8. Her Name is Greisy [8]

Sejauh ini, saya masih seneng nulis cerita ini. Hahaha

Vote dulu.

Komen dulu.

Jangan lupa makan kalo udah magrib.

***

Mata Jimmy beralih pada Hydra, memberinya tatapan menusuk. Hydra hanya tersenyum kecil, namun pupil kuningnya menyempit. Cowok ini ...,

Hydra tahu kalau di antara semua orang, Jimmy adalah orang yang ditakdirkan menjadi yang paling sakit.

Walau Hydra sendiri mengerti Jimmy tidak berdaya, karena dia hanya bergerak sesuai plot yang ditulis Yara, dia masih paling tidak menyukainya.

Tidak ... kalau Hydra mengingatnya dengan baik. Dia memang hampir membenci semua hal yang ada di sekitarnya. Namun hal-hal yang dia sukai bahkan bisa dihitung menggunakan jarinya.

"Gue ke kelas dulu." Hydra melihat Rean, "Makasih."

Tidak ada kalimat apa pun lagi, dia berbalik dan pergi. Bahkan akting saja sangat melelahkan, terutama jika dia harus akting menyukai seseorang yang bahkan tidak layak di matanya sama sekali.

Hydra selalu menjadi sosok yang berkepribadian dingin dan kejam.

Karena dia selalu berprinsip ... sebelum orang lain menikamnya, dia akan menikam orang-orang itu lebih dulu.

Rean ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya menutup mulut.

Orang-orang yang melihat perselisihan juga mundur. Kali ini, mereka melihat 'Greisy' berjalan lurus. Kepalanya begitu tegak, matanya tidak lagi menghindar seperti apa yang dia lakukan di masa lalu.

Ekspresinya tenang. Namun dia memiliki aura 'benci aku' yang cukup kuat. 

Sesampainya di depan pintu kelas, Yara menghentikan Hydra, "Stop, Guekutuklo!"

Hydra menghentikan langkahnya. Dia melihat Yara. Yara masuk ke kelas sebentar, mendongak, melihat kosen pintu baik-baik saja, tapi saat dia melihat semua teman sekelasnya cukup hening dan tampak menunggu seseorang, dia merasakan firasat buruk.

Greisy selalu diperlakukan kejam oleh semua teman sekelasnya. Seolah dia bukan manusia.

Jadi, tidak mengejutkan kalau setiap pagi dia akan mendapat 'kejutan'.

Yara keluar lagi, dia berkata dengan ekspresi ngeri, "Mereka mungkin udah nyiapin jebakan."

"Oh." Hydra tidak peduli. Dia masuk, berdiri di ambang pintu, menyapu pandang ke sekelilingnya dengan ekspresi dingin. Satu orang melempar botol sampah ke arahnya, dia menghindar. Lalu disusul ada lemparan yang lain.

Dia disoraki.

Hydra mundur lagi.

Orang-orang tertawa. Mengejeknya sebagai pengecut. 

Namun hanya beberapa saat dia kembali. Dia mengambil sebuah sapu dari kelas sebelah, lalu menghampiri orang yang pertama melemparinya.

"Ma-mau apa lo?!" orang itu gugup. Dia melihat Hydra seolah siap untuk memukulnya, Hydra mengangkat sapu, cowok itu buru-buru melindungi kepala dengan tangannya, tapi dia tidak menyangka kalau Hydra akan menendang pinggangnya.

Cowok itu terlempar dari kursi, jatuh ke lantai. Mengaduh kesakitan.

"TERUS FUNGSI SAPU DI TANGAN LO ITU APA?!" teriak cowok yang dia jatuhkan marah.

"Buat mukul temen-temen lo yang lain." Hydra mencibir. Dia melihat ke cewek yang duduk di kursi lainnya, paling dekat dengannya. Cewek itu buru-buru mundur ketakutan. Tidak mau menjadi korban pemukulan juga. Namun saat tatapan Hydra semakin intens, cewek girly itu gemetar.

"Ka-kalo lo berani mukul gue ... gue laporin lo ke kepsek."

Hydra tadinya tidak mau melakukan apa-apa, tapi karena dia tidak diizinkan memukul, dia menghampiri cewek itu, menampar punggungnya keras.

Semua orang tercengang.

Cewek itu menangis sedih.

"Ya, laporin aja." Hydra menjawab acuh tak acuh. Namun senyuman mengejek Hydra membuat cewek itu lebih takut, "Tapi kalo begitu pulang lo kehilangan tangan atau kaki, jangan salahin orang lain."

Lawannya lebih ngeri, "Itu kriminal!"

"Terus?"

Orang-orang sudah mendengar tentang perubahan Greisy, tapi mendengar dan menyaksikan sendiri itu tidak sama. Sekarang ... Greisy benar-benar menakutkan. 

Bukan seorang pemarah, atau seorang pembunuh yang harus ditakuti.

Tapi mereka yang tidak takut pada apa pun, bahkan walau itu kesengsaraan dan kematian. Orang-orang semacam ini biasanya lebih ulet. Selama mereka bisa bangkit, mereka pasti akan merangkak untuk membalas dendam. Dia juga akan memukuli dan menyakiti orang lain tanpa pikir panjang. 

Tidak ada suara lagi. Hydra berjalan menuju mejanya, hanya untuk melihat meja itu sudah dicorat-coret banyak hal.

Pelacur.

Bitch.

Anjing.

Cewek jalang.

Sampah.

Ada begitu banyak kata-kata kotor di mejanya, dicoret dengan pulpen atau tip ex. Hydra melongok ke laci meja, ada banyak sampah di sana. Dia tidak langsung duduk, memilih cewek yang duduk paling di kejauhan, memelototinya.

Jessy.

Salah satu pengagum Rean. Cewek paling populer di kelasnya, dia sangat mencolok karena selalu memakai bandana pink ke mana-mana. Setiap pagi rambutnya akan dicatok ikal, kulitnya putih bersih. Tubuhnya mungil dan mulus.

Hydra menyeret meja, dia menatap Jessy dan berkata, "Gue bakalan ngasih lo penghargaan. Kita bakalan tuker meja."

Jessy adalah salah satu orang yang paling kompor di kelasnya. Dia yang mengarahkan orang-orang menyakiti Greisy karena menganggap Greisy merupakan saingan tersulitnya.

Jessy tentu saja tidak setuju, "Mimpi lo!"

Beberapa cowok yang menyukai Jessy juga mendekat, memarahi Hydra, "Greisy, jangan lo kira lo bisa macem-macem di kelas kita."

"Inget, lo sendirian, kita ada banyak."

"Lo kira kita takut buat mukulin lo?"

Hydra hanya menyeret Jessy menjauh dari mejanya, melempar cewek itu pada beberapa cowok yang dengan sigap menangkapnya. Dia menukar meja tanpa perlawanan, dipelototi oleh semua orang seolah merupakan aib di kelas mereka.

"Nggak takut mati lo Greisy?!" Seorang cowok lebih marah. Dia mengayunkan tangannya untuk memukul Hydra, namun Hydra menghindarinya dengan mudah.

Yang lain juga mencoba, Hydra merogoh sakunya, mengeluarkan pisau lipat, menarik tangan yang hampir menamparnya, meletakkan di meja, lalu pisau lipat di tangannya berputar dan ditancap ke arah lengan cowok itu.

Semua orang yang melihat histeris. Orang yang menjadi sasarannya juga berteriak ngeri.

Namun pisau itu hanya menusuk sela-sela jarinya. Melukai sedikit sela jarinya, ada setetes darah yang mengalir, namun jika pisau bergerak lebih jauh, itu jelas akan memotong.

Hydra berkedip, dia berkata, "Selama gue nusukin pisau ini lebih dalem, menurut lo seberapa besar luka di tangan lo?" suaranya sangat teduh dan santai.

Cowok itu ketakutan, dia tidak berani menarik tangannya lebih banyak, takut mata pisau akan menggeseknya lebih dalam. "Greisy, lepasin gue. Lepasin gue! Atau gue pastiin lo bakalan menderita."

"Oh." Hydra hanya mencondongkan mata pisau lebih dalam ke sela jari, cowok itu menjerit kesakitan.

Darah mengalir lebih banyak.

"Maafin gue! Maafin gue! Lepasin gue!"

Orang-orang juga tidak berani bergerak, saat ada seseorang yang hendak maju, Hydra hanya meliriknya dan orang itu mundur.

Greisy pasti udah gila.

Dia mungkin sekarang udah berani bunuh orang sepenuhnya.

Hati-hati, jangan terlalu deket sama dia.

Bisikan itu agak ramai. 

Jessy mencoba berani, "Greisy, lo bakalan bener-bener di DO dari sekolah."

Hydra menjawab acuh tak acuh, "Sebelum gue di DO, gimana kalo menurut lo gue gores pisau ini di wajah lo yang tiap bulan perawatan puluhan juta itu? Dengan laser atau operasi plastik, seberapa banyak bekas luka yang bisa ditutupin?"

Jessy mundur lebih jauh, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ngeri.

"Salah satu di antara kalian bisa ngadu ke kepsek, tapi gue pasti tahu orangnya." nadanya sangat lembut. "Yang udah lewat gue nggak akan memperhitungkan lagi, tapi mulai sekarang ... siapa pun yang nyoba nyakitin gue, gue pastiin bakalan bales lebih banyak."

"Gue anak yatim piatu, gue nggak takut kehilangan apa pun, tapi kalian takut." 

"Lagian ..." Senyuman Hydra terlihat aneh, "Gue masih anak di bawah umur, jadi kesalahan apa pun yang gue lakuin, ada pertimbangan berdasarkan usia saat dihukum. Right?"

"Bahkan ..." mata Greisy melirik ke arah lain, menyapu ke sekelilingnya, "Walau gue bunuh salah satu dari kalian. Gue mungkin di penjara, tapi apa gunanya? Yang udah mati masih mati. HAHAHAHAHAHA!"

Sekarang semua orang semakin yakin. Greisy sudah gila.

Tidak ada hal baik jika mereka berurusan dengan orang gila.

Mereka ingin Greisy dihukum, tapi tidak ada berani yang bersedia berkorban untuk melapor. Walau ancaman Hydra tentang 'menemukan pelapor' itu terkesan kosong, tapi tidak ada yang cukup berani untuk mengujinya.

Benar yang Hydra katakan. Jika Hydra membunuh, dia mungkin di penjara. Benar-benar mendapat hukuman, semua orang senang. Tapi mereka yang mati tetap mati. Apa gunanya untuk mereka?

Jadi ... sejak pagi, untuk pertama kalinya ... sosok Greisy yang biasanya diganggu semua orang, kali ini duduk di mejanya dengan tertib, belajar dengan serius.

Hanya saja guru-guru tampak aneh.

Kenapa meja di sekitar Greisy mendadak kosong?

***

Hydra ini ... masa lalunya terlalu dark emang.

Kalo di dunia nyata ada orang kaya dia, bagusnya emang dijauhin sih. Manipulatif + psiko soalnya. Hahahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top