10. Her Name is Greisy [10]

Silakan absen vote & komennya duluan.

***

"Dompet gue ilang." Hydra bergumam pelan. Jam pulang sekolah, dia akan pergi menemui bos-bosnya untuk mengambil gaji terakhir. Tapi saat merogoh saku roknya untuk mengambil ongkos, dia menyadari kalau tidak menemukan dompetnya.

"Hilang, hilang ke mana?" tanya Yara terkejut.

Hydra hanya menatapnya seolah makhluk astral di depannya itu adalah manusia paling dungu di dunia. Jika Hydra tahu hilangnya ke mana, mana mungkin itu disebut hilang?

"Ini bener-bener hilang." Hydra mengerutkan kening. "Terakhir ... di kantin gue ngeluarin dompet, kan?"

Ekspresi Hydra memburuk. Yara melihat pupilnya yang menyusut. Sejak mereka bertemu, dia jarang melihat Hydra kehilangan ketenangannya. Selain saat menghajar Alva dan Noah, Hydra terkesan bercanda saat melakukan apa saja.

"Itu ... cuma sisa beberapa ratus, kan?" Yara berkata ragu. Tapi dia langsung mundur ketakutan saat Hydra memelototinya. 

Yara hanya mengira Hydra kesal karena itu adalah uang terakhir Hydra. Tapi alasan Hydra jelas bukan hanya itu.

Hydra dibesarkan di tempat yang kotor dan sulit. Di mana untuk makan saja dia kesulitan. Dia mencuri, mencopet, hanya untuk memenuhi perutnya yang kosong dan lapar. Dia tidur di bawah jembatan atau bangku taman. Sesekali dia akan diusir dan dikutuk.

Tidak sedikit juga pengalaman Hydra saat sedang berkeliaran justru dilecehkan. Untungnya, Hydra sangat kejam, sepanjang hidupnya ... tidak ada satu pun dari para bajingan kotor itu yang berhasil. Luka kecil merupakan anugerah, Hydra pernah mengirim seseorang sampai koma di rumah sakit sebelum melarikan diri.

Dia memiliki ayah yang tampan. Ibunya juga seorang pelacur terkenal. Tentu saja gen-nya tidak akan buruk.

Jadi, Hydra sangat pelit. Selain membeli buku Yara atau hidup untuk menyenangkan dirinya sendiri, Hydra tidak suka menghambur-hamburkan uangnya. Dia seperti tupai yang senang mengumpulkan makanan, memastikan kalau hidupnya akan selalu aman.

"Ayo kita cari di kantin dulu?" ajak Yara ragu. "Nanti kita bisa diumumin juga di radio sekolah, siapa tahu ada yang nemuin, kan?"

Hydra setuju. Dia menyusuri langkahnya ke kantin setelah memeriksa semua tasnya dan memastikan tidak menemukan jejak dompetnya. Dia mencari ke mana-mana, namun masih tidak berhasil.

Pada akhirnya, Hydra pergi ke studio radio sekolah. Masih banyak murid yang tertinggal untuk piket. 

"Dompetnya warna cokelat tua, udah agak usang. Di dalamnya ada uang 300 ribuan. Tolong bantu diumumkan."

Permintaan Hydra disetujui. Seharusnya, jika ada barang hilang barangnya akan dikirim ke pihak BK. Sekolah mereka adalah sekolah elit. Uang 300 ribu seharusnya tidak membuat banyak murid-murid ini gelap mata. Jadi mereka juga berharap agar Hydra bisa menemukan dompetnya.

Tapi mereka menunggu sampai 1 jam, masih belum ada yang datang.

Hydra mengerutkan keningnya. Tidak bisa dipungkiri, dia agak nelangsa.

Dia bahkan tidak sesedih ini saat berhadapan dengan Jimmy cs, tapi uang 300 ribu sudah cukup untuk membuatnya bersedih.

"Besok pagi kita akan melakukan pengumuman lagi di radio sekolah, kebanyakan murid sekarang udah pulang. Kamu punya ongkos?" guru yang membantu Hydra akhirnya menatapnya tidak tega.

Hydra adalah murid beasiswa. Dia cukup terkenal. Dia juga mengerti keadaan muridnya.

Hydra menggeleng pelan.

Jadi guru itu memberi Hydra 50 ribu untuk ongkos pulang. Hydra berterima kasih. Sama sekali tidak merasakan ketidaknyamanan karena dikasihani.

Hydra pada akhirnya naik angkot pergi ke restoran tempat dia bekerja.

***

"Nggak ada gaji?" Hydra mengerutkan kening. Menatap manajer di depannya dengan sorot muram. "Apa maksudnya tanpa gaji? Saya bekerja selama 3 minggu, saya dipecat tanpa alasan, bagaimana bisa Anda bilang saya tidak mendapat gaji?"

"Pekerjaan kamu enggak beres, kamu juga sudah membuat pelanggan nggak nyaman. Restoran kami bukan tempat amal. Sudah bagus bagi kami untuk enggak meminta ganti rugi!" Manager botak itu berkata keras kepala. "Pergi, nggak ada gaji. Nggak ada gaji."

Manajer itu duduk di kursi kerjanya, ekspresinya tampak malas dan arogan. Hydra berdiri di depannya.

Hydra tersenyum kecil. Dia sudah kehilangan uang dan sekarang dia tidak diberi gaji. Jangan bercanda.

"Pak, saya bertanya sekali lagi, bener ... Bapak nggak akan ngasih saya gaji?" kata-kata Hydra halus dan suaranya enak didengar. Tapi entah kenapa membuat si pendengar sama sekali tidak nyaman?

"Nggak ada! Pergi!"

Hydra mengeluarkan pisau lipat di sakunya, dia berjalan mendekat, menghalau cctv di ruangan itu dengan tubuhnya, lalu menempelkan mata pisau ke leher manajer itu dengan gerakan cepat.

Sang manajer merasakan sengatan nyeri, dia tidak berani bergerak saat tetesan darah mengalir dari lukanya. Matanya berputar, menatap Hydra tidak percaya.

"Kamu ... apa yang kamu lakukan? Kamu akan membunuh saya?"

"Ya~" Hydra tidak menyangkalnya. Dia menyeret kata-katanya. Mata pisau menusuk lebih dalam membuat manajer itu semakin kaku.

"SAYA AKAN MEMBAYARNYA! SAYA AKAN MEMBAYARNYA!"

Anak ini pasti sudah gila!

Hanya demi uang beberapa ratus ribu, dia cukup berani untuk membunuh seseorang bukan?

"Keluarkan." Hydra mengetuk meja dengan tangannya yang bebas. 

Manajer buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari lacinya. Ada segepok uang ratusan ribu. Mata Hydra menyusut, saat manajer mulai menghitung uang dengan tangan gemetar, Hydra mengambil semua uang itu tanpa ragu.

"Saya akan mengambil semuanya, oke?" Hydra terkekeh lembut. Manajer itu tercengang. "Anggap ini biaya kompensasi. Anda sudah menggertak saya, bagaimana kalau saya mengalami trauma psikologis dan membutuhkan bantuan medis?"

KAMU BAHKAN SUDAH GILA! KAMU HARUS PERGI KE RUMAH SAKIT SECEPATNYA!

Manajer itu hanya meraung dalam hati. Dia tidak berani mengatakan apa pun saat mata pisau menusuknya lagi. Tubuhnya berkeringat dingin. 

Dia tidak tahu sejak kapan Greisy berubah? Greisy yang dikenalnya adalah sosok pemalu yang bahkan hampir tidak berani menatap mata orang lain. Bagaimana bisa sekarang dia bahkan mengancam untuk membunuhnya?

"Ngomong-ngomong, jangan lapor polisi, oke?" Hydra terkekeh. "Selain nggak ada sidik jari, tapi kalo sampai saya tahu Anda melapor, lihat~ siapa yang lebih dulu dateng? Polisi ... atau saya yang akan menggosok trakea Anda sampai putus?"

Pria itu langsung mengangguk. Dia tidak mau berurusan dengan cewek gila ini. Kalau sejak awal dia tahu kepribadian Hydra, dia tidak akan menerima pekerjaan dari bocah kemarin.

"Good boy." Hydra mundur beberapa langkah. Dia tersenyum bahagia, "Sampai jumpa lagi~"

"Amit-amit!"

***

Yara dibuat linglung. Hydra datang ke 3 tempatnya bekerja, bukan hanya mendapat gajinya, dia bahkan mendapat 'bonus' dengan cara yang 'indah'.

Seumur hidup, Yara selalu tahu ada banyak karakter sinting di dunia ini tapi dia tidak pernah menemuinya langsung -secara nyata. Selain tokoh-tokoh di novelnya, sebenarnya orang-orang yang Yara temui bisa dianggap normal.

Hydra berhasil mengumpulkan uang 20 juta. Namun ekspresi di wajahnya masih tidak begitu baik. Saat pulang, bukan hanya membanting pintu membuat orang tua angkatnya terkejut tapi tidak berani memarahinya, Hydra juga tampak depresi seolah kehilangan separuh hidupnya.

"Ada apa?" Yara bertanya ragu. 

Hydra menjawab, "Gue kehilangan uang 300 ribu."

Yara tercengang. Sebelum akhirnya dia menjawab, "Itu cuma 300, lo sekarang punya 20 juta. Kenapa masih sedih?"

Mendengar ucapan Yara, Hydra lebih tersinggung, "Lo jangan pernah ngeremehin. 300 ribu itu gede, bahkan 20 juta aja kalo kurang 300 nggak bisa lagi disebut 20 juta, ngerti nggak lo?"

Yara yang tidak pernah kekurangan uang dalam hidupnya berkata bodoh, "Itu masih 19.700.000."

"Tapi bukan 20 juta lagi!"

Yara sebenarnya tidak pernah tahu kalau Hydra adalah orang yang sangat kikir. Tapi dia tidak boleh menilai karakter orang hanya dari kepelitannya, toh ... Hydra masih bersedia membantu Yara sekarang bukan?

"Besok kita ke sekolah, mudah-mudahan besok ada yang balikin dompet lo." Yara membujuknya.

Kali ini Hydra setuju. Tapi Hydra masih sangat gelisah. Dia bahkan tidak bisa tidur. Seolah uang 300 ribu itu hidup dan memanggilnya untuk ditangkap. 

Dia bahkan bisa mengingat setiap nomor serinya dengan jelas.

Ini sangat menyiksa!

Tidak apa-apa kalau dia menghabiskannya, tapi kenapa harus hilang di bawah kelopak matanya sendiri?

Paginya, Hydra pergi ke sekolah penuh semangat. Yara benar-benar tidak bisa mengerti pola pikirnya. Tapi dia masih mengikutinya.

Pengumuman itu dikumandangkan di radio sekolah. Tapi setengah jam Hydra menunggu, masih tidak ada kabarnya.

Wajahnya tampak berubah menjadi abu-abu.

"Lo denger itu, cewek miskin ini bener-bener nyari dompetnya." 

Saat Hydra keluar dari toilet untuk mencuci wajahnya, dia mendengar suara yang sangat familier di telinganya. 

"Bener-bener miskin. Dia nggak tahu kalo dompetnya ada di tangan kita, bahkan duitnya udah gue pake main game di timezone kemarin."

"Ngapain lo pake duit cewek itu? Nggak takut kotor?"

"Ini ngasih gue kepuasan tersendiri. Dia kerja sampai hampir mati, duitnya gue abisin dalam 1 jam."

"Ssst! Lihat depan." 

Lima orang itu menoleh ke arah lain, tempat di mana Hydra berdiri dengan sorot kosong. Matanya terarah pada dompet usang yang dipegangi Alva.

Seolah string di kepala Hydra terputus, dia berlari mendekat dengan tinju mengepal sambil berteriak marah, "EMANG ANJING LO SEMUA!"

***

Aduh. Berantem lagi. Kali ini 1 vs 5. Siapakah yang akan menang?

Hahahahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top