Aussie
Suasana kantin sekolah saat ini sedang begitu ramai, mengalahkan riuh pasar yang buka di dekat terminal.
[Name] bersama sahabatnya, Yerim. Duduk di kursi paling ujung kantin, tempat yang tak terlalu ramai. Kedua gadis itu menikmati makanan masing-masing sambil mengobrol ringan, membicarakan ujian yang akan berlangsung minggu depan.
“Nanti pinjam buku soal kisi-kisi ujian tahun lalu di perpustakaan yuk.”
“Memangnya boleh? Biasanya di saat mepet-mepet seperti ini petugasnya tak mengijinkan buku perpus dipinjam,” bisik Yerim, [Name] membulatkan mulutnya dengan dahi berkerut.
“Iya kah? Kok begitu?”
“Bukan tanpa alasan sih petugas perpus tidak mengijinkan, biasanya buku-buku yang dipinjam murid untuk ujian kelulusan itu sering tidak dikembalikan.”
[Name] ber-oh ria, “Ah, sayang sekali.. padahal bisa saja kisi-kisi soal tahun lalu masuk ke soal ujian.”
Yerim menyibak poninya kebelakang, “Cari di internet saja, di sana pasti ada banyak kan?”
“Hm.. iya sih, tapi enak belajar itu di buku, kalau di ponsel aku tidak bisa fokus.”
[Name] menyipitkan matanya, “Kau pasti tahu kan? Godaan notif?”
Yerim tersenyum hingga menampakkan giginya, “Please, kita sama!”
Kedua gadis itu mengobrol hingga berpindah-pindah topik, sangking asiknya, dari yang awalnya membahas ujian kini sampai membahas tentang kekasih masing-masing.
“Oh, jadi dia lebih tua darimu tiga tahun.”
“Hm. Berasa jadi adiknya,” [Name] memasang raut sedih kemudian mengusap sudut matanya yang tak basah sama sekali.
“Dia orangnya dewasa kan? Maksudku.. baik begitu loh.”
[Name] mengelus dagunya berpikir, “Entahlah, iya mungkin? Selama ini dia baik padaku tuh.”
“Kalau kau?” [Name] menaikan sebelah alisnya pada Yerim, “Minho itu umurnya berapa? Sama denganmu?”
“Nope, dia lebih tua satu tahun dariku, dulu dia TK nya lambat, jadi masih SMA.”
[Name] mengangguk-angguk, “Ngomong-ngomong tentang SMA, nanti kau kuliah?” tanya Yerim.
Manik abu-abu [Name] mengerjap, kemudian ia mengangguk-angguk.
“Di mana? Di sini?”
Ia gigit bibir bawahnya pelan setelah berpikir sejenak, “Di Aussie, rencananya sih.”
“Nanti kau LDR dengan pacarmu dong?” tanya Yerim, [Name] mengangguk kikuk, gadis itu menggaruk tengkuknya.
“Ya begitu deh, do'akan ya semoga aku keterima kuliah di Aussie.’
Yerim mengerucutkan bibirnya, “Nanti kita juga berjauhan dong? Ah! [Name]! Kenapa tak kuliah di sini saja?” rengek si surai biru tua itu.
[Name] meringis, kemudian gadis itu tersenyum tipis, matanya menelisik kesekitar, “Aku ingin mencari pengalaman baru,” gadis itu menopang dagunya lalu memainkan sendok yang berada di atas piringnya yang sudah kosong.
“Kalau kau bagaimana? Mau lanjut kuliah?” tanya [Name] sambil menunjuk Yerim dengan sendok, gadis itu mengangguk lalu menyatukan kedua tangannya.
“Iya, di sini, aku tak bisa jauh-jauh dari Minho!”
Kedua sudut bibir [Name] sontak tertarik ke atas, matanya menyipit, mulutnya terbuka sedikit mengeluarkan tawa ringan.
“Dasar bucin!” ejeknya, Yerim mencebikan bibirnya.
“Kau serius, [Name]?” ucap Yerim dengan raut sedih, “Aussie? Jauh banget..”
[Name] mengangguk, kemudian maniknya menerawang jauh kedepan, “Sekalian terapi di sana.”
Yerim terdiam, ia menahan nafasnya sebentar, “Begitu..?”
Jemari gadis bersurai silver itu terulur meraih jemari sahabatnya kemudian menggenggamnya erat, “Setelah ujian selesai, aku janji, akan kuceritakan semua tentangku, yang belum pernah kau ketahui, yang bahkan hanya diriku yang tahu.”
Manik Yerim bergetar, tubuhnya langsung merinding, tatapan [Name] yang dilemparkan kepadanya begitu penuh makna.
“My bestie.”
•••
Blam!
“Wow, sorry!”
Jong Gun berdehem, kemudian ia menyalakan mesin mobilnya, “Bagaimana hari ini?”
“Melelahkan, seperti biasa,” [Name] menyandarkan punggungnya kebelakang setelah memasang sabuk pengaman.
“Lapar tidak?”
“Tidak,” [Name] mengendus pelan, ia mencium aroma berbeda, “Mobilmu kok bau.. wangi baru ya?” gadis itu bertanya-tanya.
“Mobilnya baru.”
[Name] terperangah, “Eh? Iya kah?” maniknya sontak bergerak liar menelisik sekitarnya, “Wah, aku baru sadar..”
“Pantas saja kursinya terasa lebih keras..” gumam [Name] sambil membentur-benturkan kepalanya pelan ke sandaran belakang.
“Jangan begitu, kepalamu nanti sakit!” Jong Gun mengeryitkan keningnya tak senang, pemuda itu menyetir dengan tangan kiri, tak lupa kan tangan kanannya patah?
“Uangmu banyak sekali ya?” tanya [Name] polos, gadis itu menoleh kearah kekasihnya yang sedang fokus menyetir.
“Iya.”
“Bisa buat beli kapal pesiar tidak?”
“Tidak cukup.”
[Name] mengerucutkan bibirnya, “Kalu beli kereta api?”
“Tidak.”
“Pesawat?”
“Tidak.”
“Motor?”
“Bisa.” Gadis berseragam sekolah itu mengangguk puas, “Kapan-kapan beli CB205T, Gun!”
Pemuda berkacamata hitam itu hanya berdehem, dalam batin ia bertanya-tanya, bagaimana gadis itu tahu tentang CB250T.
“Mobilmu yang lama? Kau kemanakan?” [Name] mengayun-ayunkan kakinya.
“Buang.”
“HAH?!” pekik [Name], gadis itu melototkan matanya.
Gun sontak menarik nafas dalam-dalam, kupingnya berdengung, “Bercanda, mobilnya ku jual.”
“Oh! Kukira kau serius! Sampai kaget diriku.”
‘Memang serius kok.’ Batin Jong Gun, pemuda itu tak ingin [Name] mengomelinya tanpa henti kemudian mendiaminya seharian.
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, perjalanan dari Gangseo menuju Gangnam memakan waktu yang cukup lama.
[Name] menatap keluar jendela, gadis itu mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke kaca, “Gun.”
“Hm? Lapar?”
“Tidak.”
Jantung [Name] berdegup, “Ingat tidak? Ucapanku setahun yang lalu? Saat aku naik kelas dua belas.”
Jong Gun mengetuk-ngetukkan jarinya di stir, ia berpikir, “Lupa, memangnya apa?”
“Itu loh..” [Name] menggigit pipi bagian dalamnya, “Aussie..” lirihnya.
“Oh!” Gun mengangguk-angguk, ia langsung ingat, “Kau jadi mau kesana?”
“Hm..” [Name] melirik pemuda itu sekilas, “Kau.. tak masalah jika kita berjauhan?”
“Huh? Aku? Untuk apa?” ia membelokkan stirnya dengan lihai ke kanan saat berada di pertigaan, “Aku tak masalah. Jarak bukan masalah. Apalagi kau kesana kan mau belajar.”
“Bukan untuk mencari yang lain kan?” nadanya merendah.
“Kau milikku, [Name].”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top