16. Her Name is Greisy [16]
Kalo kalian tanya kapan Arc 'Her Name is Greisy' selesai? Perkiraan sekitar 6-9 chapter lagi langsung masuk ke Arc baru. Uhuk
***
"Happy ending?"
Yara mengangguk mengiyakan. "Ya, selama cerita Her Name is Greisy berakhir happy ending, gue pikir lo bisa langsung pindah ke novel lain?"
Yara memasang ekspresi cemas saat melihat Hydra juga menunjukkan senyuman aneh. Perlahan Hydra menoleh, menatap Yara yang duduk di sisinya. Dia memutar-mutar pulpen di kedua jarinya. Mereka sedang duduk di kelas, jam istirahat.
"Guekutuklo, apa yang lo pikirin sekarang?"
"Enggak." Hydra terkekeh. "Sebenernya ... gue lebih seneng Bad Ending. Itu sebabnya juga gue ngikutin semua karya lo."
Yara tercengang. Sebelum akhirnya dia memegangi tangan Hydra tapi menembusnya. Dia terlihat ngeri, "Hydra. Jangan coba-coba. Seriusan jangan coba-coba!"
"Lo tahu ... gimana cara gue mati sebelumnya?" Hydra seolah tidak mendengarkan ketakutan cewek di sisinya. "Gue nyeberang, terus ditabrak truk besar. Badan gue terlempar beberapa meter, lalu bagian bawah tubuh gue kegilas dan remuk. Sensasi setiap pembuluh darah gue pecah, setiap tulang gue remuk. Bau darah menyengat, gue pikir ... gue pasti mati. Dan gue bener-bener mati."
Hydra menceritakan proses kematiannya dengan nada acuh tak acuh. Seolah yang dia ceritakan bukan tentang dirinya sendiri.
"Gue kesakitan di awal, tapi lama-lama mati rasa."
Yara tidak bisa berkata-kata. Dia mengira, proses kematiannya yang kesetrum di kamarnya sendiri sudah tragis, tapi dia tidak menyangka kalau cara kematian Hydra lebih menyakitkan berkali lipat darinya.
Air mata Yara mulai mengalir bercucuran. Dia berbisik, "Salah gue, kan?"
Hydra menoleh, menatap Yara.
"Itu karena gue yang manggil lo dateng ke dunia ini. Gara-gara itu juga lo mati dengan cara sesakit itu."
"Mungkin." Hydra bukan tipe orang yang mudah membujuk. "Tapi ... sebenernya gue nggak terlalu nyesel."
Walau bagaimanapun, dia diberi kesempatan untuk menyelamatkan seseorang yang sudah menyelamatkan hidupnya. Saat itu, Hydra benar-benar kelaparan dan putus asa. Dia merasa dirinya sudah benar-benar selesai.
Hidupnya suram dan gelap. Dia hampir tidak memiliki setitik cahaya. Ayahnya seorang bajingan yang tidak sudi mengenalinya sebagai darah dagingnya. Ibunya tidak lebih dari sekadar momok yang menorehkan luka dan trauma setiap hari.
Seolah dia ditakdirkan untuk dibenci seluruh dunia, Hydra hampir tidak pernah diperlakukan baik oleh siapa pun.
Walau dia mengerti, bagi Yara uang beberapa juta itu tidak ada nilainya. Tapi bagi Hydra yang merasa sedang sekarat dan kelaparan, Yara sudah seperti malaikat penyelamat hidupnya.
Hydra tahu kepribadiannya bengkok. Dia mungkin tidak benar-benar membunuh orang-orang, tapi bukan satu atau dua orang yang berakhir mati karena kehendaknya.
Melihat Yara yang menangis pahit dan sakit. Meremas kedua kepalan tangannya seolah menyesali keputusan bodohnya yang sudah melibatkan orang yang tidak bersalah. Hydra mengukir senyuman mengejek.
"Apa gunanya lo nangis sekarang? Ini nggak semacam gue bisa balik ke dunia asal. Lagian, bagi gue hidup di mana aja, sama aja."
Walau situasi Greisy bisa disebut buruk, tapi Hydra sudah terbiasa. Hidupnya sendiri juga tidak baik-baik saja.
"Maaf." Yara tidak bisa menahan isak tangisnya. "Gue bener-bener minta maaf."
"Gue pikir ... ini sebenernya bukan salah lo sepenuhnya. Di masa hidup gue, gue bukan orang baik, anggap aja ini karma." Hydra menggedik. "Nggak ada yang perlu lo tangisin. Gue ngejalanin hidup ini juga sukarela."
Yara tidak tahu bagaimana cara Hydra hidup di kehidupan sebelumnya. Tapi sejak Hydra memasuki dunia novel ini, dia hampir tidak pernah menunjukkan sisi panik sama sekali. Dia beberapa kali marah karena terlalu diusik. Tapi tidak ada ketakutan atau keputusasaan.
Tidak.
Bahkan di matanya ... Yara tidak pernah melihat nilai-nilai kehidupan.
Bagi Hydra, semua orang yang ada di novel ini hanya ilusi. Tidak ada nilainya sama sekali.
"Kalo ... kalo kita bisa kembali ke dunia asal." Yara menelan ludah. "Gue bakalan nyari lo, oke? Gue bakalan nyari lo. Gue janji. Setelah itu, ayo kita jadi sodara selamanya."
Hydra melihat ekspresi percaya diri di wajah cewek di sisinya. Dia mengukir senyuman kecil, "Oke."
***
Aku mau mati.
Hydra membuka matanya.
Dia mendengar suara halus samar. Dia baru saja ketiduran di kelas, duduk tegak dan menatap whiteboard beberapa meter di depannya. Bibir Hydra mengerut.
Aku nggak mau hidup lagi. Aku mau mati.
"Greisy?" panggil Hydra pelan. Hanya bisa didengar dirinya sendiri. Dia memiringkan kepalanya sedikit. Menunggu beberapa menit, tapi suara itu tidak terdengar lagi.
Pupil Hydra menyusut. Dia mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Lalu bibirnya mengukir senyuman kecil.
Jimmy yang duduk di sampingnya menoleh, memberinya tatapan aneh. "Ada apa? Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Mulai gila?"
Hydra hanya menoleh padanya, senyumannya semakin dalam. Dia sedikit menyandarkan sisi lengan ke kursinya, bertanya pelan dengan nada lembut, "Jimmy ... apa lo mau lihat gue mati di depan mata lo sendiri?"
Jika Greisy sama sekali tidak membutuhkan akhir yang bahagia ... maka Hydra tidak akan ragu untuk memenuhi keinginannya, impiannya.
Mungkin, Greisy hanya sudah terlalu lelah. Walau bagaimanapun, selama Yara berulang kali memerankan nasibnya, jiwa Greisy juga melekat di tubuh Yara. Merasakan setiap emosi, rasa sakit, dan putus asa.
Itu bisa dipahami.
Sebenarnya ... ada beberapa hal yang Hydra simpulkan dari cerita Yara.
Salah satu alasan Yara bisa menyelesaikan novel Love is Beautiful, itu karena sebagai Qiandra ... Qiandra memiliki obsesi yang sangat besar tentang Griffin. Qiandra berharap dia bisa menggantikan Shakina dan dicintai Griffin. Itu sebabnya begitu Griffin dan Qiandra bersama, Yara menyelesaikan novel tersebut dan beralih novel.
Obsesi tokoh novel yang diperankan Yara terbayar sepenuhnya.
Tapi ... bagaimana dengan Greisy?
Pupil Hydra menyusut. Senyuman anehnya membuat Jimmy canggung dan tidak bisa menahan diri untuk sedikit menjauh tidak nyaman.
"Jadi, Jimmy. Kenapa nggak kita mulai?" Hydra terkekeh pelan.
Jimmy mengerutkan keningnya. "Apa maksud lo?"
"Ayo kita mati sama-sama, oke?"
Karena momok permasalahan dalam hidup Greisy itu semuanya berhubungan dengan Jimmy, di awali olehnya, juga harus diakhiri cowok itu. Tidak perlu diragukan, di antara semua tokoh ... Jimmy merupakan satu tokoh kunci.
"Lo gila? Kenapa gue harus mati sama lo." Jimmy merasa hari ini Greisy sangat aneh. Dia memegang dagu cewek itu, lalu meluruskannya. Menegurnya, "Lihat ke depan, ikuti kelas dengan serius. Cewek semiskin lo, kalo kehilangan beasiswa, emangnya lo bisa apa?"
Hydra bersenandung setuju. Tapi Yara di sisi lainnya sudah gemetar ketakutan.
Yara memikirkan berbagai kemungkinan. Tapi dia benar-benar takut Hydra ingin mencoba keinginan terburuk.
Walau bagaimanapun, ketenangan Hydra menunjukkan seberapa rendahnya emosinya. Dia tidak peduli dengan kehidupan dan kematian, itu yang Yara simpulkan saat Hydra menceritakan tentang cara kematiannya sendiri.
"Guekutuklo, jangan pake cara yang terlalu kasar, oke?" Yara berusaha terus membujuknya. "Walau lo nggak takut mati, tapi mati itu bener-bener sakit."
Hydra hanya melirik Yara dengan tatapan tidak peduli, dia mengusap bibirnya sendiri.
Hydra berpikir ... dunia ini sangat menarik.
Bahkan walau dia mati, dia masih bisa mengulang lagi.
Satu-satunya yang menjadi ketidakbebasannya hanya tentang Yara.
Mau tidak mau, Hydra masih memprioritaskan kalau dia harus membiarkan Yara 'pulang' secepatnya.
***
Hayoooo. Adakah yang bisa nebak endingnya HE atau SE? HAHAHAHAAHAHA
Vote.
Komen.
Share.
Sampai jumpa di next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top