Past


Sungguh tak terasa, akhirnya ujian kelulusan yang berlangsung selama enam hari full telah terlewati, [Full Name], gadis bersurai silver itu menahan air matanya susah payah melihat teman seperjuangannya yang menatapnya dengan air mata bercucuran.

Seragam identitas sekolah melekat di tubuhnya, di tangan kiri gadis itu menggenggam sebuah rapot, surainya digerai cantik.

“ANGKATAN SERATUS DELAPAN PULUH TUJUH, LULUS SERATUS PERSEN!”

“LULUS!”

“IBU AKU LULUS!”

“AAAA! KITA LULUS!”

“TERIMAKASIH, YA TUHAN!”

“PADAHAL AKU ASAL-ASALAN MENJAWAB SOALNYA!”

“AKU LULUS!”

“KITA LULUS!”

Yerim dan [Name], kedua gadis itu berjingkrak-jingkrak seperti yang lainnya, air mata luruh di pipi kedua gadis itu, akhirnya mereka menemui finish. Satu angkatan berkumpul di aula, berbahagia.

Para guru yang juga ada di sana di meneteskan air mata, tercipta rasa bangga di hati mereka melihat hasil didikan mereka lulus seratus persen.

Laki-laki maupun perempuan, mereka semua menangis haru dan bahagia.

“HABIS INI AKU MAU KULIAH JURUSAN KEDOKTERAN!”

“BIKIN RUMAH SAKIT YA! BIAR AKU BISA BEROBAT GRATIS!”

“AKU INGIN JADI CEO!”

“AKU MAU LANJUT KE JERMAN!”

Begitu riuh, mereka semua tersenyum bahagia.

[Name] mengusap pipinya yang basah kemudian menoleh kesekitar, “Ini bukan mimpi kan? Huhu! Aku tak percaya sekali!”

Yerim mengangguk, gadis bersurai biru tua diikat lucu itu menggigit bibir bawahnya, “Aku bahagia sekali, akhirnya kita lulus! Ingat tidak pertama kali kita bertemu?”

[Name] tertawa, suaranya serak, “Waktu MOS itu kan? Kau lupa bawa kecap? Konyol sekali!”

“Dan kau lupa bawa sendok!”

Keduanya tertawa, kemudian saling memandang dan menangis.

“Aku tak mau berpisah denganmu!” tangis [Name].

Yerim memeluk [Name], sepasang sahabat itu berpelukan erat, menumpahkan air mata di bahu masing-masing.

“Kau pikir aku senang akan jauh darimu?!”

[Name] melepas pelukan kemudian menarik ingusnya, “Ah! Sesuai janjiku, aku ingin menceritakan semuanya tentang diriku padamu, hari ini.”

Yerim mengerjapkan matanya lalu mengangguk, “Kau yakin?” kedua sudut bibir [Name] tertarik, “Ya.”

“[Name]! Yerim! AYO FOTO BERSAMA!”

Kedua gadis itu langsung menoleh kearah suara, [Name] mengangguk, barusan itu adalah salah satu teman sekelasnya yang memanggilnya.

“Ayo kesana!”

•••

Sedih. Satu kata yang mendefinisikan suasana sebuah rumah bercat kuning saat ini. Salah satu anggota keluarga rumah itu meninggal.

Dalam satu hari itu, banyak orang berkunjung kesana mengenakan pakaian serba hitam, turut berduka.

“Ka-Kakak.. Mamah, Kakak kenapa dimasukkan ke dalam situ?”

“...” sang ibu tak menjawab, wanita itu malah menatap datar raut pucat dan polos putrinya.

“[Name], anakku sayang.. ganti bajumu ya? Mau ikut ke pemakaman kakak tidak?” seorang pria paruh baya menepuk pelan bahu gadis berkaos biru terang itu.

“Pemakaman siapa? Kakak?” [Name] sontak tertawa keras, gadis itu menggaruk lehernya, tak terkendali.

“[Name], hei! Jangan begini, sayang.” Ayah [Name] menahan tangan gadis itu agar tak menggaruk lehernya.

“Pemakaman itu apa sih?” [Name] menarik nafas panjang, “Aku tiba-tiba lupa! KAKAK!”

Orang-orang di sekitar memandang sedih gadis malang itu, [Name] meraung-raung memanggil saudaranya, tak ada air mata, tatapannya kosong.

“KAKAK!”

“KAK!”

“KAKAK!”

PLAK!

“[Name's Mom]!” Ayah [Name] membentak.

Wajah [Name] terpaling kearah kiri, pipi sebelah kanannya memerah, sudut bibirnya berdarah. Bahu gadis itu langsung bergetar, dengan gerakan kaku ia menatap ibunya.

Tangan wanita itu masih melayang di udara, matanya memerah melotot, “BISAKAH KAU TENANG?!” bak sebuah pisau tajam, jari telunjuknya ditodongkan pada [Name].

“PERGI GANTI PAKAIANMU, ANAK SIALAN! SEMUA INI GARA-GARA DIRIMU!”

“[NAME'S MOM]!”

[Name] diam, gadis itu menunduk, mulutnya bergumam, “Maaf..”

Dengan gerakan perlahan [Name] berdiri dari duduknya, pandangan gadis itu kosong, kedua tangannya saling bertaut di depan, saling mencengkeram, begitu erat hingga menimbulkan luka.

“Andai Kakak tak menolongku..”

“Semua ini gara-gara aku..”

“Aku yang salah di sini..”

“Kalau saja Kakak tak menolongku,” [Name] bergumam, terus bergumam sambil berjalan kearah kamarnya.

“Pasti sekarang dia sedang main sepeda denganku.”

Maniknya bergulir ke arah jendela kamar yang terbuka, langit sore begitu indah.

“Maaf, Kakak..” [Name] luruh ke lantai, ia menggaruk lehernya sendiri dengan kasar, nafasnya naik-turun tak teratur.

“Maafkan aku!”

She's only 13.

Yerim menatap [Name] dengan tatapan sedih, gadis itu begitu iba dengan sahabatnya yang ia kira selama ini baik-baik saja, ternyata menyimpan sebuah trauma kehilangan seseorang yang begitu berharga.

Matanya yang sudah bengkak karna habis menangis kini mengeluarkan air mata lagi, “Aku tak tahu.. ukh!”

[Name] mengelus bahu sahabatnya itu lembut, “Jangan menangis! Aku baik-baik saja kok!”

“Kau kuat sekali, [Name].. kalau aku jadi kau, mungkin sekarang rohku tersangkut di kolong jembatan.”

[Name] sontak tertawa, “Itu bukan solusi yang bagus, jangan pernah berani-beraninya coba!”

Yerim mengangguk, ia menarik ingusnya, “So.. kau jadi pergi ke Aussie?”

[Name] tersenyum, ia tak menjawab, netranya menatap langit yang begitu cerah siang ini.

Kedua gadis itu kini sedang berada di atas rooftop sekolah. Setelah pengumuman kelulusan dilaksanakan tadi pagi para murid diperbolehkan langsung pulang, dan boleh juga tetap tinggal di sekolah hingga jam pulang.

“Kudo'akan yang terbaik, [Name].”

“Kudo'akan yang terbaik untukmu juga, Yerim!”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top