Miss You
Di sinilah Jong Gun dan [Name] akhirnya berada, bandara. Keduanya saling berpandangan, tangan mereka saling bertautan erat seolah enggan saling melepaskan.
“Baik-baiklah di sana.”
“Tentu,” manik abu-abu itu berkaca-kaca, “Kau juga baik-baik ya di sini.”
“Hm.”
“Jaga kesehatanmu, makan teratur, tidur teratur, dan jangan sampai makan kripik kentang expired.”
[Name] mengerucutkan bibirnya, ia mengepalkan tangannya erat-erat lalu menghantamkannya pelan ke dada Gun.
“Jangan bikin kesal deh!”
Gun terkekeh lalu menarik gadisnya itu ke dalam pelukannya. Jujur saja, dadanya terasa sangat sesak melepas gadis itu untuk pergi menempuh pendidikan di Aussie.
“Belajar yang serius, tapi jangan memaksakan dirimu.”
[Name] mengangguk-angguk, tangannya mengelus punggung kekasihnya yang terbalut jas hitam, “Uangmu nanti utuh dong, tak membelikanku cheesecake lagi.”
Pemuda itu bergumam tak jelas, ia mengecup puncuk kepala gadisnya bertubi-tubi, “Nanti saat kau sudah lulus kubelikan lagi setiap hari seperti biasanya.”
[Name] tertawa, lalu mendongak menatap wajah kekasihnya yang terhalang kacamata hitam, “Kau yakin aku akan lulus?”
“Tentu saja, kau kan gadis pintar.”
[Name] membenamkan wajahnya di dada Jong Gun lalu tersenyum penuh arti, “Do'akan ya, Gun.”
“Iya.”
Ting!
Nong!
Ting!
Nong!
“Pesawat nomor XXI dengan tujuan Australia akan berangkat sepuluh menit lagi, di mohon untuk para calon penumpang segera menaiki pesawat, jangan lupa barang bawaan anda! Terima kasih!”
[Name] melepas pelukannya, ia mengusap sudut matanya yang terasa basah, “Cepat sekali..”
Gun mengusap surai [Name] lembut, “Berangkatlah.”
[Name] memegang kopernya erat-erat, ia tersenyum susah payah, tangannya melambai sembari hendak berbalik dan pergi, “Bye-bye, Park Jong Gun. See you!”
“Bye, See you, honey..”
Tenanglah Park Jong Gun, ini hanya sebentar, tak sampai sepuluh tahun. Dia tak akan pergi selamanya, dia akan kembali, tenanglah.
Pemuda berkacamata hitam itu menatap sayu punggung kekasihnya yang kian menjauh dan hilang, kedua telapak tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, tak terlihat jika kedua telapak tangan itu mengepal begitu erat hingga urat menonjol seakan ingin keluar.
“Jangan pergi, [Name]..”
Ingin sekali berteriak lantang menghentikan gadis itu pergi, namun apa daya ia hanyalah sebatas kekasih. Tak baik menghambat gadis itu dalam mengejar cita-citanya.
Senja begitu cantik sore ini, bak sebuah lukisan di langit bagian barat. Jong Gun berjalan menuju parkiran sambil melamun, ia tak memperhatikan sekitar, hingga tak sengaja menabrak bahu seseorang.
Bruk!
“A-aw!”
Pemuda itu mengentikan langkahnya, lalu menatap sang korban yang tersungkur di atas aspal, rautnya menunjukkan rasa tak bersalah sama sekali, “Kau baik-baik saja?”
Manik iblisnya menyipit, ia melihat penampilan orang yang tersungkur di atas aspal itu, hampir mirip [Name].
Suara isakan kecil terdengar, sontak saja Gun tersentak, “Kau baik-baik saja?” pemuda itu sedikit membungkuk lalu mengulurkan tangannya.
“K-kaki R-Rashta sakit.. ukh! Sepertinya terkilir..”
‘Padahal yang tertabrak bahu.’
Jong Gun membatin bingung, ia menatap wajah gadis cantik itu yang sudah basah karna air mata, lalu mengedarkan pandangannya kesekitar, sepi.
“Kuantar kau ke rumah sakit sebagai tanda permintaan maaf,” tanpa aba-aba Gun menarik gadis itu lalu menggendongnya ala bridal style.
“E-eh?”
•••
“Tidak apa-apa, besok pasti sudah sembuh kok.”
Jong Gun bernafas lega, ia melirik sekilas gadis cantik dengan pergelangan kaki terbalut perban yang kini sedang duduk di atas brankar rumah sakit, “Baguslah, aku tak punya banyak waktu untuk hal seperti ini.”
Si kacamata hitam merogoh saku celananya mengeluarkan dompet, “Tuan bisa membayar semua total biayanya di meja administrasi,” ucap Bu dokter yang kini sedang membereskan peralatan, ia tersenyum manis pada Gun.
“Ah, baik. Terima kasih,” saat hendak keluar ruangan tiba-tiba sebuah suara lembut mengentikan niat pemuda itu.
“T-tunggu, Tuan..”
Dengan malas pemuda itu berbalik lalu menaikan sebelah alisnya pada gadis cantik yang tak sengaja ia tabrak tadi, “T-terima kasih s-sudah menolong, R-Rashta..”
Jong Gun menyipitkan matanya, ini telinganya yang tuli atau suara gadis itu yang terlalu kecil, ia tak dengar satu katapun ucapan yang keluar dari bibir tipis gadis itu, karna tak mau buang-buang waktu ia hanya mengangguk saja.
“Bisa pulang sendiri kan?” Rashta mengerjapkan matanya, ia menunduk lalu memilin jemarinya gugup.
“T-tidak.”
Jong Gun menarik nafas dalam-dalam lalu melirik Bu dokter yang masih berada di dalam ruangan, wanita paruh baya itu menatap kearahnya dengan tatapan jahil, “Antarlah di-”
“Di mana rumahmu?” dengan cekatan Jong Gun merogoh saku celananya.
“G-gangdong, perumahan II, blok enam, nomor sebelas,” jawab gadis itu cepat.
Jong Gun mengetikan sesuatu dengan cepat di atas layar ponselnya, “Oke.”
Ia memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku lalu menatap Rashta dengan raut datar, “Kupesankan taksi online untukmu.”
“Huh? A-apa?”
“Lima belas menit lagi akan sampai di depan rumah sakit, sudah kubayar, kau tinggal naik.”
Jong Gun berbalik lalu berjalan keluar ruangan dengan santai, meninggalkan Rashta yang terpaku dan Bu dokter yang terpelongo di tempat.
‘Kasihan sekali, gadis ini..’ batin wanita paruh baya berjas putih itu.
•••
Meong~
Jong Gun menatap Shiro yang duduk di atas pangkuannya, kucing hitam itu mulai sekarang hingga [Name] pulang akan bersamanya.
“Shiro tinggal denganmu sampai aku pulang, boleh kan, Gun..?”
“Hm.”
Helaan nafas keluar, tangannya terulur mengambil sebuah remot televisi yang tergeletak di sampingnya, “Dia sudah sampai belum ya..?”
Klip!
♪Dora! The explorer!!♪
Televisi menyala, film anak-anak langsung tersaji, Jong Gun terkekeh, riwayat [Name] dalam menonton Dora The Explorer di televisinya tertinggal.
“Film kesukaannya kan..?”
Ia menyandarkan punggungnya kebelakang rileks lalu tangannya bergerak mengelus bulu-bulu halus milik Shiro yang tertidur di pangkuannya, maniknya menatap fokus kartun anak-anak yang kini sedang berlangsung di layar Televisi.
“Di belakangmu, bodoh.”
“Di mana? Aku tak melihatnya.”
“Kupikir kau harus segera pergi klinik mata sekarang, rusa sebesar itu kau tak melihatnya? Gila!”
Ia usak surainya yang acak-acakan kebelakang lalu menarik nafas dalam-dalam, mencoba meredamkan amarah.
“Warugaki..”
Menatap lampu yang menyala lekat-lekat, pikirannya terbang jauh memikirkan bagaimana kondisi kekasihnya saat ini, belum juga satu hari berpisah pemuda itu kini sudah sangat merindukannya, ia ingin sekali menghirup aroma [Name] dengan rakus.
“Aitai naa..”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top