Cheesecake
“Gun, aku ingin makan cheesecake di situ!” gadis berambut panjang sepunggung yang diwarnai full silver itu menarik ujung kemeja milik kekasihnya, tangan kirinya menunjuk sebuah kafe di ujung jalan sana, nampak sepi, hanya ada beberapa pengunjung.
“Apa?” sang kekasih menaikkan sebelah alisnya, manik matanya yang berada di balik kacamata hitam bergulir kearah mana gadisnya menunjuk.
“Ayo kesitu!”
“Tidak, ini sudah sore, ayo pulang saja.”
“Aish! Tidak mau! Ayo kesana!” kedua kakinya yang memakai sepatu merek Converse berwarna putih menghentak-hentak di atas trotoar, tangannya menarik-narik ujung kemeja hitam kekasihnya dengan bibir yang dicebikan.
“Huft.. baiklah, ayo! Tapi setelah ini pulang ya?”
“YOSH! Oke!”
•••
“Makan pelan-pelan, [Name]. Tidak akan ada orang yang mencurinya darimu.”
Gadis bermanik abu-abu itu mengerjap lalu mengangguk, ia memelankan tempo mengunyahnya.
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, senja perlahan menghilang, lampu-lampu di pinggir jalan satu-persatu menyala, malam sebentar lagi datang.
“Kau aneh, Gun.”
“Hm? Cepat habiskan makananmu.”
[Name] tersenyum lalu jari telunjuk sebelah kanannya ia gerakkan untuk menyentuh pipi sebelah kiri pria yang duduk di hadapannya saat ini, Gun.
“Kenapa?” Gun menaikan sebelah alisnya saat pipinya disentuh jari telunjuk [Name], terasa dingin.
“Kau pakai kacamata hitam, ini mau malam loh.”
[Name] menunjuk keluar kaca kafe, bibirnya mengunyah cheesecake-nya tanpa henti. Langit hampir seluruhnya gelap, jam dinding di kafe menunjukkan pukul 5.30.
“Terserahku.”
[Name] berdehem, kemudian gadis itu melanjutkan acara makannya, tak memperdulikan sekitar lagi.
Tak sadar karna sangking tak pedulinya pada sekitar, sudut bibir gadis itu jadi kotor karna krim.
Gun menahan senyumnya sekuat tenaga, ia bahkan memalingkan wajahnya kearah lain, selain wajah polos kelaparan gadis di hadapannya saat ini.
“Bibirmu kotor, dasar jorok.”
[Name] mendongak, “Hng?” pipinya penuh. Kemudian ia mengusap bibirnya dengan punggung tangan, krim manis yang bertengger di sudut bibirnya hilang.
“Jangan pakai tanganmu, kenakan ini,” Gun merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah tisu basah ukuran mini.
“Telat, sudah bersih!”
Ia meminum vanilla milkshake-nya hingga habis lalu bersendawa kecil, Gun mengerutkan keningnya lalu menjitak gadis itu pelan.
“Tutup mulutmu kalau bersendawa!”
[Name] menyengir lalu melirik kesekitar, tak ada yang memperhatikannya tuh, tidak apa-apa, tak ada yang merasa tak nyaman.
“Sudah?” [Name] mengangguk, “Kau bayar ya? Hehe.”
Gun mengangguk lalu mengangkat tangan kanannya untuk memanggil pelayan, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk merogoh saku celananya mengambil dompet.
“Iya, ada yang bisa saya bantu?” seorang wanita mengenakan sebuah celemek di pinggangnya datang lalu tersenyum ramah.
“Saya mau bayar.”
“Ah sebentar, saya cek totalnya..”
[Name] memperhatikan gerak-gerik pelayan itu lekat-lekat, kemudian ia melihat kearah lain dan menangkap sosok siluet yang cukup familiar.
‘Itu bukannya-’
“Terimakasih. [Name], ayo pulang.”
“Apa?” [Name] menoleh kearah Gun.
“Ayo pulang, kau mau tidur di sini?”
“Tidak! Ayo pulang!”
Gun menggandeng tangan mungil [Name] sambil berjalan keluar kafe, sementara [Name] sibuk melihat kebelakang mencari-cari sosok siluet tadi yang tak sengaja ia lihat.
“Perhatikan langkahmu, [Name].”
“A-iya!” [Name] meluruskan pandangannya, ia menghendikan bahunya acuh, tak memikirkan lagi sosok tadi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top