[5] Inside Your Heart [3]

Kesedihan itu mencekiknya. Rasa sakit hampir membunuhnya dengan gila.

Kepedihan mencabik-cabik hatinya, tidak peduli bagaimana Hydra mencoba memisahkan diri antara kedua jiwa, kepedihan Anelise sudah terfragmentasi. Dia semakin hancur dan tersakiti.

Mungkin ... di antara semua protagonis yang sudah Hydra perankan, Anelise menjadi protagonis yang paling kesakitan.

Dia jelas memiliki orangtua, dia memiliki seorang kakak. Dia akhirnya bisa kembali ke keluarga kaya, tapi ini bahkan lebih memilukan dibanding jika dia tidak punya siapa-siapa. Tidak punya apa-apa.

Lebih baik tidak memiliki apa pun sejak awal, dengan itu dia tidak akan memupuk harapan. Dibanding mengetahui dia punya segalanya, tapi hal-hal itu tidak pernah bisa menjadi miliknya.

Hydra tersedak isak tangisnya sendiri, tidak merasakan beberapa bagian tubuhnya yang terluka berdarah lagi. Ryan bergegas memeluk putrinya, berteriak pada pelayan untuk mengambilkan sesuatu agar bisa mengikat lukanya, jangan sampai Anelise kehilangan banyak darah dan terbunuh di depan mereka.

Sejak Anelise pulang, sebagai seorang ayah ... bukannya Ryan tidak bahagia. Tapi ini adalah putri yang lebih dari 17 tahun menghilang, mereka hampir tidak memiliki kontak dekat atau hubungan emosional.

Bagi Ryan, menjemput Anelise pulang awalnya untuk memenuhi tanggung jawab. Lagipula, Anelise adalah putri kandungnya, tapi tidak bisa dipungkiri ... dibanding dengan Grizele yang dibesarkan dan dimanjakan olehnya selama ini, Ryan jelas lebih bias pada putri angkatnya.

Tapi ... bahkan walau Ryan bias, bukan berarti dia tidak berperasaan. Melihat darah dagingnya rusak dan dihancurkan, akal sehatnya menguap dan terpecah belah menjadi titik serpihan, mana mungkin dia tidak tergerak?

Anak ini adalah putri kandungnya.

Dia masih sepotong daging yang jatuh dari perut istrinya.

Mima merasa pandangannya menggelap, dia hampir jatuh tidak sadarkan diri kalau bukan karena putra sulungnya yang bergegas memeluk Mima, menahannya.

Seorang wanita paruh baya datang, melihat darah yang tercecar di lantai, dia gemetar. Dia melihat Ryan mendudukkan Anelise di pangkuannya. Wajah Ryan pucat pasi, dia bergegas mengikat pergelangan tangan Anelise.

"Kita ke rumah sakit sekarang." Ryan berkata dengan suara parau. "siapkan mobilnya. Kita akan pergi."

Darahnya sangat banyak.

Jantung Ryan berdegup keras, seolah ada duri yang tersangkut di kerongkongan, dia bahkan sulit bernapas.

"Segera!"

Kai Madava.

Sejak awal, pemuda itu terus menjadi penonton. Tidak bisa dipungkiri, kalau perilaku 'mesum' Anelise yang tanpa ragu bunuh diri di depan banyak orang membuatnya terkesiap beberapa detik. Sebagai orang yang sudah mengirim Anelise pergi, Kai awalnya tidak merasakan apa-apa.

Tapi saat ini, jantungnya tiba-tiba berdenyut. Kepalanya seperti blank beberapa saat. Kedua tangannya meremas dan lemas, sebelum akhirnya dia sadar karena teriakan Ryan.

Jadi Kai buru-buru berdiri, "Om, biar saya yang menyetir. Ayo."

Tidak membuang waktu, semua orang bergegas. Bahkan walau Grizele tidak mau, dia masih ikut pergi ke rumah sakit bersama keluarganya.

Tangisan Hydra semakin melemah, pandangannya buram, kepalanya kosong.

Dia merasa segala sesuatu di sekitarnya semakin gelap.

"Anelise, Anelise, kamu harus kuat. Mama tahu Anelise kuat." 

Hydra duduk dalam pelukan sang ayah, ibunya memegangi tangan Anelise yang terluka hati-hati, takut semakin menyakitinya. Membiarkan Kai menyetir di depan. Sementara Gozie -kakaknya Anelise- awalnya akan duduk di jok samping kemudi. Tapi Grizele memegangi lengannya, dia ingin ikut pergi. Tidak berdaya, Gozie hanya bisa memilih mobil yang lain.

Membutuhkan waktu setengah jam sampai mereka tiba di rumah sakit. Ryan bergegas menggendong putrinya yang sudah lemah, kedua kelopak mata gadis itu tertutup rapat. Wajahnya semakin pucat, napasnya lemah, Ryan ketakutan. Dia berlari ke UGD, meletakkan putrinya di brankar, beberapa perawat bergegas mendekat, mengetahui ini situasi darurat.

Ryan tidak mendengar apa pun yang dokter katakan, dia benar-benar tuli sesaat. Dia hanya mengangguk, "Lakukan apa pun yang terbaik, tolong selamatkan putri saya."

Ya, itu adalah putrinya.

Mima di sisi Ryan juga linglung, air mata tidak berhenti mengalir. 

Baru sekarang Mima melihat, seberapa sakit dan menderitanya Anelise selama ini. Padahal Anelise adalah putrinya.

Bagaimana bisa mereka bersikap acuh tak acuh pada Anelise?

***

"Kalau sesuatu yang buruk terjadi sama Anelise, itu salah aku. Itu bener-bener salah aku." Mima tidak berhenti menyalahkan diri. Mereka menunggu di depan pintu ruang operasi. Baru setengah jam, tapi setiap detiknya begitu menyayat dan menyiksa. 

Mima terus memikirkan bagaimana perlakuannya yang tidak adil. Bagaimana dia masih bisa tertawa di saat putrinya menghilang?

Mereka sebenarnya tidak diam. Mereka benar-benar mengirim banyak orang untuk mencarinya. Lalu saat itu Grizele bertanya, apa mungkin Anelise marah? Anelise sedih karena harus memberikan satu ginjalnya untuk Grizele, lalu dia pergi dari rumah.

Anelise selalu ingin pergi ke sekolah, jadi setelah dia tenang ... seharusnya dia tetap pulang, kan?

Mereka sama sekali tidak berpikir Anelise akan diculik. Mima juga merasa pendapat Grizele masuk akal, jadi dia mengirim sejumlah uang ke rekening Anelise, membiarkan putrinya hidup dengan tenang untuk sementara waktu, jika dalam beberapa minggu Anelise tidak pulang, mereka akan mengerahkan lebih banyak orang.

Mima tidak bermaksud untuk acuh tak acuh. Dia ... hanya tidak menyangka kalau kejadiannya akan sampai ke titik ini.

"Anak aku diculik, dia bener-bener diculik. Dia dikirim ke rumah bordil." Mima bahkan tidak berani membayangkan. Dia menangis semakin pedih, "dia pasti ketakutan."

Dia tersengal-sengal, di sisinya ... Ryan juga menahan napas. Memeluk istrinya lebih erat, tidak berani membayangkan setakut apa Anelise dalam beberapa minggu terakhir.

"Ini bukan salah kamu. Ini aku yang nggak berguna. Aku yang gagal sebagai seorang ayah."

Saat Anelise bunuh diri ... baru mereka melihat sosoknya yang berbeda. Selama ini, kepribadian Anelise terlalu diam dan tenang, dia tidak pernah meminta apa-apa. Dia juga tidak memiliki keluhan. Sikapnya yang tertutup memberi jarak antara Anelise dan orangtuanya. Mima dan Ryan hanya berpikir ... Anelise sangat patuh dan tidak menunjukkan terlalu banyak emosi, tanpa bertanya ... keduanya menganggap diamnya Anelise adalah persetujuannya.

Tapi malam ini, mereka tahu.

Bukan Anelise tidak memiliki keluhan, dia hanya tidak berani menyuarakan kesedihan.

Bukan Anelise tidak merasa sakit, dia hanya merasa kecil dan luka-lukanya tidak akan dipedulikan.

Rumah ini jelas miliknya, tapi dia seperti orang luar yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka.

Memikirkan itu, Mima hampir pingsan, dia tidak sanggup menanggung kepedihan.

"Anelise ... dia pasti baik-baik aja." Gozie duduk di bangku yang berhadapan dengan mereka. Hubungannya dengan Anelise bahkan lebih buruk, dia hampir sepenuhnya menganggap Anelise orang asing.

Dia adalah orang pertama yang saat tahu ginjal Anelise dan Grizele cocok, Anelise dipaksa untuk mendonorkannya.

Gozie merasa tidak enak, mulutnya benar-benar pahit. Dia mungkin membenci Anelise, tapi tidak pernah berpikir untuk memaksanya sampai mati.

"Dia ... kuat, harusnya dia baik-baik aja."

Grizele hanya mengerutkan kening, ekspresinya sedih dan terpukul. Tapi hanya dirinya sendiri yang tahu gejolak amarah yang hampir meledakan kepalanya. Diam-diam dia mengutuk.

Kalo dia mau mati, mau bunuh diri, alih-alih di luar ... kenapa dia harus caper di depan semua orang?!

Grizele mengepalkan kedua tangan.

Anelise ... semoga Tuhan ngabulin harapan lo. Lo bener-bener harus mati.

Grizele tahu orang yang mengirim Anelise ke rumah bordil adalah kekasihnya. Dia pikir, jika Anelise bisa dibunuh satu kali, dia masih bisa dibunuh dua atau tiga kali lagi. Dia memegangi lengan Kai yang duduk di sisinya, mendongak, menatap wajah Kai yang seputih kertas.

Reaksi Kai agak aneh.

Entah kenapa ... Grizele merasa saat ini situasinya ada di titik krisis?

"Kai." Grizele memanggil lemah, suaranya lembut dan membujuk. Kai mengerjap, seolah ditarik dari lamunan, perlahan dia menoleh dan menunduk. Benar-benar linglung? Ada apa?

***

Kehendak Dunia : Ini sia-sia, kamu mengejar untuk dibunuh dan dihancurkan. Mati dengan cara kejam berkali-kali itu sakit, kenapa kamu tidak mau melepaskannya saja?

Lexa : Haruskah?

Buat Manteman yang minta ARC 5 dipost di KK biar panjang dan up cepet, jujur saat ini authormu nggak kuat. Hahahahahaha



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top