21. Her Name is Greisy [21]

"Lo juga pergi sekarang?"

"Ya." Halard tersenyum kikuk. "Gue kali ini diusir."

Hydra bahkan tidak perlu bertanya tentang kronologinya, dia mengerti semuanya pasti campur tangan Jimmy. Bibir Hydra mengukir senyuman kecil. "Hati-hati di sana. Semoga lo nggak ngebully cewek yang nggak bersalah di luar negeri."

Halard tertawa kecil, "Sori."

Mereka ada di kelas. Sosok Halard berdiri menjulang tinggi. Pria itu memakai jaket tebal, menutupi setengah wajahnya dengan leher jaket. Ada lebam di ujung matanya. Sepertinya ... Halard bahkan dipukuli keluarganya.

Ada banyak orang di kelas saat ini, tapi melihat percakapan Halard dan Greisy, orang-orang itu tanpa sadar memelankan suara mereka. Mencuri dengar, ingin tahu gosip terbaru tentang mereka.

Greisy ini benar-benar sangat beruntung. Bukan hanya menarik perhatian Rean dan Jimmy, tapi bahkan teman-temannya Jimmy juga satu demi satu memberikan atensi.

"Greisy ... gue berharap lo selalu baik-baik aja." Halard meletakkan kartu di meja, lalu menggeserkannya ke arah Hydra. "Ini mungkin nggak seberapa, tapi lo bisa pindah dari rumah lo, seenggaknya cukup buat biaya hidup dan kuliah. Ini ... tabungan gue."

Hydra menerimanya, menatap Halard ragu, "Gue ... dipelihara?"

"Gue sebenernya berharap bisa ngasih lo sesuatu. Lo tahu? Selama bertahun-tahun, gue nyakitin lo, ini sedikit kompensasi. Gue harap, lo bisa menjalani hidup yang baik." Halard tahu mungkin Greisy akan menolak dan tersinggung. Tapi selain uang, Halard tidak bisa memberikan kompensasi dalam bentuk lain.

Hydra terdiam beberapa detik, lalu tersenyum, "Nggak ada orang yang nggak suka uang, gue terima permintaan maafnya."

Hydra bukan tipe orang yang akan menyiksa dirinya sendiri. Ada seseorang yang rela mengeluarkan uang untuknya, apa gunanya menjadi munafik dan menolak? Mengingat Halard bilang ini cukup baginya untuk pindah bahkan biaya hidup sampai lulus kuliah, jumlahnya jelas tidak sedikit.

Melihat Hydra menerimanya, Halard bernapas lega. Ada senyuman di bibirnya, "Gue mungkin agak susah ngasih bantuan dalam beberapa tahun ke depan. Lo ... sebaiknya pulang pergi naik taksi, jangan jalan kaki, apalagi ngelewati tempat-tempat sepi sendiri."

Halard sedikit membungkuk. Berbisik di telinga Hydra, "Jimmy ... dia punya rencana buruk. Gue takut dia dan beberapa orang lainnya nyulik lo, jadi lebih hati-hati."

Hydra tertegun beberapa detik, Halard mundur. Wajahnya sangat pucat, matanya tampak layu. Jelas berharap bisa melakukan hal yang lebih banyak, tapi dia tidak berdaya. Saat ini, keluarganya ada di luar. Mereka hanya memberi Halard waktu 20 menit sebelum pergi. Halard memohon diizinkan melihat Greisy untuk terakhir kalinya.

Keluarganya tahu mereka tidak bisa begitu keras. Jika mereka menekan Halard terlalu banyak, itu hanya akan menimbulkan pemberontakan yang lebih beringas.

"Makasih, Halard." Hydra terkekeh. "Gue bakalan lebih berhati-hati."

Ada ketukan di pintu. Seorang pria paruh baya menatap Halard di ambang pintu. Halard memasang ekspresi kusut, namun pada akhirnya dia masih harus bergegas.

"Gue harap bisa ketemu lagi di masa depan, Greisy. Jaga diri lo." 

Hydra setuju. Lalu Halard pergi, Hydra duduk di kursinya, mengeluarkan buku dan mulai mempelajarinya, bersikap seolah tidak merasakan tatapan yang terarah padanya dari berbagai sudut.

Yara duduk di tepi meja. Dia menghela napas, "Guekutuklo, cuma sisa 3 orang, selama berhati-hati, lo nggak perlu diculik."

Hydra meliriknya, tersenyum kecil, "Kenapa gue harus nggak diculik? Ini plot utamanya."

Penculikan itu akan menjadi neraka terdalam. Dibanding mencoba menghindarinya, Hydra lebih suka untuk secara langsung menghadapinya. Dia melirik kaos kakinya yang panjang setengah betis, dia meletakkan pisau di sana. Bisa digunakan kapan saja saat dia membutuhkannya.

Hydra selalu jernih, tahu hal yang bisa dan tidak bisa dia lakukan. Dibanding menghindari takdir yang jelas tidak mungkin, Hydra lebih suka secara langsung menghadapinya dengan brutal.

Bibir Hydra membentuk lengkungan aneh. Bergumam pelan, sepertinya sudah lama sejak terakhir kali dia menyakiti seseorang.

***

Kehidupan Hydra benar-benar monoton. Dia menemukan Rean sering kali menatapnya di kejauhan, cowok itu jelas berusaha keras menahan diri untuk tidak mendekatinya dan bicara padanya. Berharap Hydra akan mengambil inisiatif untuk berbicara padanya lebih dulu. Walau bagaimanapun, Rean dibesarkan sebagai seorang 'Pangeran', dia memiliki harga diri yang tinggi.

Dia jelas sudah ditolak, dia tidak berani merendahkan diri hanya demi mendapatkan maaf dari seseorang yang di matanya jauh lebih rendah darinya. bagi Rean, seharusnya Greisy bersyukur setelah mengetahui Rean menyukainya bukan? Rean bisa mengubah dunia suram Greisy untuknya, Greisy tidak lagi harus khawatir perihal uang ataupun perlindungannya.

Tapi lama Rean menunggu, kenapa Greisy justru semakin jauh darinya?

Jimmy juga terus mengganggu Hydra. Mereka duduk di meja yang sama, jadi sesekali Jimmy akan usil dan mengganggunya. Hydra hanya memberinya tatapan mencela seolah melihat seekor kecoa, bahkan tidak repot-repot bicara dengannya. Membuang air ludah hanya demi melampiaskan omong kosong Jimmy terhadapnya.

Kedamaian ini singkat dan sesaat, semua orang tahu. Tapi Hydra tidak peduli. Hobinya adalah memancing di perairan yang bermasalah.

Hydra pergi ke perpustakaan, dia melihat punggung sosok yang familier di depan rak, tampaknya sedang memilih buku.

Perpustakaan sekolah mereka sangat lengkap. Terdiri dari dua lantai dan ada ratusan rak yang terisi penuh. 

Hydra mendekati sosok yang jauh di depannya, lalu menendang tungkai kaki cowok itu.

Alva terkejut. Dia hampir mengumpat, saat dia menoleh, dia menemukan Hydra di dekatnya. Alva memelototinya.

"Gue sengaja nggak cari masalah sama lo, tapi lo dateng nyari perkara. Minta mati?!" Alva memarahinya dengan suara pelan. Dia masih sadar diri, ini di perpustakaan, tidak boleh menimbulkan keributan.

Hydra tertawa kecil. Tidak disangka, cowok bajingan ini masih memahami beberapa disiplin.

"Minggir, gue mau ngambil buku di sana."

"Di sana di mana?"

"Depan muka lo." Hydra mendorong Alva sampai tergeser. 

Alva benar-benar marah sekarang. Saat dia akan mengomel, dia melihat Hydra menyampingkan rambutnya ke sisi telinga, mengambil satu buku dan melihat judulnya. Melupakan Alva di sisinya, ekspresi Hydra tampak lembut dan hangat.

Tenggorokan Alva tercekat. Giginya gatal, dia ingin marah tapi tidak bisa. Greisy ini benar-benar cantik. Selalu ada rasa hormat dan pengendalian saat berhadapan dengan seorang yang memiliki paras indah.

Alva masih manusia. Bohong kalau dia tidak tergerak, pupil Hydra keemasan, dengan sorot yang jernih dan lugu. Kulitnya putih pucat, dengan hidung mancung dan bibir merah. Bahkan cuping telinganya yang tanpa anting terlihat cantik. Bulu matanya lebat dan melengkung. 

Alva menarik napas dalam,  berdehem. "Buku apa yang lo cari?"

"Mata lo buta?"

"Lo bener-bener nyari perkara?!"

Hydra terkekeh pelan. Dia menutup bukunya, menoleh, memberikan Alva tatapan menggoda, "Lo bener-bener pemarah. Gue pikir, cepat atau lambat, lo pasti mati karena stroke."

"Lo nyumpahin gue?"

"Tebak?"

"Tebak pale lo."

Hydra terkekeh lagi. Memamerkan giginya yang putih dan rapi. Ada lesung pipi yang tampak jelas saat cewek itu tersenyum. Jelas dia dalam suasana hati yang baik.

Melihatnya seperti ini, Alva bahkan tidak bisa marah. Dia mengutuk wajah Greisy yang terlalu cantik. Semakin lama Alva melihat, semakin tebal pula filter matanya. Dia hampir menganggap di dunia ini ... dia tidak akan pernah menemukan cewek yang lebih cantik dari Greisy.

"Ambilin buku yang di atas." Hydra menunjuk ke salah satu buku yang ada di rak kedua dari atas. Tangannya tidak sampai bahkan setelah berjinjit.

Alva linglung, dia mengambil buku yang Hydra butuhkan, menyerahkannya. Tinggi mereka berbeda hampir 20 cm. Alva berpikir, cewek di sisinya sangat mungil. Sangat pas untuk dipeluk.

Setelah mendapatkan bukunya, Hydra mengambil kedua buku itu menuju ke meja petugas perpustakaan, akan meminjamnya untuk beberapa hari ke depan.

Alva tersadar, dia berbalik dan menegur Hydra, "Lo nggak ngucapin makasih?"

Hydra yang sudah beberapa langkah di depannya berbalik, lalu menjulurkan lidah menghina. Dia bergegas melarikan diri sebelum Alva kumat dan marah-marah lagi.

"Sialan lo, Greisy. Nggak tahu terima kasih. Sok imut lagi." Alva mengutuk pelan. Melihat sosok Hydra yang berlari semakin jauh. Jantungnya berdesir, degupannya semakin keras dan kencang. Mengingat wajah cewek itu sesaat lalu. Jika itu cewek lain, berani menjulurkan lidah mengejeknya, Alva mungkin hanya akan merasa jijik dan ingin memukul.

Tapi itu Greisy ....

Alva menutup kedua mata dengan telapak tangannya. Bibirnya berkedut, tanpa sadar mengukir senyuman geli.

Dia bener-bener imut.

***   

Yo, balik lagi. Kali ini dua bulan ya. Fiuh.

Vote dan komennya dong. Hahaha

Jujur aja yang di app berbayar aja saya udah mulai males2an. Cuma sekalinya update langsung minimal 5k word. Seenggaknya tiap minggu pasti update. Jadi, jangan lupa mampir ke akun saya di KaryaKarsa. Hahahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top