Hydra Terbunuh

"Mati?"

Gadis itu terlihat bingung. Dia menatap kosong di depan komputernya, ear phone terpasang di telinganya, bibirnya berkedut saat dia mengulang, "Siapa yang mati?"

"Yara Zanitha." suara pria itu sedikit serak. Dia tahu, kalau berita ini pasti akan memberi pukulan berat pada lawan bicaranya. "Kemarin. Dia ... kayaknya kesetrum. Ditemukan udah tewas 3 jam kemudian. Jenazahnya dikuburkan hari ini."

Jari-jari Hydra melengkung. Dia terkekeh, "Mati, ya?" dia menggulirkan mouse-nya. Melihat komentar terakhirnya di sebuah website. Review untuk novel terakhir Yara, Love is Beautiful. Yang tidak ada beauty-beauty-nya.

GUEKUTUKLO

Semoga lo mati kesetrum terus reinkarnasi jadi Qiandra! Modar lo! Modar lo penulis ampas!


"HAHAHAHAAHAHA!" Hydra tertawa. Membuat lawan bicaranya khawatir.

"Dee, lo tenang dulu. Lo tenang dulu."

"HAHAHAAHAHAHA! MATI DIA! BENERAN MATI!" Hydra terbahak-bahak. Dia bersandar ke kursinya. "Baru tadi malem gue nyumpahin dia mati kesetrum, sekarang ... sekarang dia mati beneran."

"Dia emang nyebelin. Penulis bajingan. Setan. Semua tulisan dia amburadul. Gue benci." Hydra terkekeh. Namun entah kenapa air matanya menetes bercucuran. Lalu mulai menangis terisak, "Gue ... gue yang nyumpahin dia."

"Dee, tenang dulu." Lexa berkata prihatin. "Ajal itu nggak pernah ada yang tahu. Ini bukan salah lo. Bahkan tanap sumpahan lo, karena ini udah waktunya bagi Yara, kita-"

Hydra tidak mau mendengar apa pun, dia mematikan ponselnya, lalu melemparkannya ke kasur.

Bibir Hydra mengukir senyuman kecil. Dia berdiri, melihat rak buku di sekitarnya.

Penuh.

Tapi masing-masing buku memiliki 5 sampai 10 salinan. Semuanya dia jaga baik-baik. Ada belasan judul, dia rawat, bahkan jamur dan rayap tidak bisa hinggap.

Nama penulisnya berbeda-beda, tapi hanya beberapa orang yang tahu kalau yang menulis adalah satu orang yang sama. Yara Zanitha.

"Ah, lo juga bisa mati ternyata." Hydra menyeka air matanya yang tidak berhenti bercucuran. "Orang sialan kayak lo ... bener-bener bisa mati."

Perasaan Hydra pada Yara sangat kompleks. Benci dan Cinta begitu kuat. 

Sebagai seorang anak yang dilahirkan di tempat pelacuran, situasi Hydra tidak pernah baik. Ibunya adalah seorang PSK terkenal awalnya, jatuh cinta pada seorang playboy -ayahnya. Dirayu, dijanjikan akan ditebus, mengandung Hydra ... dan melahirkannya.

Wanita itu terus menunggu pria itu datang menjemput, tapi sampai akhir pria itu tidak pernah datang. Pada akhirnya, ibunya nekad membawa Hydra ke rumah pria itu, hanya untuk ditolak dan diludahi.

Ditertawakan sampai mati.

Kebencian pada Hydra semakin meningkat. Di hari ulang tahun Hydra yang ke-13, ibunya yang biasanya menyiksa dan memukulinya untuk pertama kalinya tersenyum padanya. Menyanyikan lagu ulang tahun, lalu menggorok lehernya sendiri.

Kue tar putih itu menjadi merah, Hydra hanya menatap termenung sebelum akhirnya menyeringai.

Dalam tekanan syoknya, dia menendang jenazah ibunya sambil berkata, "Akhirnya lo mati juga."

Hiasan lebam dan goresan di tubuh Hydra cukup banyak. Hydra tentu saja tidak punya kecenderungan menyakiti dirinya sendiri, setiap luka di tubuhnya itu adalah mahakarya dari sang Bunda.

Dia bekerja sebagai pelayan di rumah bordil. Beberapa kali ada pelanggan yang mencoba merayunya, hanya untuk dihantam dengan botol bir lalu Hydra melarikan diri.

Hidupnya keras. Karakternya semakin bengkok.

"Ini ...."

Hydra ingat hari itu. Saat dia kabur, menodong seorang gadis SMP yang berjalan menyusuri gang sendirian, seolah menghindari dari mata banyak orang. Dia kelaparan. Jadi dia menghadang anak itu, menodongnya dengan pecahan botol, merampoknya.

***

"Kamu bisa ambil semuanya." 

Hydra melihat nametag di pakaian anak SMP itu, bernama Yara Zanitha. Kulitnya bersih, pakaian dan tasnya bagus. Begitu juga dengan sepatunya.

Yara tampak takut padanya, dia memberikan semua isi dompetnya. 

Lebih dari 2 juta. 

Hydra tercengang. 

"Kalo kurang, kita bisa pergi dulu ke ATM." Yara berkata hati-hati, "Tapi jangan sakitin aku. Aku takut sakit."

Hydra hanya merasa orang di depannya sangat bodoh. Jadi dia mengejeknya, "Lo ... goblok ya? Nggak ada sayang-sayangnya duit lo dirampok?"

Yara tercengang. Dia tersenyum dan berkata, "Aku nggak kekurangan uang. Tapi aku nggak punya temen."

Yara benar-benar membawa Hydra ke ATM, mengambil uang 5 juta, lalu dia berikan lagi pada Hydra. Dia bertanya, "Cukup?"

Hydra tampak linglung. Tapi dia masih mengangguk. "Cukup."

"Beli baju yang layak, makan yang cukup, dan terus sekolah." Yara menuliskan nomor hp-nya di kertas, menyobek kertas dari bukunya. Lalu dia berikan pada Hydra. "Kalo kurang, kamu bisa hubungi nomor aku."

Hydra sama sekali tidak memahami situasinya, tapi dia masih menerimanya. 

***

"Ah, mati, ya?" sejak hari itu, Hydra bisa kembali bersekolah, menyewa kontrakan kecil, kerja paruh waktu, memakai pakaian hangat. Dia tidak pernah menghubungi nomor Yara, tapi dia selalu berusaha untuk selalu mengetahui situasinya.

Bertahun-tahun.

Saat Hydra tahu Yara menulis novel, dia selalu menyisihkan setiap uangnya, membeli novel-novel Yara setiap kali dia gajian. 

Novel-novel yang ditulis Yara itu sialan, tapi Hydra sangat menyukainya. Bagi Hydra yang hidup dalam kekotoran, cerita happily ever after hanya cerita dongeng saja. Dia lebih suka di mana setiap tokoh di novel itu menderita.

Kesakitan sampai ke tulang-tulang.

Sama seperti dirinya sendiri.

Yara adalah salah satu cahaya paling terang dalam hidupnya.

Tapi ... sekarang dia mati.

"Hehehehe." Hydra terkekeh geli. Dia menggigit bibir bawahnya, "Jadi ... kenapa gue masih hidup?"

***

Hidup masih harus berjalan.

Hari ini, Hydra memutuskan untuk melayat ke makam Yara. Dia memakai pakaian serba hitam, matanya bengkak dan sakit. Sunglass sedikit menyamarkan wajah sembapnya.

Hatinya kosong.

Perasaannya hampa.

Dia melihat Lexa sudah menunggunya di seberang jalan, turun dari mobilnya.

Hydra membawa bunga lili putih yang kontras dengan gaun hitamnya.

Dia melangkah gontai menyeberang jalan. Melihat Lexa yang berteriak padanya, melambaikan tangannya, memintanya untuk menyingkir.

Konyol.

Hydra sama sekali tidak tahu alasan cowok itu tampak begitu histeris. Berlari ke arahnya. Namun sedetik kemudian ada rasa sakit yang meremukannya. Tubuhnya terlempar seperti digiling oleh sebuah truk.

Hydra mendengar teriakan histeris banyak orang. Lalu ada tangisan pedih dari suara yang familier.

"Oh." Hydra bergumam dalam diam, melihat truk yang mengerem setelah melindasnya. "Bener-bener digiling truk ternyata."

***

Seharusnya ... kehidupan Hydra benar-benar sudah berakhir. Jadi dia bingung saat-

"Mampus lo!"

Kepala Hydra dijambak, lalu dihantamkan ke piring berisi ketoprak di depannya.

Suara tawa menggelegar dari mana-mana.

Untuk sesaat, Hydra tidak bergerak. Sama sekali tidak bisa memahami situasinya. Segelas air dingin disiramkan ke kepalanya.

Banyak orang menertawakan bahkan melemparinya dengan tisu kotor dan sampah.

"Greisy, lo bener-bener pantas dapetin ini!"

Greisy?

Hydra memikirkan sesuatu. Setelah bingung beberapa detik, dia mengangkat wajahnya, perlahan menoleh. Menatap pemuda yang tertawa liar di sampingnya.

"Kalo gue Greisy ..." Hydra teringat salah satu scene dari novel yang dia baca. Nama Greisy tidak umum. Jadi dia hanya bisa menghubungkannya, "Lo Mario?"

"Kenapa?" pemuda itu justru menatap jijik. "Amnesia lo?"

"Oh." Hydra masih tidak memahami situasinya. Tapi sebagai anak yang dibesarkan di rumah bordil, terbiasa bersaing dengan pukulan dan tinjuan, tentu saja dia tidak bisa diam saat dipukul.

Jadi, Hydra berdiri. Menjambak rambut Mario, menariknya dan menghantamkan lutut ke perutnya.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Mario memekik kesakitan, lalu tanpa memedulikan roknya yang terangkat, Hydra mengayunkan kaki menendang wajah Mario sampai pemuda itu terlempar menubruk meja lain.

Hening.

Hydra mengambil tisu di meja, membersihkan wajahnya yang kotor. Lalu menyugar rambut panjang yang biasanya menutupi seluruh wajah 'sosok itu' ke belakang, menunjukkan mata kuning terang yang mencolok.

Salah satu alasan kenapa Greisy selalu dirundung banyak orang.

Tidak ada yang menyangka kalau akan melihat perlawanan Greisy untuk pertama kalinya. Sesaat, anak-anak berseragam SMA itu takut. Mengira kalau cewek pemalu itu sedang dirasuki iblis dan mulai mengamuk.

Hydra tidak peduli, dia melangkah menghampiri Mario yang kesulitan bangkit, menginjak bahunya sampai Mario terjatuh lagi, "Well, well, well~" dia bersenandung riang. Mata kuningnya menatap tertarik, "Jadi ... bilang sama gue, kenapa gue bisa ada di sini?"

Bukankah harusnya dia sudah mati?

***

VOTE, KOMEN, DAN JANGAN LUPA SHARE YAAAA

Yuhuuuu~

Cerita baru yang lain. Ini tema balas dendam ya. Bisa disebut heart abuse. Saya nggak tertarik sama komedi, saya lagi suka bikin cerita ; ayo kita sakit sama-sama.

Yups, ini adalah spin off dari HOW TO SURVIVE AS A VILLAIN.

Bedanya kalo Yara ini dulu karakternya lemah dan bullyable, jadi cuma bisa ditindas.

Di sini karakter Hydra favorit saya, galak. 

Saya selalu pengin nulis cerita tema Quickwear, di mana satu novel itu macem novelet, berisi banyak cerita. Masing-masing tema paling cuma 15-20 episode aja.

Cuma dari dulu saya ga cocok nulis 'sistem', yang suka baca novel China pasti familier. Saya bener-bener ga sreg gitu (bawaannya kaku, ga cocok dan kalo dipaksain ceritanya pasti ga tamat), setelah nemu alternatif lain ... ga perlu pake sistem tapi masih ada peran pendukung sejenis 'sistem', akhirnya cerita tema Quickwear saya kesampean. Hahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top