17. Her Name is Greisy [17]
Vote dulu.
Komen dulu.
Lagi males nyisipin gambar. HAHAHAHAHA
***
"Lo jangan ke mana-mana, gue mau ngajak lo pergi ke satu tempat." Rean berkata tegas.
Hydra yang berdiri di depannya mendongak, menatap cowok itu dan tersenyum kecil, "Hotel?"
"Bukan. Lo kira gue cowok apaan?!"
"Emangnya lo cowok apaan? Hahaha!"
Rean akhirnya sadar kalau dia sedang dipermainkan. Dia sangat marah, dia memelototi Hydra dan menegurnya. "Pokoknya diem, gue dipanggil guru bentar. Awas lo ampe lari-lari."
Hydra ditinggalkan di depan pintu kelas. Satu per satu teman sekolah mereka mulai meninggalkan kelas. Suasana riuh di koridor berangsur sepi. Hydra menunduk, menatap kedua sepatuh hitamnya yang cukup bersih.
Hydra menggeser posisi kacamatanya yang sedikit turun, pupilnya sedikit menyusut saat dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Begitu dia mengangkat wajah dan menoleh, dia melihat Jimmy.
Hydra tersenyum kecil.
"Ngapain lo masih tinggal di sekolah?" Jimmy berdiri di depannya. Hydra mendongak untuk balas melihat wajahnya.
"Kalo gue bilang gue nunggu lo, lo percaya?"
"Enggak."
"Sama, gue juga." Hydra terkekeh kecil. Ekspresinya terlihat lucu. Jimmy sedikit cemberut, dia mengulurkan tangannya, memegangi lengan Hydra yang kurus.
"Greisy."
"Hm?" Hydra melihat tangannya yang dicengkeram, dia tidak meronta atau mengelak.
"Jangan bikin gue marah."
"Gue selalu kepo." Hydra menatap Jimmy lagi. "Emangnya kapan lo nggak marah-marah?"
Jimmy ini sangat pemarah. Seolah apa pun yang dilakukan orang-orang selalu membuatnya marah. Di permukaan, dia tampak menjadi cowok yang paling tenang. Tapi di antara 5 orang, Jimmy merupakan sosok yang paling tidak sabaran.
Dia pendendam dan kurang ajar.
Menghadapi orang semacam Jimmy benar-benar tidak boleh menunjukkan ketakutannya. Lagi pula, Hydra sama sekali tidak takut padanya.
Justru Yara yang berdiri di sisi Hydra yang gugup, "Dia nggak bakalan melintir tangan lo, patahin tulang lo, terus potong-potong lo saking marahnya, kan?"
Hydra meliriknya memperingatkan. Jangan nyumpahin orang!
"Ikut gue." Jimmy menarik Hydra, tapi Hydra bersikeras tetap tinggal. Jimmy menoleh padanya lagi, namun Hydra masih bergeming.
"Gue nunggu Rean." Hydra menjelaskan, senyuman tidak menghilang dari bibirnya. "Dia bilang gue nggak boleh pergi, atau dia bakalan marah."
Jimmy terkekeh dengan nada ngeri. Dia memelototi Hydra marah, "Lo takut dia marah, jadi lo nggak takut gue yang marah?"
"Udah gue bilang, lo selalu marah-marah. Apa yang harus gue takutin?" Hydra memutar lengannya, lolos dari pegangan Jimmy begitu saja. Dia mundur lagi. "Jimmy, bisa lo berhenti ganggu gue? Gue tegasin, gue nggak bakalan pernah jatuh cinta sama lo."
"Siapa yang mau lo jatuh cinta sama gue?"
"Oh, gue nggak tahu. Menurut lo siapa?" Hydra memberinya tatapan humor.
Napas Jimmy sedikit panas. Dia mengepalkan tangannya.
Orang-orang yang melewati mereka berharap tidak terlibat. Semakin sedikit orang yang lalu lalang, namun di kejauhan masih ada orang-orang yang kepo menonton.
Jimmy mencibir, "Gue ngasih lo kesempatan buat patuh, tapi ini jawaban lo, kan?"
Hydra tidak menjawab.
Jimmy menunjuk kepala Hydra, "Lo rasain sendiri akibatnya."
Tadinya, Jimmy masih akan sedikit berbelas kasih. Tapi sayangnya Hydra sama sekali tidak layak untuk dikasihani. Membuat Jimmy lebih yakin dengan rencananya. Cewek ini harus dihancurkan sampai tidak memiliki harga diri yang tersisa.
Jimmy melangkah pergi, membuat Yara lebih gugup. "Apa yang dia rencanain? Dia ... dia nggak bakalan bunuh lo, kan?"
"Dia nggak akan bunuh gue." Hydra menjawab pelan. "Dia mungkin bakalan mempercepat rencananya."
"Rencana apa?"
"Nyulik gue."
Yara tampak ngeri. Dia panik, "Terus, apa yang harus kita lakuin?"
Hydra tersenyum. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi jika Hydra memang harus menjawab, tentu saja dia akan memasuki sarang harimau dengan senang hati.
Penculikan Greisy adalah salah satu plot kunci dalam novel ini. Tidak peduli bagaimana Hydra mencoba menghindarinya, itu pasti akan terjadi. Hydra tidak repot-repot mengundur waktu. Semakin cepat hal itu terjadi, justru semakin baik.
Garis emosional para tokoh protagonis akan dipaksa maju dalam sekali langkah. Hydra bisa dengan cepat mengakhirinya, jadi kenapa dia harus menghindarinya?
Bibir Hydra membentuk lengkungan hangat.
Greisy, Jimmy itu jadi titik lo yang paling sakit, kan?
Hydra bergumam dalam hati.
Lo nggak tahu kesalahan apa yang udah lo lakuin? Dicintai Jimmy bagi lo nggak lebih dari kutukan sampai mati. Lo putus asa ... lo bertanya-tanya, ada begitu banyak orang, kenapa lo harus jadi orang yang paling menderita?
Greisy mungkin sudah tahu. Kalau dunianya saat ini adalah novel. Garis hidupnya sudah ditentukan sejak awal. Tapi ... apa bedanya?
Toh, orang yang paling menyakitinya masih Jimmy.
"Nggak pa pa." Hydra bergumam pelan. "Jangan takut."
Hydra menyentuh dadanya.
"Gue ... pasti bales setiap orang-orang yang udah nyakitin lo sampe mati."
***
"Nge-date?"
"Siapa yang lo tuduh ajak lo nge-date?" Rean menjawab dingin. Dia memelototi Hydra yang berdiri di sisinya. "Gue kebetulan punya 2 tiket nonton, semua temen gue lagi sibuk, jadi terpaksa gue ngajak lo nonton."
"Oh." Hydra tidak bisa menahan tawa hangatnya. "Makasih karena ngundang gue, lo bener-bener sahabat yang baik."
Rean merasa dia ditikam karena omong kosongnya sendiri. Dia cemberut, bibirnya maju membuat Hydra bertanya-tanya apa dia bisa menggantung pakaian di sana?
Tiket sudah dicetak.
Mereka saat ini sudah ada di bioskop. Mendekati akhir pekan, suasananya cukup ramai . Ada beberapa film baru yang sedang tayang. Rean memiliki tiket horor, ini adalah film rekomendasi dari Edo dua hari lalu.
Rean sebenarnya memiliki teater sendiri di rumah. Tapi rasanya tidak nyaman kalau dia mengundang Hydra nonton di rumahnya. Terlebih, dia tidak punya alasan yang bisa dia gunakan. Jadilah dia membeli tiket online.
Mereka sedang mengantri untuk membeli popcorn. Rean bertanya, "Lo mau popcorn ukuran J? Pake snack nggak?"
"Hm. Gue mau hotdog." Hydra mengangguk. "Minumnya cola, popcorn mix asin and caramel."
"Apa lagi?"
"Gue suka rujak cireng."
"Yang lain?"
"French fries & sausage juga boleh."
"Yang lain?"
"Bukannya itu udah kebanyakan? Mahal."
"Gue banyak uang." Rean menjawab jemawa. Hydra menoleh dan menatapnya. Wajah arogan Rean seolah memasang pamflet 'Gue super kaya'.
Hydra tidak bisa menahan senyumnya. "Oh, gue suka burger juga."
"Udah?"
"Udah."
Rean memesan semua itu. Tapi tidak memesan untuk dirinya sendiri selain segelas cola ukuran reguler.
Hydra bertanya, "Lo nggak pesen apa-apa?"
"Gue jarang makan junkfood. Cola cukup, nanti gue minta popcorn lo aja." Rean menjawab jujur.
Hydra tidak setuju, "Beli sendiri dong."
"Ini semua gue yang bayar." Rean memelototinya.
Hydra tertawa. "Oke, lo boleh minta. Tapi jangan banyak-banyak."
Ekspresi wajah Rean agak jelek. Jelas dia yang membayar semuanya, tapi kenapa sekarang terkesan justru dia yang mengemis makanan?
Hydra mengabaikan ketidaksenangan Rean. Setelah Rean membayar, dia menunggu semua makanannya dibuat. Dia dan Rean berdiri bersisian. Begitu pesanan mereka datang, Hydra mengambil satu gelas cola dan popcorn, sisanya dia tanpa merasa bersalah menyerahkannya pada Rean. Meminta cowok itu untuk membawakannya.
Rean merasa ada yang salah. Kenapa dia diperlakukan sebagai kacung?
Tapi Rean masih tidak mengatakan apa-apa. Terutama saat Hydra menatapnya dengan senyuman lebar, matanya membentuk lengkungan bulan sabit.
Hydra jelas sedang menggodanya.
Rean merasakan degupan jantungnya lebih kasar. Dia berdehem dan memalingkan wajah. Berkata pada dirinya sendiri ; nggak ada yang salah dengan bikin orang miskin bahagia sesekali.
"Lo ... yakin nggak jatuh cinta sama Rean?" Yara sejak tadi mengamati. Dia menatap Hydra dan Rean bergantian. "Kalo lo masih nggak suka sama dia, gue ngerasa kasian sama Rean."
Hydra tidak menjawab. Tapi sejujurnya ... pada Rean dia memang tidak merasakan apa-apa.
Tidak, jika Hydra memang mudah dibuat jatuh cinta. Bukankah sejak awal dia akan bersedia bersama Lexa?
Beberapa orang menyebut Hydra sebagai manusia tanpa hati. Hydra memikirkannya, dan lambat laun dia setuju.
Dia tidak berperasaan dan kejam.
Hydra tersenyum kecil.
Lalu memangnya kenapa?
Baginya seperti ini baik-baik saja. Setidaknya ... dia tidak seperti orang-orang kebanyakan. Yang mudah terluka secara emosional.
Yang hancur saat dikhianati dan ditinggalkan oleh orang yang mereka sayang.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top