5. Her Name is Greisy [5]

Pada akhirnya, Rean menyerah untuk menunjukkan benda di antara kedua kakinya, membuat Hydra menyorakinya, kecewa.

Rean benar-benar merasa terhina. Di depan Hydra, mendadak dia merasa lebih murah dibanding pelacur di pinggir jalan. Demi menjaga martabat terakhirnya, Rean hanya memperingatkan Hydra agar tidak memikirkan hal yang tidak masuk akal lagi tentangnya.

Hydra hanya tersenyum dan setuju.

Membuat Rean untuk sesaat tidak bisa berkata-kata.

"Lo ... kenapa lo bisa berubah sedrastis ini?" tanya Rean ragu. "Sampai tadi pagi, bukannya lo masih jadi anak ayam pecundang? Kenapa tiba-tiba lo bahkan berantem sama dua cowok yang nggak bisa lo sakitin sama sekali?"

"Siapa yang tahu?" Hydra menjawab dengan senyuman humor. "Mungkin, gue terlalu capek."

Capek karena martabatnya terus direndahkan oleh semua orang di sekitarnya.

Hydra meminum obatnya tanpa banyak keluhan. Lalu dia turun dari ranjang, berjalan tertatih melewati Rean, dia berbalik, menatapnya lagi dan berkata, "Gue ... masih harus bilang makasih."

Rean tidak tahu bagaimana harus meresponsnya. Namun dia masih menjawab, "Gue nggak ada di pihak lo."

"Gue tahu." Hydra menjawab dengan nada ringan. "Di dunia ini ... nggak akan ada seorang pun yang berpihak sama gue, gue selalu tahu ... tapi saat pertama kalinya lo nyelametin gue di masa lalu, lo ibarat pilar dalam hidup gue. Jadi, tanpa sengaja ... gue jadi orang yang obsesif, gue nggak sadar kalo apa yang gue lakuin bikin lo ngerasa terganggu."

"Sekarang ... gue lebih sadar diri, gue juga bakalan jaga jarak." Hydra terkekeh, matanya menyipit, manik terangnya tampak sepi. "Gue nggak akan pernah ganggu hidup lo lagi."

Lalu cewek itu melangkah pergi begitu saja.

Rean berbalik, menatap punggung kecil yang semakin jauh dan sepi. Langkah Hydra pincang, dia tampak kesulitan untuk berjalan. Tapi dia tidak meminta bantuan.

Dia tidak membutuhkan pertolongan siapa pun.

Rean membuka mulutnya, seolah ingin memanggil dan mengatakan sesuatu.

Tapi pada akhirnya Rean menutup mulut. Ada rasa sakit samar yang membuatnya tidak nyaman. Seolah memiliki naluri untuk melindunginya, melindungi sosok yang begitu diasingkan dunia dan semua orang.

Apa yang gue pikirin?

Rean mengeluh dalam hati.

Gue sama Greisy sama sekali nggak ada hubungannya, kalo dia mutusin buat menjauh, bukannya itu justru bagus?

Hanya saja Rean tidak mengerti. Semakin dia yakin dengan pemikirannya, semakin besar rasa tidak nyaman yang menguasainya.

***

"Kenapa kita nggak minta bantuan Rean?" Yara bingung. Matanya sudah bengkak, dia berjalan di samping Hydra yang begitu keras kepala. "Gue pikir, selama lo minta bantuan, dia mungkin bakalan luluh?"

"Lo sama sekali nggak ngerti taktik ini." Hydra menghela napas, bergumam pelan, "Cowok itu semakin dikejar semakin bangga. Greisy udah lama jadi stalker-nya, sekarang tiba-tiba dia denger stalker-nya tobat, mana mungkin dia nggak ngerasa kehilangan?"

Perasaan itu seperti layangan. Yang harus ditarik-ulur di waktu yang tepat.

Yara hanya membulatkan bibirnya. Hydra mencibir, sebagai penulis ... bahkan hal sesederhana ini saja Yara sangat bodoh. Tidak heran dia gagal di semua misi.

"Tapi gimana kalo Rean justru lega dan nggak bakalan dateng jagain Greisy sama sekali?"

"Itu mustahil."

"Kenapa?"

"Karena takdir Rean yang nggak bisa diubah, dia harus jatuh cinta sama Greisy." 

Yara tercengang. Dia bertepuk tangan sekali. "Lo bener!"

Pada dasarnya, garis Reanders harus jatuh cinta pada Hydra tidak bisa diubah, itu adalah plot inti. Apa yang dilakukan Hydra hanya mempercepat proses galaunya Rean. Buat cowok itu semakin tersudut dan tidak berdaya.

Sejujurnya gue sekarang juga bertaruh. Kali ini Hydra tidak mengungkapkan pikirannya, dia tidak mau membuat Yara cemas. Gue tahu perilaku gue yang nantang protagonis lainnya terlalu awal bisa nyiptain butterfly effect yang lebih kejam, harusnya gue lebih tenang dan hati-hati sebelum mastiin Rean sepenuhnya jatuh ke tangan gue.

Karena para protagonis terlalu kaya, sementara Greisy terlalu miskin. Hidupnya sudah seperti di ujung tali, kalau dia tidak mendapatkan pegangan lebih awal, sebelum membuat para protagonis lain jatuh cinta padanya ... ini sama seperti dia bunuh diri.

Tapi saat mengingat bagaimana perilaku para bajingan ini pada Yara, Hydra tidak tahan walau hanya untuk berpura-pura. Hatinya sakit walau hanya untuk berakting di depan mereka.

Jadi ... dia hanya bisa bertaruh, merangsang Rean untuk lebih cepat jatuh cinta padanya.

"Hydra, lo bener-bener cerdas." Yara tertawa bahagia. Setiap langkah Hydra tampak sembrono, tapi setelah Yara memikirkannya, dia berpikir ini juga cukup masuk akal. "Hebat."

Hydra tersenyum samar. Cewek di sisinya ini ... hampir tidak pernah mengalami kesulitan yang terlalu tinggi di kehidupan awalnya, semua yang diatur di sekitarnya dipertimbangkan dengan hati-hati oleh keluarganya.

Dalam keadaan normal, seseorang semacam Hydra bahkan tidak layak memasuki wilayahnya. Siapa yang tahu nasib orang begitu tidak terprediksi?

Dua orang yang seharusnya seperti cahaya dan kegelapan yang berseberangan, kali ini harus bersama-sama melewati situasi antara hidup dan mati.

Hydra benar-benar bertekad ; Gue harus cepet-cepet nyelesain plot-nya, dan ninggalin satu demi satu buku ini.

***

"Ini agak nggak biasa, kan? Sejak awal lo penasaran soal Greisy?"

Edo benar-benar dibuat terkejut. Tiba-tiba saja Rean memintanya untuk menyelidiki latar belakang Hydra. Sosok cewek yang sebelumnya dianggap Rean sebagai serangga yang tidak layak dilihat matanya, mendadak memunculkan niat Rean untuk mengenal lebih jauh tentangnya.

Apa yang terjadi dalam satu hari ini?

"Jadi ... dia anak angkat?" Rean bergumam pelan. Di kamarnya, dia duduk di sisi ranjang, masih memakai seragam sekolahnya. Melihat lembar demi lembar laporan yang diberikan Edo.

"Ya, dia anak angkat. Sebelumnya dia yatim piatu, dia diadopsi. Awalnya, orang tua angkatnya cukup baik sama dia, sebelum akhirnya mereka punya anak kandung sendiri. Sikap mereka mulai bias. Greisy mengalami kesulitan hidup, sejak kelas 1 SMP, dia mulai bekerja part time, dari info yang gue dapet, dia juga bertanggung jawab buat beres-beres dan memasak di rumahnya."

"Di SMA, dia ngambil kerja part time di 3 tempat. Restoran, toko buku, dan toko kue. Dia kerja di toko kue dari jam 4 pagi sampai jam 7, dia bagian prepare. Kebetulan lokasinya deket ke sekolah. Pulang sekolah jam 4, dia kerja di toko buku sampe jam 7. Setelah itu, dia juga kerja di restoran sampe jam 11." Edo tidak bisa menahan perasaan takjubnya, "Cewek ini ... agak di luar dugaan?"

Prestasinya di sekolah masih baik-baik saja. Terlalu tangguh.

Nasibnya agak menyedihkan terutama mengingat di sekolah dia juga jadi korban perundungan.

"Apa dia nggak punya temen?" tanya Rean akhirnya.

"Dia sesibuk itu, dia nggak punya waktu buat berteman. Apa lagi, gue denger dia pas MOS nolak Jimmy, bikin Jimmy dendam. Awal dia dibully itu karena Jimmy." 

"Dia nolak Jimmy? Jeremiah?"

"Yo."

"Kenapa?"

"Dia bilang, dia punya seseorang yang dia suka." Edo berkata ragu-ragu.

Rean tidak bisa berkata-kata. Dia menatap kertas di tangannya yang menjadi seberat barbel 10 kg. Lalu menjatuhkannya, memijat pangkal hidungnya.

"Jimmy punya kualitas yang bagus. Dia populer dan kaya, kenapa Greisy nggak mikirin konsekuensi dari nolak cowok dengan pride setinggi itu?"

"Di luar dugaan, walau kelihatannya rapuh, Greisy ini keras kepala. Dia udah jatuh cinta sama satu orang, jadi dia berusaha mati-matian pertahanin perasaan itu tanpa peduli konsekuensinya." Edo dulu tidak memiliki kesan yang terlalu baik tentang Greisy, apa lagi ada terlalu banyak rumor di sekitarnya. "Cowok yang dia suka itu ... lo, kan?"

Rean tidak bisa berkata-kata.

"Dia bener-bener berani nolak Jeremiah demi lo, Reanders."

***

Aw. Jadi sebenernya Greisy ini lumayan berkarakter. Konsisten pada 1 orang tanpa peduli resikonya. Uhuk.

Ayo vote dulu.

Komen dulu.

4 nama protagonis cowok udah keluar, sisa dua nih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top