Aussie | Korean


“Total semuanya tiga puluh dolar.”

[Name] merogoh sakunya mengeluarkan dompet, “Ini.”

Gadis itu menyodorkan uang pas, sang kasir menerima sambil tersenyum, “Terima kasih, selamat berbelanja kembali.”

“Iya, terima kasih.”

[Name] mengambil plastik isi belanjaannya lalu keluar supermarket, maniknya mengedar kesekitar, trotoar jalan lumayan ramai, banyak orang berlalu lalang mengenakan pakaian kerja.

Melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri, pukul delapan lebih lima menit.

“Masih pagi.”

Matahari tak seterik di Korea, gadis itu menyipitkan matanya saat cahaya surya memapar wajahnya, kedua pipinya langsung terasa hangat.

“Lumayan, vitamin D gratis..”

[Name] berjalan menuju sebuah halte lalu mendudukkan dirinya di sana, gadis itu menunggu ada taksi lewat untuk kembali ke apartemen. Maniknya bergerak ke kanan dan kiri lalu sesekali menatap palstik berisi belanjaannya di atas pangkuan.

“Hello, Ma'am.”

Ia sedikit tersentak lalu menoleh mendengar suara bass tepat di sampingnya, menaikkan kedua alisnya, “Saya?”

“Iya, orang baru ya? Aku pertama kali melihatmu.”

“Begitulah..”

“Sedang menunggu bus?”

[Name] menggeleng, “Taksi.”

[Name] menilai pakaian yang dikenakan oleh pemuda di sampingnya, serba bermerek terkenal, gadis itu tersenyum canggung.

‘Jadi ingat Gun.’

“Oh, taksi? Pagi-pagi begini taksi jarang lewat.”

[Name] mengerjapkan matanya, lalu mengerutkan keningnya, ‘Dia berbohong. Jelas-jelas tadi aku kesini naik taksi kok.’

“Oh ya?” ucap [Name] mengikuti alur kebohongan pemuda itu.

“Iya..” manik biru terangnya menelisik [Name] dari atas sampai bawah, gadis itu langsung bergerak risih.

“Mau ku antar pulang, baby girl?”

[Name] mendengus lalu tertawa kecil, akhirnya pemuda itu mengeluarkan tujuan aslinya mendekat padanya, “Tak perlu, grandpa.”

Berdiri dari duduknya lalu menghentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat, “Saya bisa pulang sendiri.”

[Name] masuk ke kursi penumpang bagian belakang taksi, sebelum masuk ia melemparkan raut mengejek pada pemuda yang sempat mau memodusinya yang masih duduk diam di kursi halte, “Dasar buaya jaman sekarang.”

“This bitch..”

[Name] yang sudah duduk nyaman di dalam mobil mendesah lega, “Saya antar kemana, Ma'am?”

“Gedung apartemen Luxury VI, Sir.”

“Alraight.”

•••

“Ck. Menyebalkan.”

Kemeja lengan panjang yang semula dikenakannya putih dan rapi kini menjadi lecek dan penuh bercak darah, mulutnya mengapit sebuah rokok menyala berdecih.

Melirik ke arah kiri, tepatnya di ambang gang sana, seorang gadis mengenakan dress pendek di atas lutut gemetaran, maniknya berkaca-kaca menatap kearahnya.

Kerutan kesal muncul di dahinya, mulutnya bergumam mengucapkan sesuatu, “Ngapain bocah itu di sini..”

Kedua kakinya melangkah santai keluar gang, melewati gadis itu begitu saja tanpa menyapa atau menatapnya.

“T-tunggu!”

Jong Gun, laki-laki itu tak menghentikan langkahnya sama sekali mendengar suara lembut gadis itu mengintruksinya.

“T-tuan, aku ingin-”

Grep!

Lengan kirinya di cekal, sontak saja pemuda itu menghentikan langkahnya lalu menepis kasar tangan yang memegangnya tanpa ijin.

“Ukh! Sakit..”

“Kau lancang.”

Gun merogoh saku celananya mengeluarkan dompet lalu melemparkan beberapa lembar uang ke wajah gadis itu, “Gunakan untuk berobat.”

Pemuda itu melepas kacamatanya lalu melemparkan death glare, gadis di hadapannya langsung ciut melihat manik iblis menyeramkan dengan bekas luka di sekitar kelopak mata.

“Jangan sampai aku melihatmu lagi.”

Netranya bergulir menatap tangan kanan gadis itu yang memerah, “Lain kali kupatahkan kakimu.”

Jreng!

Bulu kuduknya langsung berdiri tegak, suara rendah penuh intimidasi dan nampak serius itu membuatnya ketakutan.

“A-aku-”

“Aku bukan salah satu tokoh dalam drama hidupmu,” Gun hendak berbalik, “Jadi, menjauhlah sebelum ending cerita di hidupmu tak akan pernah kau temui.”

Tap!

Tap!

Tap!

Gun pergi meninggalkan si pemilik surai perak yang terdiam di tempat, tangannya menggenggam erat tali tas selempangnya.

“Tapi kau male lead dalam drama hidup Rashta..” gumamnya lirih, pipinya memerah, gadis itu jatuh cinta, dan pada orang yang salah.

Maniknya yang berkaca-kaca menatap langit sendu, hari ini mendung. Gemuruh petir mulai terdengar lalu tak selang lama rintik hujan turun.

“Lihatlah, bahkan hujan mendukungku.”

•••

“Ow! Ow! Ow! Kau bocah ya? Malah main hujan-hujanan?!”

Si psikopat pirang memukul-mukul bahu pemuda di sampingnya, “Singkirkan tanganmu, dasar menjijikkan!” desis si kacamata hitam.

“Tidak mau tahu, aku mau pulang! Kau urus sisanya!”

“Apa-apaan?! Aku pergi bukan untuk bermain! Aku membereskan crew di Gangdong!” kesalnya.

“Membereskan mereka kan hal kecil!”

“Kau mau kupukul ya?” kacamata yang semula bertengger di hidungnya dilepas lalu dilemparkan ke atas meja, mode bertarung siap.

“Oh! Ngajak baku hantam ya?! Oke! Kujab-”

Klek!

Pintu ruangan terbuka, seseorang masuk dengan santai lalu mendudukkan dirinya di sebuah kursi kayu yang kosong.

“Jong Gun, bisa kau temani aku ke suatu tempat?”

Gun melemparkan senyum kemenangan pada Goo, “Bisa.”

“HEI! APA-APAAN?! LALU KERJAANMU BAGAIMANA?! AKU GITU YANG BERESKAN?!”

“Ya, mau bagaimana lagi?”

“Sialan kau Shiro Oni!”

Gun berjalan ke pojok ruangan lalu berjongkok dan membongkar isi sebuah kardus mie instan, jangan tertipu dengan luarnya, di dalam kardus itu ada beberapa potong pakaian dengan nominal harga ratusan juta won, “Aku mau ganti baju dulu.”

Pakaian yang dikenakan pemuda bermata hitam itu basah kuyup, ia sedikit menggigil karna dingin. Di luar hujan turun dengan deras.

“Memangnya kau mau kemana, DG?” tanya Goo pada pemuda bersurai pink yang duduk tak jauh darinya.

“Kau tak sopan sekali padaku.”

Gun berkata, “Pukul saja kepalanya.”

“Apa-apaan? Haus senioritas sekali,” cibir si surai pirang itu.

Gun berjalan keluar ruangan sambil membawa satu set pakaian formal, meninggalkan DG dan Goo di dalam ruangan berbincang tak jelas tentang masalah kesopanan pada yang lebih tua.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top