisannya, melihat gundukan tanah tempatnya berada hanya membuat semuanya semakin nyata, dan aku masih tak ingin menerima semua kenyataan itu.

Hannah pasti menyadari rasa tak nyamanku karena ia segera berkata, "hey hey tidak masalah, kau tak perlu mengajakku ke sana. Aku bisa menanyai tempatnya ke orang tuamu atau aku bisa menunggumu sampai kau siap."

Aku menggeleng. "Bagaimana jika aku tak kunjung siap?"

"Sunny ... semuanya akan baik-baik saja."

Semua orang terus berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, aku bahkan tak lagi tahu apa arti dari baik-baik saja.

"Aku akan pergi ke lokerku," kataku pelan dan aku segera membalikkan badanku, menuju ke arah lokerku yang sudah siap menunggu bersama buku dan jadwal baru.

---

Seharian ini aku terus mencoba untuk menghindari Hannah dan Kate--teman dekatku yang lain. Aku tahu bahwa mereka akan terus berusaha untuk mengajakku mengobrol mengenai Star--Star yang sudah tak lagi di sini--dan aku masih belum siap.

Tapi, meski aku sudah menghindari dua orang itu, aku masih terus saja diingatkan mengenai Star akibat banyak sekali senior yang datang ke padaku untuk memberitahu bahwa mereka turut berduka cita dan bahwa mereka merasa kehilangan.

Aku tak mampu fokus di dalam kelas, pikiranku terus menerus berlari menuju Star, beruntung tak ada banyak hal yang kami lakukan di hari pertama kembali ke sekolah ini.

"Sunny!"

Aku menoleh, siap untuk kembali bertemu seorang senior yang mengatakan rasa dukanya, tapi aku justru bertemu dengan sosok Dave dengan senyum kecilnya

"Hey, kau akan pulang?"

Aku mengangguk.

"Mau kuantar?"

"Dave--"

"Sunny, aku akan mengantarmu pulang, oke?"

"Aku bisa pulang sendiri."

"Kau tidak mau naik bis, itu artinya kau akan pulang dengan kakimu, kau ingat bukan bahwa rumahmu sangat jauh? Lagi pula, bukankah dari dulu aku selalu mengantarmu pulang?"

"Kau tidak perlu menjagaku, Dave, kau bukan lagi kekasih Star, dia sudah tidak--"

"Sunny, aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri, ini sudah tak lagi ada kaitannya dengan Star."

Star pernah berkata bahwa Dave adalah manusia paling keras kepala yang pernah ada, aku tahu bahwa dia tak akan menyerah. Maka, aku menganggukkan kepalaku.

Dave kemudian membawaku pada mobilnya. Sambil berjalan, ia bertanya padaku mengenai bagaimana kelasku, sesuatu yang sering ia lakukan. Dave adalah kekasih Star yang paling perhatian padaku.

Dave sama sekali tak mencoba untuk membicarakan soal Star dan aku merasa bersyukur.

Ketika aku memasuki mobilnya dan Dave mulai menyalakan kendaraan itu, aku menyadari satu hal.

"Bagaimana dengan Kai?"

Dave terlihat akan bicara ketika tiba-tiba pintu penumpang terbuka dan seseorang berkata, "aku di sini!"

Aku menoleh untuk memberikan Kai sebuah senyuman kecil. Kai adalah adik Dave, ia seumuran denganku, aku beberapa kali berada di kelas yang sama dengannya. Kau bisa menyebutnya sebagai badut kelas karena ia hampir tak pernah gagal dalam membuat semua orang tertawa.

"Kai, bukankah kau bilang kau ingin latihan dengan yang lain hari ini?"

"Dibatalkan. Mereka mulai sadar bahwa latihan di hari pertama kembali sekolah adalah mimpi buruk, kita semua masih sedih musim panas sudah berakhir."

Dave tertawa kecil dan aku berkata, "latihan?"

Sambil mengeluarkan mobil dari parkiran, Dave berkata, "Kai ada di grup tari yang ia dan teman-temannya buat sendiri."

"Kau bisa menari?" tanyaku, aku mulai sadar bahwa aku tak tahu apapun mengenai Kai meski sejak dulu kami selalu pulang bersama--ditambah dengan Star. Ia memang beberapa kali tak ikut pulang bersama, namun aku selalu berpikir bahwa ia pergi bersama teman-temannya.

Kai menggaruk bagian kepalanya. "Lumayan."

"Aku ingin melihatnya."

"Aku memiliki banyak videonya," jawab Dave.

Aku tersenyum ke arahnya.

Aku bersyukur bahwa mereka tak membicarakan soal Star sama sekali.

[-][-][-]

Kalau ada yang nemu nama Keith, tolong beri tahu ya. Nama awal Kai adalah Keith tapi karena aku terus kepikiran sama Keith di Voltron, jadilah kuganti mamanya jadi Kai. Heheh

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top