3. Pilihan hati

Keira menyandarkan kepalanya di sofa, sembari duduk bersila di lantai. Kepalanya memejam ketika rasa pening menderanya. Ia berusaha fokus mendengarkan kliennya yang sedang berbicara melalui smartphone. Membuat Kaisa semakin lekat memandangnya sembari mengunyah makan siang favoritnya.

"Baik, Ibu Zoya. Saya akan mengulanginya lagi, silakan Ibu cek jika saya melakukan kesalahan," tutur Keira.

"Ibu," panggil Kaisa yang disambut dengan tangan kanan Keira yang terangkat ke atas, memberi tanda bahwa dirinya tidak bisa diganggu.

Keira kembali membetulkan posisi duduknya, "Calla Lily, White Rose, and Baby Breath bouquet, right?" tanya Keira sabar sembari melirik catatan di buku agendanya di atas meja.

"Yes, good! Dekorasi taman tak diubah Angel?"

"Tidak, Bu. Untuk dekorasi taman pada malam resepsi masih menggunakan tema rustic with spring colour pallete. Bola lampu yang akan digunakan 343 buah."

"Yes, bola lampu tu harus berjumlah 343 buah. Tak boleh kurang dan tak boleh lebih."

"Yes, Mam."

"Good. I nak tengok nanti petang, sampai jumpa Keira."

"Sampai jumpa."

Keira mengembuskan napasnya setelah salah satu klien terhebohnya mematikan panggilan. Pandangan matanya terkunci saat melihat Kaisa duduk terdiam menatapnya tanpa melanjutkan memakan makanannya. Keira beranjak menghampiri putrinya. Diusapnya pucuk kepala Kaisa, lantas menciumnya dengan penuh sayang.

"Kenapa? Marah dengan Ibu?" tanya Keira yang disambut gelengan kepala dari Kaisa.

"Terus kenapa mukanya cemberut begitu? Tak comel lah, jom senyum sama Ibu!" Keira tahu jika Kaisa sedang merajuk saat ini, karena sedari tadi tak diperhatikan olehnya.

"Tadi, yang meminta ikut Ibu siapa?" tanya Keira, "Ibu kan sudah bilang, hari ini Ibu sibuk. Tapi Kaisa tak mau mengikuti day care. Tak mau memaafkan Ibu?"

Kaisa memeluk Keira dengan erat, "Kaisa tak nak ikut day care. Kaisa bosan," keluh Kaisa yang disambut kecupan sayang dari Keira.

"Iya, Ibu tahu. Terus kenapa cemberut seperti ini? Makanannya tak enak?"

"Enak, Kaisa nak makan sama Ibu."

"Ibu masih harus mengecek di depan, Sayang. Kaisa nak lihat Ibu dimarahi Uncle Ferry?"

"Tak nak! Tapi Ibu belum makan, Kaisa tak nak Ibu sakit."

Keira tersenyum, lantas mengambil kotak makanan yang berada di atas meja. Kemudian menyuapkannya ke mulut mungil Kaisa. Kaisa menerima suapan itu sembari menatap ibunya tanpa berkedip. Kedua sudut bibirnya tersungging kala melihat Keira menyuapkan sesendok penuh nasi ke dalam mulutnya. Keduanya mengunyah makanan itu sembari saling melempar senyum.

"Kei, bunga dan bola lampu You dah sampai tu," ujar Alim yang membuat Keira menghentikan makannya.

"Iya, Bang. Sebentar," sahut Keira menyuapi Kaisa kembali.

"Ibu nak kemana? Kaisa nak ikut," rengek Kaisa.

"Kaisa, jangan rewel ya! Ibu cuma mengecek bunga di depan sana. Nanti kalau sudah selesai, Ibu ke sini lagi. Oke?!" Tutur Keira yang dibalas anggukan pasrah dari Kaisa.

"Tak perlu sedih macam tu, ada Uncle di sini. Nak Uncle suapi?" tawar Alim  rekan kerja Keira.

"Sama Uncle Alim dulu ya! Baik-baik! Ibu keluar sebentar," imbuh Keira sebelum mencium kening Kaisa.

Kaisa mengangguk. Ia menatap kepergian ibunya dengan rasa kesal bercampur sedih. Rasa jenuh dan bosan sudah mulai dirasakannya. Ia menerima suapan Alim dengan wajah cemberut. Membuat Alim semakin gemas melihatnya.

"Selepas ni, mau tak bantu Uncle?" tanya Alim.

"Tak nak!" Tolak Kaisa ketus.

"Garangnya budak kecik ni! Eh, tahu tak? Uncle nak memasukkan permen Chacha ke dalam jar. Tak nak ikut?" ajak Alim.

"Uncle bohong!"

"Eh, tak percaya sama Uncle? Kaisa tengok kotak besar berwarna merah tu, banyak permen Chacha di sana."

Kaisa berjalan ke arah kardus besar di samping sofa, setelah menerima kembali suapan nasi dari Alim. Kardus besar itu masih tersegel sangat rapat. Membuat Kaisa kesal karena tak bisa membukanya.

"Uncle! Tak bisa dibuka ni!" Pekik Kaisa kesal.

Alim menghampirinya sembari membawa sebuah cutter, lantas dibukanya kardus besar itu, "Tengok ni! Uncle tak bohong," ujar Alim setelah berhasil membuka kardus.

"Banyaknya! Kaisa nak minta boleh tak?" Kaisa terbelalak saat melihat permen Chacha dalam jumlah yang sangat banyak.

"Bolehlah! Uncle kasih satu jar nanti. Jom habiskan makanannya dulu! Lepas tu, bantu Uncle dan kawan-kawan memasukkan permen tu ke dalam jar."

"Siap, Uncle Alim."

"Comelnya budak kecik ni."

"Comel lah, macam Ibu."

Alim tertawa mendengar ucapan Kaisa yang sangat menggemaskan baginya. Mungkin, jika Keira menerima cintanya kala itu, Kaisa bisa menjadi anaknya yang akan selalu disayanginya. Namun, ia tahu jika Keira masih mencintai suaminya hingga detik ini. Dan sekarang, ia bersyukur karena Keira bisa menerima kehadirannya sebagai seorang kakak. Hal itu sudah cukup baginya, karena mencintai tak selalu harus memiliki.

Keira menghampiri beberapa orang laki-laki yang baru saja membawa beberapa kardus berisi bola lampu pesanannya. Ia mengamati orang-orang yang sedang sibuk menata kursi dan pohon-pohon cherry blossom berwarna putih untuk acara pemberkatan pernikahan besok pagi. Pandangannya pun mengedar, memandang home band yang sedang mengecek peralatannya di atas panggung.

"Pak Cik, berapa jumlah bola lampunya?" tanya Keira memastikan, apakah sesuai dengan pesanannya atau tidak.

"Jumlahnya 350 buah," jawab lelaki yang diminta Keira untuk membantunya memasang bola lampu untuk acara resepsi besok malam.

"Pak Cik, kita hanya butuh 343 buah bola lampu yang akan dipasang, tidak kurang tidak lebih. Pak Cik ingat?"

"Iya, 343."

"Tolong, jangan sampai salah ya, Pak Cik! Saya tinggal dulu."

Lelaki itu mengangguk sebelum Keira pergi meninggalkannya. Keira menghampiri Fiya yang sedang mendekor panggung untuk home band. senyum kecilnya tersungging kala melewati orang-orang yang sedang mengecek sound systems dan alat musik.

"Butuh bantuan?" tanya Keira mendongak ke atas, melihat Fiya yang berada di atas tangga.

"No! Sebentar lagi aku turun. Wait a minutes, Kei!" Pinta Fiya yang dibalas anggukan kepala dari Keira.

Fiya dan Keira berdiri terdiam menatap dekorasi panggung yang sudah selesai dibuat. Semua dekorasi dibuat dengan bertemakan rustic. Dekorasi bergaya rustic lebih menonjolkan suasana country, unsur kayu dan vintage yang sangat kuat. Pemilihan warna-warnanya masih menggunakan pallete pastel yang lembut dan romantis. Dekorasi ini merupakan salah satu dekorasi pernikahan impian Keira dulu. Namun semua impiannya sirna, ketika pernikahannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tanpa kehadiran orang tua.

"Bagaimana dengan tawaran Bang Ferry kemarin, Kei? Sudah kamu pikirkan?" tanya Fiya.

"Sedang aku pikirkan, Fi," jawab Keira sebelum beranjak pergi, Fiya pun mengikutinya.

"Ambillah, Kei. Biar kita bisa bersama-sama lagi. Soal tempat tinggal, kita bisa tinggal bersama nanti. Bagaimana?"

"Aku pikirkan dulu."

"Kei, listen to me! Kamu nggak bisa menghindar terus menerus. Kamu nggak bisa terus mengarang cerita kepada Kaisa tentang keluarga kamu atau keluarga Mas Raki. Kaisa sudah besar, Kei. Dia semakin kritis jika bertanya. Indonesia adalah rumah dia yang sesungguhnya. Apa kamu mau, Kaisa menjadi seperti tokoh-tokoh kartun kesayangannya?!"

Keira menggelengkan kepalanya, menatap Fiya dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca, "Masih adakah yang bisa menerima kehadiranku dan Kaisa di sana, Fi? Aku nggak mau, Kaisa mendapatkan penolakan keras dari keluarganya sendiri. Aku nggak mau, Fi!"

"Bukankah aku keluarga kamu sekarang?" tanya Fiya menggenggam salah satu tangan Keira, "aku ingin melihat Kaisa berbicara Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Seperti Ayahnya dan Ibunya. Ikutlah aku pulang, Kei! Kita bekerja bersama kembali di sana. We are the best team, right?!" Fiya mengungkapkan kembali keinginannya yang selama ini selalu ditolak keras oleh Keira, membuat Keira meneteskan air matanya.

---

Keira terdiam. Memandang wajah Kaisa yang hampir seharian ini ditinggalkannya karena acara pernikahan salah satu kliennya. Klien yang memakai jasanya sebagai wedding planner melalui event organizer tempat di mana dirinya bekerja. Diciumnya kening Kaisa dengan cukup lama.

"Maafkan Ibu ya, Sayang. Maaf," ucap Keira menyesal setiap kali meninggalkan Kaisa untuk bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama.

Ditariknya bed cover untuk menutupi tubuh Kaisa. Perasaan menyesal di hatinya itu, selalu hadir setiap dirinya meninggalkan Kaisa dan terpaksa menitipkannya di day care. Tak ada sanak saudaranya di negeri tempatnya tinggal saat ini. Ia pun teringat akan nasehat sahabatnya, Fiya, dan juga tawaran dari atasannya, Ferry. Ingatan itu membawa kembali ke masa di mana dirinya terpaksa meninggalkan negara tercintanya, Indonesia.

Keira menyusuri koridor rumah sakit dengan tergesa-gesa. Detak jantungnya sudah tak menentu ketika mendapat kabar bahwa suaminya, Raykarian, yang baru saja menikahinya kemarin mengalami kecelakaan. Langkahnya terhenti, kala kedua matanya beradu pandang dengan tatapan penuh amarah dari ibu mertuanya. Entah kapan ibu mertuanya itu tiba di Jakarta.

"Mau kemana kamu?" tanya Nurita, ibunda Raykarian.

"Saya mau menjenguk Mas Raki, Bu," jawab Keira menahan rasa takutnya.

"Lebih baik, kamu pulang! Saya yang akan menjaga Raki di sini," ujar Nurita ketus.

"Tapi Bu," sela Keira yang ingin memberi tahu tentang statusnya sebagai istri Raykarian.

"Apa?! Mau apa kamu menemui Raki? Meminta Raki untuk bertanggung jawab atas kehamilan kamu? Iya?!" Nurita membentak Keira tanpa memedulikan orang-orang yang berlalu lalang, membuat Keira mematung di tempatnya.

"Jangan harap, kamu bisa menjadi bagian dari keluarga saya! Saya tidak akan pernah mengijinkan Raki untuk menikahi kamu sampai kapan pun! Dan jangan pernah berpikir, jika Raki akan menjadi ayah dari anak haram yang kamu kandung itu!!!" Sentak Nurita pedas.

Air mata Keira menetes perlahan. Lidahnya seakan kelu untuk mengelak semua ucapan ibu mertuanya. Pernikahannya yang diadakan tanpa sepengetahuan keluarganya dan keluarga Raki, membuatnya tak bisa menyanggah tuduhan itu. Hanya om dan tantenya, serta om dari Raki yang bisa membantu menjelaskannya saat ini. Mereka bertigalah yang menjadi saksi pernikahannya kemarin.

"Tidak, Bu. Saya hanya ingin menjenguk Mas Raki, sebentar saja," tutur Keira.

"Saya tidak akan pernah mengijinkan kamu untuk bertemu dengan Raki kembali. Raki mempunyai masa depan yang cerah, dan saya tidak akan membiarkan kamu merusak cita-cita Raki! Pergilah! Jangan pernah menemui Raki lagi!!! Atau, saya akan membuat hidup kamu menjadi tidak tenang selamanya." Nurita menatap Keira dengan tajam setelah melontarkan ucapan-ucapan yang membuat hati Keira terluka.

Keira hanya terdiam, hingga ibu mertuanya itu pergi dari hadapannya. Ia membiarkan air matanya jatuh begitu saja. Air mata yang mampu melampiaskan bagaimana rasa sakit hatinya saat ini. Suaminya, Raykarian, tak bisa membantunya saat ini. Membuat dirinya kembali merasa sendiri karena penolakan keras dari siapa pun yang memandangnya kotor.

Keira menghapus air matanya yang sempat menetes, saat mendengar notifikasi smartphone-nya berbunyi. Dikecupnya pucuk kepala Kaisa sebelum mengambil smartphone-nya di dalam tas. Ia membuka sebuah pesan dari Fiya. Pesan yang memuat sebuah video tentang suaminya, Raykarian. Ia pun membaca judul video itu dengan perlahan sebelum menontonnya. Response Indonesia to Tonga and Solomon in UNGA by Raykarian Narotama.

Tangan kiri Keira terangkat, menutup mulutnya rapat-rapat untuk menahan isak tangisnya kala menonton tayangan Raykarian yang sedang bekerja. Air matanya mengalir, karena tak mampu lagi menahan sesaknya rindu yang sudah bertumpuk terlalu lama. Ia bangga dengan pencapaian Raykarian saat ini. Inilah cita-cita suaminya sejak dulu, menjadi seorang diplomat.

Kaisa membuka matanya perlahan. Telinganya seakan terusik oleh isakan tangis seseorang. Ia menatap ibunya dengan bingung. Perlahan, ia terbangun tanpa sepengetahuan ibunya. Kedua matanya berkaca-kaca, memandang ibunya yang sedang menangis.

"Ibu," panggil Kaisa yang membuat Keira terkejut.

"Kaisa," sahut Keira yang segera menyeka air matanya serabutan.

Kaisa memeluk Keira dengan erat. Membuat Keira menangis kembali. Ia merenggangkan pelukan saat mendengar suara ayahnya, Raykarian. Ditatapnya wajah Raykarian yang sedang berpidato dengan Bahasa inggris di dalam video itu.

"Ayah," panggil Kaisa kala menonton video itu, "Ibu rindu Ayah?" tanya Kaisa yang membuat Keira menangis.

Keira mengangguk, diiringi air matanya yang mengalir deras, "Sangat," jawab Keira singkat.

"Kaisa pun. Ayah pasti jemput kita orang nanti," gumam Kaisa berharap.

Keira hanya terdiam. Tangan kirinya kembali sibuk menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir. Tangan mungil Kaisa membantu menghapus air mata Keira sembari tersenyum. Membuat Keira semakin tak berhenti meneteskan air matanya.

"Ibu tak boleh menangis. Ibu tak nak kan Kaisa menangis? Ayah pun tak suka kalau Ibu menangis," tutur Kaisa yang langsung disambut pelukan dan ciuman sayang dari Keira.

"Ayah tu pekerjaannya apa, Bu? Kenapa selalu cakap macam tu? Kaisa tak tahu apa yang Ayah cakapkan."

"Ayah itu seorang diplomat."

"Diplomat? Apa tu?"

"Diplomat itu, seseorang yang secara khusus dan resmi dikirim oleh suatu negara untuk dapat mewakili negara asalnya di negara asing untuk melakukan tugas diplomasi."

"Diplomasi? Macam apa tu?"

Keira tersenyum sembari menghapus air matanya. Sepertinya, ia harus mencari kata lain untuk menjelaskan pekerjaan Raykarian kepada Kaisa.

"Diplomasi itu semacam bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang, seperti Ayah sebagai diplomat yang biasanya mewakili sebuah negara." Keira menjelaskan kembali dengan rangkaian kata yang lain, namun dahi Kaisa semakin mengerut karena bingung dengan penjelasan ibunya.

Keira pun tersenyum kembali. Diciumnya pipi Kaisa dengan gemas sebelum kembali menjelaskan pekerjaan Raykarian, "Ayah itu bekerja di Kementerian Luar Negeri, kemudian ditempatkan di suatu negara untuk menjalankan hubungan yang baik antara Negara Indonesia dengan negara lain," imbuh Keira menjelaskan.

"Kementerian Luar Negeri tu apa? Kenapa Ayah nak disuruh macam tu?"

"Kementerian Luar Negeri itu Kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan luar negeri."

"Luar negeri tu macam Amerika tempat Ayah bekerja?"

Keira mengangguk, "Iya, Sayang."

"Kaisa nak seperti Ayah nanti, boleh tak?"

"Boleh."

Keira kembali mencium pipi Kaisa dengan gemas. Membuat Kaisa tersenyum sembari memutar lagi video ayahnya. Rasa rindunya semakin bertambah setiap kali menonton tayangan ayahnya di video yang disimpan di smartphone dan laptop ibunya. Ia senang, karena ibunya sudah mulai bercerita tentang ayahnya setiap kali dirinya bertanya.

"Kaisa tak tidur lagi?" tanya Keira setelah melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Tak. Kaisa nak tengok Ayah dulu," sahut Kaisa bersemangat, disambut pelukan hangat dari ibunya, "Ibu, boleh tak Kaisa tanya sesuatu?" tanya Kaisa.

Keira menghela napasnya. Jantungnya berdetak kencang saat ini. Ia tahu, pasti ada sesuatu hal yang akan ditanyakan putrinya. Sesuatu yang berhubungan dengan keluarga.

"Boleh, Kaisa nak tanya apa?" tanya Keira sabar.

"Kaisa tu punya Atuk dan Nenek tak?" tanya Kaisa yang membuat Keira terdiam membeku, "tadi pagi, Nesya dan Sandra dijemput Atuk dan Neneknya. Nesya bilang, setiap weekend Atuk Neneknya selalu mengajaknya jalan-jalan. Kaisa nak seperti itu, Bu." Kaisa kembali mengungkapkan keinginannya.

"Kakek dan Nenek Kaisa, semuanya ada di Indonesia," jawab Keira singkat.

"Kakek Nenek? Semua? Banyak ke?!"

"Kakek dan Nenek itu sama seperti Atuk dan Nenek. Kaisa mempunyai Kakek Nenek dari Ibu, dan Kakek Nenek dari Ayah."

"Empat?"

"Iya, Sayang."

"Jom kita ke Indonesia, Bu! Kaisa nak tengok Kakek Nenek."

Keira terdiam. Ia kembali memeluk Kaisa yang duduk di sampingnya dengan erat. Ia seakan mencari kekuatan untuk bisa menceritakan tentang kakek dan nenek kepada Kaisa. Kaisa terus menunggu balasan dari ibunya, sembari menatapnya dengan penuh harap.

"Ibu," panggil Kaisa merengek.

"Kalau kita ke Indonesia, kita nggak akan mungkin kembali lagi ke sini. Kaisa mau?" tanya Keira ragu.

"Kenapa, Bu? Apa kita orang akan tinggal di rumah Kakek Nenek? Atau tinggal di rumah Ayah?"

"Kaisa mau tinggal di Indonesia?"

"Mau lah, bersama Ayah dan Ibu."

Keira tersenyum dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Mendengar Kaisa menjawab pertanyaan dengan Bahasa Indonesia. Ia pun mulai memikirkan tawaran Ferry dan Fiya untuk berpindah bekerja ke Indonesia. Mengurusi cabang wedding organizer baru Ferry di Indonesia.

"Tapi, Kaisa boleh tak bila-bila nak bertemu dengan kawan-kawan di sini? Kaisa pasti rindu dengan Nesya dan Sandra," pinta Kaisa.

Keira mengangguk, "Boleh," jawab Keira singkat sebelum mencium Kaisa kembali.

Didekapnya tubuh mungil Kaisa yang sedang menonton video ayahnya, Raykarian. Dalam hati, Keira berharap, semoga Kaisa bisa diterima baik oleh keluarganya nanti. Ia sungguh tak ingin, jika Kaisa merasakan sakit seperti dirinya karena ditolak oleh keluarganya sendiri.

---

Kedua mata tajam Raykarian memerhatikan setiap sudut ruang sidang PBB yang terlihat sangat gaduh. Sesekali lidahnya menyapu bibirnya yang terasa kering, sembari membenahi jas hitamnya. Pandangan Raykarian beralih kepada Thomas Peterson, presiden sesi ke-81 Majelis Umum PBB, yang sedang memukul-mukulkan palunya ke meja untuk mengatasi kegaduhan di ruang sidang yang akan segera menghadirkan para pemimpin dunia untuk menyampaikan pidato mereka.

Untuk kesekian kalinya, Raykarian mendengar ketukan palu berulang kali hanya untuk menenangkan situasi. Ini merupakan hal yang tidak biasa terjadi dalam sidang Majelis Umum (MU) PBB. Dalam satu pekan terakhir, lebih dari seratus empat puluh kepala negara dan kepala pemerintahan dijadwalkan memberikan pernyataan di sidang MU-PBB. Dan inilah perkataan Thomas yang sudah diucapkan berulang kali dalam versi bahasa Raykarian, Bahasa Indonesia.

"Untuk Anda yang masih mengobrol, saya minta agar menghargai Kepala Negara yang akan berbicara di mimbar," kata Thomas mencoba menenangkan keadaan.

Setelah beberapa kali memukul-mukulkan palunya, presiden MU-PBB itu berhasil menenangkan situasi di ruang sidang. Raykarian kembali membaca rangkuman tiga topik utama yang ditekankan delegasi RI dalam sidang MU PBB kali ini. Rangkuman itu menyajikan pernyataan bahwa delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Wapres Arrmanatha Nasir, dan juga didampingi Menteri Luar Negeri (Menlu) Chandra Prasodjo, menekankan peran RI dalam pengiriman pasukan perdamaian dunia, isu penanggulangan terorisme, dan terakhir adalah tentang imigran.

Beberapa menit kemudian, sidang Majelis Umum sesi terakhir pun di mulai. Majelis Umum merupakan badan pertimbangan utama PBB. Badan itu beranggotakan seratus sembilan puluh tiga negara anggota PBB dan merupakan forum untuk melakukan pembahasan multilateral terkait berbagai masalah internasional. Setiap tahun, Majelis Umum menjalankan sidang intensif secara berkala dari September hingga Desember. Sidang Umum tersebut banyak diisi dengan pidato para kepala negara dan pemerintahan untuk menyampaikan pandangan mereka tentang masalah-masalah yang menurut mereka paling mendesak dihadapi oleh masyarakat internasional.

"First, Indonesia." Thomas memberikan kesempatan first right of reply kepada Indonesia.

Raykarian pun menurunkan mikrofonnya sedikit, sebelum menggunakan hak bersuaranya.

"Mr. President, this right of reply is to respond to the statements made by the delegations Tonga and the Solomon Islands on 29th September and 1st October respectively. My delegation strongly rejects the concerning show quote references to human rights issues in West Papua and qoute in their statements. The sad references are dangerously misleading and compel my delegation to set the record straight," ujar Raykarian membuka pidatonya.

Setelah menyapa Presiden MU PBB pada pembukaan pidatonya, Raykarian menyatakan bahwa hak jawabnya kali ini untuk merespon pernyataan dari delegasi Tonga dan Kepulauan Solomon pada tanggal 29 September dan 1 Oktober secara berturut-turut. Ia pun mengungkapkan bahwa delegasi RI sangat menolak dengan tegas mengenai kutipan tentang isu HAM (hak asasi manusia) di Papua Barat. Dan pernyataan itu sungguh berbahaya dan menyesatkan, serta memaksa delegasi RI untuk menetapkan dokumen yang sebenar-sebenarnya.

"Mr. President, human rights protection has always been a strong part of my government's priorities. Indonesian constitution and national laws provide a solid guarantee of respects for the human rights of every person in Indonesia. It is my delegation firm conviction, that no country big or small, developed or least developed is free of human rights problems. Indonesia is not an exception. However as a mature and the fort largest democracy in the world, Indonesia has put in place a robust national human rights protection system and continuous to straighten its human rights institutions and legislation." Raykarian melanjutkan pidatonya dengan lancar dan lugas.

Dalam pidatonya, Raykarian juga mengungkapkan bahwa perlindungan HAM telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah Indonesia. Undang-undang Indonesia dan hukum nasionalnya memberikan jaminan yang kuat untuk menghormati HAM bagi setiap orang di Indonesia. Delegasi RI pun menyatakan dengan tegas, bahwa tidak ada negara besar atau kecil, berkembang atau kurang berkembang, bebas akan masalah HAM. Indonesia tidak dalam pengecualian. Indonesia telah menetapkan sebuah sistem perlindungan HAM dan melanjutkan untuk menyelesaikan ketetapan HAM dan perundang-undangannya itu.

Setelah kurang lebih hampir lima menit menyampaikan pidato, Raykarian pun menutupnya dengan sopan, "And I thank you, Mr. President."

Helaan napas lega Raykarian pun berembus, setelah melaksanakan tugasnya sebagai salah satu Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Sidang Majelis Umum PBB. Ia mengulum senyum, kala melihat wallpaper foto istrinya, Keira, di layar datar smartphone-nya. Hanya dengan melihat foto istrinya itu, ia menjadi lebih bersemangat dalam bekerja.

---

Raykarian membaca halaman situs berita online tentang keadaan Keraton saat ini dengan saksama di layar laptop-nya. Ia memijat pelipis kepalanya karena memikirkan keadaan kedua orang tuanya di sana. Di dalam berita itu tertulis, jika tak satupun adik laki-laki Sultan yang tampak terlihat meski sudah diberitahukan sebelumnya ada sesuatu hal penting yang ingin disampaikan. Termasuk romonya, salah satu adik Sri Sultan HB XV. Di berita itu pun menyatakan, bahwa Sultan mengeluarkan lima petisi atau sabda raja. Paling utama dalam sabda itu, adalah penggantian nama putri sulung Sultan menjadi putri mahkota.

Kabar ini tentunya seperti petir hebat yang sedang menyambar seluruh keluarga Keraton. Sepengetahuan Raykarian, hal ini merupakan sesuatu yang janggal. Dalam adat Kesultanan Yogyakarta, tidak pernah tercatat seorang perempuan menjadi raja. Hanya laki-laki keturunan raja yang boleh menjadi pangeran Keraton di Kota Gudeg itu.

Raykarian menggelengkan kepalanya, saat melihat ungkapan romonya di dalam berita itu. Romonya, GBPH (Gusti Bendara Pangeran Harya) Yudaningrat dengan tegas menolak sabda raja. Beliau menyebut bahwa hal itu sesuatu yang tidak rasional atas penerus darah biru Keraton Yogyakarta. Ia pun mengaku siap menerima konsekuensi atas penolakan tersebut. Membuat Raykarian terbelalak tak percaya dengan konsekuensi yang diucapkan romonya.

"Paling disantet," ujar romonya seperti yang ditulis di halaman tersebut, saat diwawancarai di kediamannya, di Ndalem Yudanegara.

Raykarian pun beristighfar kala membaca ucapan romonya tersebut, "Astaghfirullahaladzim."

Tangan kanannya mengambil smartphone yang berada di samping laptop. Ibu jarinya tertahan, kala melihat jam yang tertera di layar smartphone-nya. Di sana telah menunjukkan pukul tiga sore waktu New York, Amerika serikat. Itu berarti, di Indonesia menunjukkan pukul tiga dini hari. Selisih lebih cepat dua belas jam. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menelpon romonya.

Ibu jari Raykarian segera menyentuh sebuah icon pesan yang berada di layar smartphone-nya. Detak jantungnya berdebar kencang saat melihat foto istrinya, Keira, di dalam pesan teman dekatnya, Randy.

Randy

Is she your wife, Ray?

Randy

Wajahnya sama seperti foto yang pernah kamu upload di IG dulu.

Kedua jemari Raykarian segera menyentuh gambar telpon untuk menghubungi Randy. Ia tak peduli jam berapa di tempat Randy saat ini. Randy pun baru saja mengirimkan pesan itu kepadanya. Itu berarti Randy sedang tidak tertidur saat ini.

"Assalamualaikum, Rand. Kamu di mana sekarang?" tanya Raykarian tak sabar setelah mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam, Ray. Aku ada di Malaysia sekarang. Benarkah itu foto istrimu, Ray?" Randy pun balik bertanya kepada Raykarian.

"Iya, itu istriku, Keira. Di mana kamu melihatnya? Apa dia juga di Malaysia saat ini?"

"Ya, Keira. Teman-temannya memanggilnya dengan nama itu. Aku melihatnya di pesta pernikahan teman kekasihku tadi sore. Maaf, aku baru memberi kabar tadi. Aku mencari fotomu bersama istrimu dulu, sebelum mengirimkan foto itu."

"Pesta pernikahan?"

"Iya. Sepertinya dia wedding planner di acara pernikahan itu."

"Wedding planner?!"

"Iya, Ray. Aku juga tidak percaya dengan hal itu. Bukankah istrimu mengambil jurusan yang sama denganmu, Hubungan Internasional?"

"Iya. Saat aku mengambil pasca sarjana di Columbia University, dia sedang menyelesaikan strata satunya di sana. Apa nama wedding organizer-nya, Rand?"

"Wah! Lupa aku, Ray. Sorry."

"Can you help me, please? Tolong, cari tahu nama wedding organizer itu. I need it so much."

"Oke. Aku akan mencari tahu nama wedding organizer itu. Kebetulan, aku juga sedang bertugas di sini."

"Thanks, Randy. Thank you so much."

"You're welcome, Bro. Semoga kalian bisa bertemu secepatnya nanti."

"Aamiin."

Raykarian menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lantasnya meraup wajahnya dengan kasar setelah menutup telponnya. Rasanya, ia sudah tak sabar untuk menemui Keira di Negeri Jiran itu. Berharap, kejadian tiga tahun lalu tak terulang kembali. Keira tiba-tiba menghilang lagi, saat ia datang ke Amerika untuk menjemputnya pulang.

Tbc.

***

"Yang pusing, silakan minggir. Hehehe.

Maaf, karena kemarin salah pencet. Jadi ke published lebih awal. Padahal itu lagi nyicil sedikit demi sedikit. Dan setelah sadar, langsung unpublished lagi.

Maafkan aku dengan pekerjaan Raykarian yang super rumit di sini. Apa yang Raykarian sampaikan adalah salah satu topik di sidang PBB terdahulu hingga saat ini. Apa yang aku tulis ini berdasarkan apa yang aku lihat di youtube saat sidang PBB berlangsung. Maaf lagi, kalau translate ucapan Raykarian agak belibet dan semrawut.

Semoga kalian semua masih menikmati cerita aneh ini. Itu foto-foto adalah ilustrasi Mas Raki, Keira dan Kaisa versiku. Terserah kalian mau bayangin siapa. Castnya memang beda dari sebelum-sebelumnya. Hehehe.

Thank you so much untuk kalian yang bersedia membaca dan sudi untuk memberikan jejaknya di sini. Thank you."

https://en.m.wikipedia.org/wiki/General_debate_of_the_seventieth_session_of_the_United_Nations_General_Assembly

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat

https://antoniusmario.wordpress.com/siapa-diplomat-itu/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top