13. Definisi bahagia (1)
Perlahan Kaisa mengerjapkan kedua matanya. Berulang kali matanya mengerjap lucu menyesuaikan cahaya matahari yang mulai menyusup masuk ke dalam kamar. Dipandangnya jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi waktu New York. Ia memiringkan tubuhnya. Mencoba melanjutkan tidurnya kembali. Melihat Raykarian yang sedang tertidur, Kaisa pun teringat akan janji ayahnya itu.
Kaisa menyeringai, sebelum jari telunjuk kanannya menelusuri wajah ayahnya, Raykarian. Ia menciumi pipi ayahnya berulang kali. Berusaha untuk membangunkan Raykarian dengan caranya sendiri. Namun Raykarian seakan tak terusik akan ulah Kaisa sedikit pun. Kaisa kembali merebah, ketika Raykarian memiringkan tubuh sebelum mendekapnya erat. Jemari mungil Kaisa kembali berulah. Menekan-nekan hidung mancung dan juga bibir Raykarian dengan gemas.
"Ayah! Bangun," kata Kaisa mencoba membangunkan Raykarian. "Ayah! Ayo bangun!"
Mulut Kaisa mencibir, "Katanya hari ini Ayah mau mengajak Kaisa jalan-jalan. Ayah! Bangun!"
Raykarian bergeming. Telinganya mendengar dengan jelas apa yang Kaisa katakan. Namun kedua matanya masih terasa berat untuk terbuka. Ia baru pulang dini hari tadi setelah bertugas ke luar kota. Dan tidur nyenyaknya baru bisa dinikmati setelah salat subuh berjamaah bersama dengan istrinya, Keira.
"Ayah! Bangun, Yah!" Kaisa masih mencoba membangunkan ayahnya dengan kesal. "Ayah tipulah!"
Dengan kesal, Kaisa melepaskan diri dari dekapan ayahnya. Lalu bergegas turun meninggalkan ayahnya yang tak kunjung bangun. Kaki mungilnya segera melangkah ke arah dapur tempat dimana ibunya berada setiap pagi.
"Ibu," panggil Kaisa sebelum memeluk pinggang ibunya.
Keira tersenyum sebelum meletakkan spatula yang sedang dipegangnya, "Pintarnya anak Ibu bisa bangun sendiri."
Kaisa semakin mengeratkan pelukannya. Membuat Keira kesulitan untuk melanjutkan kegiatan memasaknya.
"Sebentar, ya! Ibu mau tumis ini. Kaisa duduk dulu. Nanti Ibu bikinkan susu buat Kaisa," ujar Keira mengalihkan perhatian Kaisa yang sepertinya tak mengacuhkan ucapannya.
Keira pun mematikan kompor. Sebelum menggendong Kaisa yang sepertinya sedang merajuk. Wajah cantik Kaisa merengut dengan bibir mencebik. Membuat Keira menjadi sangat gemas untuk menciuminya.
"Ibu!" seru Kaisa tak suka ketika dihujani ciuman oleh ibunya.
Keira terkekeh, "Kenapa sih? Kok pagi-pagi cemberut gitu? Jelek ah!"
"Ayah tipu! Ayah bilang mau ajak Kaisa jalan-jalan hari ini. Tapi tadi Ayahnya nggak bangun-bangun!" gerutu Kaisa seraya menatap Keira yang sedang menggendongnya.
Keira mendudukkan Kaisa di kursi mini bar. Lalu ia pun duduk di sampingnya. Keduanya saling berhadapan ketika Keira merapikan rambut Kaisa yang masih berantakan. Kemudian menguncir rambut Kaisa itu dengan menggunakan gelang rambut yang selalu melingkar di pergelangan tangan kanannya. Gelang itu amat sangat penting jika rambut panjang Kaisa berantakan saat digerai.
"Ayah masih mengantuk, Sayang. Ayah tadi pulang pagi. Terus baru tidur setelah salat subuh. Kasihan kan Ayah?" tutur Keira menasehati.
"Tapi Ayah sudah janji, Bu. Ayah tipu!" sahut Kaisa kesal.
"Ayah nggak tipu, Sayang. Nanti juga Ayah bangun. Kaisa sabar, ya! Gimana kalau Kaisa sarapan dulu? Ibu sudah bikin sandwich bakar tadi. Kaisa mau?"
"Isinya apa?"
"Ada selada, irisan tomat, irisan telur, daging asap, terus ditambah mayonaise dan tuna. Ada juga yang diisi kornet tadi. Kaisa mau yang mana?"
"Kaisa mau yang isi tuna aja."
"Oke. Ibu ambilkan dulu ya. Kaisa mau minum susu cokelat atau putih?"
"Susu cokelat je."
Keira kembali mengangguk. Lalu mencium pipi Kaisa sebelum beranjak mengambil sandwich dan membuatkan susu cokelat. Dengan cekatan Keira memotong sandwich menjadi dua dengan bentuk segitiga. Setelah itu meletakkannya di atas piring datar. Lalu segera membuatkan susu cokelat pesanan Kaisa. Dan menyajikannya bersama untuk sarapan Kaisa.
Keira menarik kedua sudut bibir Kaisa dengan ibu jari dan jari telunjuknya agar tersenyum, "Senyum dong biar cantik! Sekarang cuci muka, terus gosok gigi, setelah itu makan."
Kaisa mengangguk sebelum turun dari kursi mini bar. Ia berjalan ke arah wastafel. Mencuci wajahnya dan berkumur-kumur. Setelah itu ia kembali duduk di kursi semula. Alis Keira terangkat melihat tingkah Kaisa yang semakin lama semakin mirip dengan tingkah laku Raykarian.
"Ih! Kok nggak gosok gigi?" cibir Keira.
Kaisa meringis setelah meminum susu cokelatnya, "Gosok giginya habis makan aja, Bu. Kayak Ayah."
Keira menggelengkan kepalanya. Kaisa benar-benar foto copy-an Raykarian. Hanya saja bentuk keduanya berbeda. Kaisa dengan wajah cantik dan imutnya. Sedang Raykarian dengan ketampanan dan kewibawaannya. Dan Keira bersyukur memiliki keduanya. Raykarian dan Kaisa-lah yang menjadikannya merasa sangat bahagia. Walau kadang keduanya sering membuat Keira kesal dengan tingkah konyol yang tak terduga.
"Ibu lanjutkan memasak dulu ya! Kaisa habiskan sarapannya. Sambil menunggu Ayah bangun," tutur Keira sabar sebelum beranjak dari tempat duduknya.
"Lama, Bu! Nanti kalau siang, jalan-jalannya cuma sebentar." Kaisa kembali merengut.
"Kaisa sabar dong! Biarkan Ayah istirahat dulu. Ayah nggak akan pernah lupa sama janjinya."
Kaisa mengangguk pasrah. Ia kembali menggigit sandwich bakar-nya. Mengunyahnya dengan perlahan sembari memerhatikan ibunya yang sedang memasak sesuatu.
"Ibu masak apa?" tanya Kaisa setelah kunyahannya ditelan.
"Nasi goreng teri, pesanan Ayah. Kaisa mau?" tawar Keira.
Kaisa menggeleng, "Besok bikin nasi goreng sosis ya, Bu. Terus pakai telur mata sapi."
"Iya, Sayang. Habiskan dulu sandwich dan susunya. Setelah itu bangunkan Ayah."
"Oke!"
Kaisa kembali bersemangat ketika Keira memintanya untuk membangunkan Raykarian. Kali ini ia harus berhasil membuat ayahnya terbangun. Bagaimana pun caranya. Ia pun segera menghabiskan sandwich dan susunya.
Raykarian meregangkan otot lehernya seraya berjalan menghampiri istri dan anaknya di dapur. Ia segera duduk di samping Kaisa yang sedang memakan sandwich bakar dengan lahapnya. Tangan kanannya terulur. Mencubit pipi Kaisa yang tampak menggemaskan. Membuat Kaisa berteriak kesakitan.
"Ayah!!! Sakit!" teriak Kaisa tak suka.
Raykarian tersenyum sebelum mengusap pucuk kepala Kaisa, "Marah-marah terus ini. Nanti jadi nenek-nenek loh kalau sering marah-marah."
"Ibu, Ayah nakal ni!" adu Kaisa kesal.
"Ayah, mau minum apa?" tanya Keira yang seakan tak mengacuhkan aduan Kaisa.
"Ih, Ibu! Ayah nakal ini!!!" Kaisa kembali berteriak.
Keira membalikkan tubuhya. Lalu meletakkan sepiring besar nasi goreng teri pesanan Raykarian.
"Kalau Kaisa nggak teriak-teriak, Ayah nggak akan cubit-cubit begit," tutur Keira yang membuat Kaisa mencebik. "Ayah mau minum apa?"
"Kopi," sahut Raykarian singkat sebelum menciumi wajah Kaisa.
Keira segera membuatkan kopi untuk Raykarian. Hingga saat ini Raykarian masih saja meminum kopi kesukaannya setiap hari. Walau hanya dua cangkir sehari, perubahan kecil itu membuat Keira bersyukur. Keira hanya tak ingin Raykarian menjadi pecandu kopi yang tidak bisa dihentikan.
"Ih, Ayah!" seru Kaisa kembali kala ayahnya menciumi wajahnya. "Kaisa kesal sama Ayah! Ayah tipulah!"
Dahi Raykarian mengerut, "Eh! Ayah tipu apa? Kapan Ayah tipu Kaisa?"
Keira memakan sandwich bakarnya setelah duduk di hadapan Raykarian dan Kaisa. Ia memandang keduanya yang saling bertatapan. Bagi Keira keributan suami dan putrinya adalah hal yang sangat berharga. Ia bisa melihat bagaimana Kaisa mendebat ayahnya dan bagaimana cerdasnya Raykarian saat membalas.
"Kemarin, Ayah janji nak ajak Kaisa jalan-jalan. Ayah lupa ke?!" tanya Kaisa geram dan mulai dengan bahasa melayunya kembali.
Raykarian terkekeh, "Jadi Kaisa marah karena itu?"
"Iya. Ayah tipu!"
"Ayah nggak tipu, Sayang. Ayah tadi masih mengantuk, makanya nggak bangun-bangun. Ayah ingat kok kalau hari ini kita akan jalan-jalan."
"Iya ke?!"
"Iya, Sayang. Kaisa mau jalan-jalan ke mana?"
Kaisa tampak berpikir seraya memandang ayah dan ibunya bergantian, "Kaisa mau jalan-jalan ke museum. Kemarin Miss Cathy cerita tentang apa saja yang ada di museum. Kaisa nak tengok, macam mana museum tu."
"Oke. Nanti kita ke American Museum of Natural History."
"Nak! Nak! Miss Cathy cakap museum tu juga, Yah."
Raykarian tersenyum bahagia ketika Kaisa tampak sudah tak kesal lagi kepadanya. Weekend kali ini sengaja Raykarian sempatkan untuk mengajak istri dan anaknya jalan-jalan. Karena bulan depan, dirinya akan berkutat kembali dengan agenda sidang di PBB. Dan hal itu pasti akan membuat kebersamaannya bersama dengan Keira dan Kaisa semakin berkurang.
"Ibu mau jalan-jalan kemana?" tanya Raykarian kepada Keira sebelum memakan nasi gorengnya.
Keira tersenyum setelah meminum green tea, "Kemana saja. Yang penting hari ini kita bisa quality time bersama-sama."
"Nggak pengen belanja atau beli sesuatu gitu?"
"Kaisa nak es krim, Yah," sahut Kaisa. "Boleh kan, Bu?"
"Eh, Ayah tanya Ibu tau!" timpal Raykarian dengan logat khas melayu Kaisa.
Keira mengangguk, pertanda mengizinkan Kaisa untuk memakan es krim. Kemudian membersihkan salah satu sudut bibir Kaisa yang kotor karena sisa saus dan mayonaise dengan tisu.
"Sama je! Kaisa kan anak Ayah. Anak Ibu juga," ujar Kaisa.
Raykarian tertawa mendengar jawaban Kaisa, "Oke. Satu kali saja ya makan es krimnya!" peringat Raykarian tak terbantahkan.
Kaisa mengangguk pertanda setuju, "Oke."
Ketiganya melanjutkan sarapan dengan riang gembira. Sesekali kejahilan Raykarian muncul. Entah dengan kata-kata atau tangannya. Membuat Kaisa selalu memekik meneriakkan nama ibunya. Sedang Keira tersenyum bahagia melihat kebersamaan suami dan putrinya yang sangat langka itu.
°°°
Kaisa tampak bersemangat ketika menikmati koleksi benda yang luar biasa lengkap di American Museum Of Natural History. Di sana, ia menemukan fosil T-Rex, salah satu jenis dinosaurus. Raykarian pun mengambil foto Kaisa yang berdiri di antara kedua kaki T-Rex. Museum kebanggaan masyarakat New York ini pernah menjadi lokasi syuting film Hollywood, Night At the Museum. Salah satu film yang pernah Raykarian tontonkan kepada Kaisa dulu. Membuat Kaisa merasa sangat bahagia karena bisa berkunjung ke museum tempat di mana dirinya pernah menonton film itu.
Raykarian sengaja mengajak Kaisa dan Keira berjalan-jalan di tempat wisata yang tak jauh dari apartemen. Apartemen yang sengaja disewa Raykarian sebagai tempat tinggal keluarga kecilnya. Lokasi apartemen itu tak jauh dari kantor tempatnya bekerja, di sekitar KJRI New York. One-bedroom apartment yang menjadi pilihan Raykarian saat itu. Luasnya sekitar 800 sqft dengan harga sewa $1900/bulan. Ini adalah harga termurah sewa apartemen di New York. Karena di New York terkenal amat sangat mahal dengan harga sewa apartemennya. Raykarian pun bersyukur karena istri dan anaknya tak pernah mempermasalahkan dimana mereka tinggal.
"Ayah, itu ada Jason dan Jasmine. Kaisa boleh tak main di sana sama teman-teman?" izin Kaisa kepada ayahnya ketika baru saja sampai di Central Park.
Raykarian mengangguk, "Boleh. Tapi jangan lama-lama ya! Setelah ini kita harus jalan-jalan lagi."
"Oke! Just thirty minutes, promise!" Kaisa mengangkat kedua jemari tangan kanannya membentuk huruf V.
"Ayah dan Ibu tunggu di sini. Hati-hati ya!" peringat Raykarian sebelum melepas gandengan tangannya kepada Kaisa.
Keira dan Raykarian memilih duduk di kursi yang tersedia di Central Park. Di tengah-tengah kota metropolitan dengan pembangunan yang pesat seperti New York, membuat Keira sangat menikmati sebuah taman yang luas dan asri. Central Park merupakan taman di Amerika Serikat yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat maupun wisatawan. Mereka berkunjung ke Central Park untuk bersantai. Pasalnya di dalam taman ini terdapat danau buatan, kolam, jalan setapak, kawasan lindung hewan liar, area bermain anak, lapangan hijau, dan arena ice skating. Pagi, siang dan malam selalu ramai di Central Park.
"Habis ini kita mau kemana, Mas?" tanya Keira seraya mengawasi Kaisa yang sedang berada di area bermain anak.
"Nanti kamu juga tahu." Raykarian mengusap pucuk kepala Keira dengan penuh sayang.
Keira menoleh. Menatap Raykarian yang juga sedang menatapnya dengan tatapan teduh penuh cinta. Tatapan yang selalu mampu membuat waktu dan dunia Keira serasa terhenti.
"Tempatnya nggak jauh dari sini?" tanya Keira setelah memutus pandangan dari tatapan Raykarian dan kembali memerhatikan Kaisa.
"Agak jauh sedikit. Kenapa?" tanya Raykarian sebelum meminum air mineral yang berada di tas Keira.
"Tanya, Mas. Keira pengen tahu saja, kemana kita akan pergi setelah ini."
"Mau ke Fifth Avenue?"
Keira langsung menoleh ke samping kanannya. Memandang Raykarian yang ternyata masih menatapnya dengan tatapan yang sama. Tatapan yang akan selalu membiusnya di tempat.
"Sayang, mau ke Fifth Avenue nggak?" ulang Raykarian.
Keira mengangguk senang, "Mau."
Raykarian tersenyum mendengar jawaban Keira yang terdengar sangat menggemaskan di telinganya. Nadanya seperti saat Kaisa merengek meminta sesuatu. Diusapnya pucuk kepala Keira yang tertutup hijab. Lalu menciumnya sekilas. Membuat wajah Keira langsung bersemu memerah karena malu. Raykarian memang tak segan-segan untuk menciumnya di tempat umum. Baginya mencium Keira seperti sebuah kewajiban. Terlebih Keira sudah menjadi istrinya. Ia pun bisa dengan bebas mengungkapkan rasa cinta dan sayangnya dengan sesuka hati.
"Pilih salah satu ya nanti. Tas, sepatu atau baju. Kalau pilih semua, nanti dapat nol lagi," tutur Raykarian yang membuat Keira bingung.
"Kok dapat nol?" tanya Keira tak paham.
"Iya, kalau pilih semua nanti tabungan kita bisa jadi nol, Sayang."
Keira tertawa mendengar penuturan lugas Raykarian, "Iya, Mas. Keira tahu kok. Keira nggak mau beli apa-apa. Cuma mau beli sepatu saja buat Kaisa. Boleh kan?"
"Boleh. Kaisa satu, Ibu satu. Sudah lama kan kamu nggak beli kayak begitu?"
Keira mengangguk membalasnya. Senyum bahagianya sedari tadi tak pernah pudar. Terkadang ia tak perlu meminta apa pun kepada Raykarian. Karena Raykarian selalu membelikan sesuatu yang memang sedang diinginkannya. Seperti saat ini. Tanpa diminta, Raykarian akan menawarinya.
Fifth Avenue merupakan sebuah jalan yang ada di Manhattan. Di sepanjang jalan itu banyak mall sampai dengan butik-butik dari brand ternama. Seperti Gucci, Prada, Nine West, Sephora, Fendi, Louis Vuitton, Salvatore Ferragamo, Zara, dan masih banyak lagi. Fifth Avenue juga masuk dalam daftar jalan termahal di dunia versi majalah Forbes. Bagi yang gemar berbelanja, Fifth Avenue bagaikan sebuah surga untuk memuaskan hasrat berbelanja. Untuk itulah Keira selalu berhati-hati jika ke sana, jangan sampai kartu debit atau kartu kredit mencapai limit.
Setelah berbelanja sepatu serta baju di Fifth Avenue, Raykarian langsung membawa Keira dan Kaisa ke tempat tujuan utamanya. Raykarian sengaja meminta taksi yang ditumpanginya untuk berhenti di depan flat tempat di mana ia tinggal saat kuliah. Hanya dua menit untuk bisa sampai ke kampus tersayangnya, Columbia University. Gandengan tangan Raykarian mengerat ketika merasakan tangan Keira yang digenggamnya mulai terasa dingin. Ditatapnya Keira yang hanya terdiam dan terus berjalan mengikuti langkahnya.
"Ayah, kita nak kemana?" tanya Kaisa yang berada di gendongan Raykarian.
Raykarian tersenyum, "Kita mau ke kampus Ayah dan Ibu."
"Kampus tu apa?" tanya Kaisa tak mengerti.
"Kampus itu tempat sekolahnya Ayah dan Ibu dulu."
"Jadi Ayah dan Ibu pernah sekolah sama-sama? Ayah dan Ibu teman dulu?"
"Iya."
"Masih jauh nggak kampusnya, Yah?"
"Sebentar lagi, Sayang."
"Tak sabar nak tengok kampus Ayah dan Ibu."
Raykarian tersenyum. Lalu menurunkan Kaisa, ketika Kaisa meminta turun dari gendongannya. Kaisa berjalan di depan Raykarian dan Keira. Membiarkan keduanya membawa beberapa paper bag hasil dari belanja bersama ibunya.
"Kei," panggil Raykarian cemas.
Keira menatap Raykarian nanar, "Mau apa kita ke sini, Mas?"
"Kamu nggak suka?"
Keira mengangguk. Di sepanjang jalan, semua ingatannya bersama dengan Raykarian dulu kembali berkelebat. Mulai dari kenangan bahagia hingga menyedihkan. Membuat degup jantungnya berdetak kencang. Menahan gejolak tak mengenakkan dari dalam tubuhnya.
"Mas cuma mau mengenang masa kuliah dulu, sama kamu. Mas ingin, kamu bisa melanjutkan kuliah kamu lagi. Mas mau kamu mengejar cita-cita kamu yang pernah kamu ceritakan sama Mas dulu," ujar Raykarian yang membuat air mata Keira menetes.
Tangan kiri Keira segera menyeka air matanya, "Keira cuma mau menjadi istri yang baik buat Mas Raki. Dan juga ibu yang baik untuk Kaisa. Hanya itu."
"Maafkan Mas, Kei. Maaf."
Keira menghentikan langkahnya, lantas mendongak. Menatap Raykarian dengan lekat.
"Mas nggak perlu minta maaf. Semua yang terjadi kepada kita dulu, bukan hanya kesalahan Mas saja. Tapi Keira juga. Tempat ini membuat Keira mengingat semuanya kembali," tutur Keira sedih.
"Itu yang Mas inginkan. Hari ini adalah anniversary pernikahan kita yang kelima. Mas mau, kita mengenang semuanya mulai dari kita bertemu sampai ada Kaisa. Mungkin sedikit menyakitkan, tapi kenangan buruk itu akan selalu ada untuk melengkapi cerita hidup kita sampai nanti."
"Ayah, Ibu!" teriak Kaisa yang sudah tak sabar menunggu kedua orang tuanya.
"Ayo! Sudah ada yang menunggu kita di sana," tutur Raykarian.
"Siapa?" Keira melangkahkan kakinya mengikuti Raykarian yang kembali menggandengnya.
Kaisa segera berlari ke arah Kenzi dan Kanza yang memanggilnya. Ia langsung berhambur pelukan kepada Kenzi. Kanza yang sudah lama merindukan Keira segera berlari menghampiri kakaknya. Membuat Raykarian tersenyum bahagia.
"Miss you, Kak." Kanza memeluk Keira dengan erat.
"Miss you too, Dek. Kok kamu di sini?" tanya Keira.
Kanza tersenyum seraya melirik Raykarian yang berada di belakang Keira, "Surprise! In syaa Allah Kanza akan kuliah di sini. Tadi habis cari flat untuk tempat tinggal."
Keira tersenyum sebelum memeluk adik bungsunya, "Sampai kapan Kanza di sini?"
"Seminggu. Rencana sore ini mau ke tempat Kakak. Eh, Bang Raki bilang mau jemput. Ya sudah, Kanza sama Bang Kenzi tunggu di sini deh."
"Ingat nggak tugasnya sekarang?" tanya Raykarian kepada Kanza.
Kanza mengangguk patuh, "Ingatlah, Bang. Jagain Kaisa kan?"
"Jaga Kaisa?" tanya Keira bingung.
"Abang sama Kak Keira pergi dulu ya. Jaga Kaisa baik-baik!" Raykarian kembali menggandeng Keira setelah memberikan barang belanjaannya kepada Kanza.
"Ih! Apa ini, Bang?!" seru Kanza tak suka kala Raykarian memberikan beberapa paper bag kepadanya. "Katanya suruh jagain Kaisa, kenapa suruh bawa barang-barang kek gini juga?"
"Sudah. Bawa dulu, nanti Abang ajak ke tempat makan terenak di sekitar kampus. Oke?" sahut Raykarian sebelum pergi meninggalkan Kanza, Kenzi dan Kaisa.
"Jangan lama-lama, Bang!" teriak Kanza.
Kaisa menatap kepergian ayah dan ibunya, "Om, Ayah sama Ibu mau kemana?"
"Ayah sama Ibu mau bertemu teman Ayah dulu. Kaisa sama Om dan Aunty Kanza dulu ya. Gimana kalau kita jalan-jalan? Cari makan dan minum. Kaisa mau?" bujuk Kenzi yang dibalas anggukan kepala dari Kaisa. "Ayo! Kanza, ayo!"
Kanza langsung menyusul Kenzi dan Kaisa. Ia sedikit cemberut karena membawa beberapa paper bag yang ingin dibuangnya. Namun tanpa terduga Kenzi mengambil alih barang itu dari tangan Kanza. Membuat senyum manis Kanza tersungging. Dan langsung mengecup pipi Kenzi tanpa malu.
"Jangan bikin pasaran Abang turun ya!" seru Kenzi setelah mendapat kecupan singkat dari Kanza.
Kanza tertawa, "Eh, Bang! Pasaran Abang nggak akan pernah turun kalau jalan sama Kanza. Body Kanza aja udah mirip kayak Selena Gomez. Yang ada itu, pasaran Abang turun karena Kaisa."
"Kok Kaisa, Aunty?" Kaisa memandang Kanza bingung.
"Coba Kaisa panggil 'Papa' sama Om Kenzi sekarang! Cocok nggak Om Kenzi jadi Papa?" titah Kanza kepada Kaisa yang sedang digendong Kenzi.
"Papa." Kaisa tersenyum sebelum mencium salah satu pipi Kenzi.
Kenzi tersenyum kikuk ketika beberapa orang memerhatikannya. Sedang Kanza tertawa terbahak-bahak mengikuti langkah Kenzi yang semakin cepat meninggalkannya.
Tbc.
25April.18
Bello 🤗
Masih ada yang baca nggak?
Maaf ya, ceritanya hiatus lama. Ini juga nggak mau janji kapan update lagi. Cuma lagi kangen aja sama Keira dan Kaisa.
Btw, tolong kasih komen ya tentang part ini. Masih adakah rasa-rasa ala Raki, Keira, Kaisa di part ini seperti part-part sebelumnya?
Saya butuh kritik saran di part ini setelah cerita SHE hiatus lama.
Dan Terima kasih untuk kalian yang selalu setia menunggu cerita-cerita anehku di sini. 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top