Pt.2?


“Yeong Ghie!”

Berkacak pinggang lalu mengedarkan pandangannya kesekitar, maniknya begitu tajam meneliti seisi ruang, begitu hening tak ada suara.

Tiba-tiba suara gaduh samar-samar terdengar dari dalam lemari kayu yang berada tak jauh darinya berdiri, di pojok ruangan. Seutas senyum misterius terpatri. Melangkah pelan tanpa suara kearah situ, lalu mengulurkan tangan kanannya membuka pintu lemari secara cekat.

Klek!

“DOR!”

“AAAAA!!”

Seorang bocah laki-laki cilik yang bersembunyi di dalam lemari kayu itu menjerit kaget hingga berjingkat.

“Ngapain kau sembunyi di dalam sini, huh?” ia menarik pelan bocah laki-laki itu keluar dari dalam lemari lalu menggendongnya, menutup kembali pintu lemari yang terbuka.

“Istriku bisa marah kalau pakaian yang sudah disetrikanya susah-susah kau berantakin!” omelnya, Yeong Ghie yang berada di gendongannya mengerucutkan bibirnya.

“Tidak berantakan kok. Cuma sedikit lecek saja..” ucap sang bocah.

Berjalan keluar dari dalam ruangan sembari menggendong sang bocah, “Kau mau ku kirim ke penjara karna nakal?”

“Penjara itu apa?” tanya si kecil itu polos.

“Kandang singa.”

“Huh?! Tidak mau!”

“Makanya jangan nakal,” ia menuruni tangga untuk ke lantai bawah.

“Aku tidak nakal kok!”

“Lalu kenapa tidak mau berangkat sekolah kemarin?”

“Teman-temanku malesin.”

Menyipitkan mata heran, “Malesin bagaimana?”

“Tidak ada yang mau diajak berantem..” lirih si bocah.

Kekehan keluar dari bibir si dewasa, “Kau ini benar-benar copy-anku ya?”

“Apa?”

Keduanya telah berada di lantai bawah, nuansanya lebih dingin dari lantai dua.

“Di mana, Mamah?”

“Di sini!” seorang wanita cantik duduk di atas sebuah kursi sofa panjang berwarna hitam dengan satu kaki yang sengaja ditaruh di atas meja, melambaikan tangannya kearah sang bocah sambil tersenyum, di samping wanita itu ada sebuah remot televisi.

“Mamah!” tangan kecilnya menepuk-nepuk brutal bahu orang yang menggendongnya, meminta untuk diturunkan.

“Sabar-sabar.”

Yeong Ghie diturunkan, bocah laki-laki itu langsung berlari kencang penuh gembira kearah ibunya.

“Mamah!”

Grep!

“Lapar, sayang?” dengan tenaga sang ibu mengangkat putranya kemudian mendudukkan dia yang tercinta di atas pangkuan.

“Belum.”

“Mau teh?” tawar sang wanita.

Yeong Ghie menggeleng, ia menyandarkan kepalanya di dada berisi sang ibu lalu melemparkan tatapan mengejek pada seorang pria yang menggendongnya tadi, sang ayah.

Ayahnya mendesis kesal, mendudukkan dirinya di atas karpet lalu bertopang dagu, ia menunjukkan kepalan tangan kirinya pada sang bocah.

“Mau kupukul?”

“Gun!” peringatan.

“Dia menyebalkan sih..”

Yeong Ghie tertawa, ia mendongak menatap wajah sang ibu, “Mamah tadi pagi kemana?”

“Ke rumah Bibi Yerim.”

“Mamah bertemu Kak Jae?” antusias bocah.

Menggeleng sambil tersenyum membalas pertanyaan sang anak, “Kak Jae kan jam segitu berangkat sekolah.”

“Kau yang suka bolos mana paham,” serobot sang ayah pedas pada anaknya.

“Bolos itu apa, Mah?” tanya Yeong Ghie polos pada sang ibu.

“Bolos itu perbuatan tidak baik,” mengusap surai lembut bocah di pangkuannya, “Pulang dari sekolah sebelum jam seharusnya.”

“Maksudnya-?”

“Sudah sana pergi main saja!” manik iblis pria bersurai hitam itu menyipit tajam, menggetarkan rasa takut sang putra.

“M-Mamah..”

“Jangan begitu, Gun! Kau mau dia trauma padamu?!”

Park Jong Gun, pria berusia tiga puluh tahun itu mendengus lalu memalingkan wajahnya kearah lain.

“Jangan takut, Ghie. Injak kaki Ayah kuat-kuat jika dia menakut-nakutimu..” bisik [Full Name], sang ibu, pada putranya.

“Tidak berani..”

Gun menahan tawa, ia mengusap wajahnya kasar lalu berdehem, Yeong Ghie berjengkit kaget membuatnya terkekeh.

“Ghie.”

Yeong Ghie menunduk memainkan jemarinya, ia takut merespon panggilan sang ayah.

“Kau tidak dengar aku memanggilmu?”

“Dengar kok..” manik hitam Yeong Ghie bergulir menatap sang pria.

Gun mendekatkan dirinya kearah istrinya yang sedang memangku sang putra.

”Kau penakut.”

Sontak saja alis bocah cilik itu mengerut curam, “Siapa yang penakut?!” nada bicaranya kembali normal, menjengkelkan dan angkuh.

Gun tersenyum lalu melirik wanitanya yang geleng-geleng kepala, “Yang kau duduki itu istriku loh.”

“Dia ibuku!”

“Menyingkir dari pangkuannya, dia milikku!” ucap Gun.

Ghie mengetatkan rahangnya, “Mamah milikku!”

“Lama sebelum kau dibuat dan ada di dunia ini dia sudah jadi milikku!”

[Name] tertawa, “Ayo, Ghie! Lawan!”

Ghie turun dari pangkuan ibunya lalu menarik kerah kaos ayahnya kesal, “Ayah menyebalkan!”

“Oh! Main tangan?” Gun menangkis lembut pukulan-pukulan anaknya yang mulai dilontarkan ke tubuhnya, sedikit kaget karna pukulan Ghie bisa dikatakan sangat kuat untuk bocah seumurannya.

[Name] menghelakan nafas panjang, “Sudah, Ghie. Cukup!”

Ghie berhenti, ia naik keatas pangkuan ibunya sambil terengah-engah, “Mamah kenapa tidak menikah dengan Paman Minho saja sih?”

“Heh!” Gun melotot garang.

Ghie memeletkan lidahnya, “Ayah menyebalkan dan galak!”

[Name] mengecup puncuk kepala putranya lembut lalu berkata, “Kalau Mamah menikah dengan Paman Minho, nanti Kak Jae tidak punya ayah dong?”

“Tukar Ayah dengan Paman Minho dong!”

Gun geram, ia menarik Ghie dari atas pangkuan [Name], lalu mendudukkan bocah tengil itu di atas pangkuannya, sontak saja Ghie memberontak saat kedua lengan bertato sang ayah membelit tubuhnya.

“Lepas! Aku tidak mau dengan Ayah!”

“Kau mau ku kasih bogem?”

“MAMAH!”

“Gun!”

Jong Gun tak melepaskan tangannya dari sang putra, “Lepas sendiri, kau bilang kau kuatkan?”

Ghie mulai mencoba melepaskan diri dengan kasar, “Lepaskan aku!”

“Ini yang bilang istriku miliknya?” ejek Gun.

Ghie memutar otaknya, ia membuka mulutnya lalu menggigit lengan sang ayah kencang.

“Ssh! Hei! Ngapain kau?!” Gun meringis saat lengan kirinya tiba-tiba digigit kuat.

Ghie mengencangkan rahangnya, Gun langsung berdecak, ia bukan Whang Ocun yang tidak bisa merasakan sakit, pria itu melepaskan belitannya pada si bocah.

Ghie lepas, bocah itu langsung berlari kearah tangga dan naik menuju lantai atas, sebelumnya ia melemparkan tatapan mengejek kepada sang ayah yang menatapnya sambil memegangi lengan kirinya.

“Bocah itu..!”

[Name] menghelakan nafas kasar, “Berdarah, Gun?”

Gun menggeleng, ia menunjukkan tangannya yang menampakkan bekas gigitan mulut kecil, “Dagingku hampir copot.”

[Name] menarik tangannya lalu mengusap lembut bekas gigitan itu, “Sepertinya parah..”

“Tidak kok,” ucap pria itu sambil mendudukkan dirinya di samping [Name] lalu tersenyum tipis, merentangkan tangannya meminta sebuah pelukan.

Grep!

Menghirup rakus aroma wangi khas sang istri melalui lehernya, “Wangimu tak berubah.”

“Kau juga.”

Kedua tangannya bergerak nakal masuk kedalam kaos sang wanita lalu mengusap perutnya yang tak rata seperti dulu lagi lembut, “[Name].”

“Hm?”

“Sayang..”

“Ya?”

“Park Yeong Ghie Pt.2?”
















































Satu chapter lagi book ini selesai~ terharu bangetz

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top