26. Big Mouth (2)

Dia sungguh bajingan tidak tahu diri. Boleh saja beranggapan demikian bahwa sekadar foto bukanlah masalah besar tak perlu dipusingkan, toh gosip akan selalu menjadi gosip entah faktanya benar atau salah seterusnya orang-orang akan beranggapan semua itu benar tak peduli akan kebenaran, mengenali bagaimana perilaku manusia itu sendiri yang sukar ditegur apalagi diatur.

Boleh saja cowok itu beranggapan begitu karena hidupnya memang telah dikelilingi oleh gosip miring, mau itu baik atau buruk dia tak pernah peduli dan selalu mampu menjalani kehidupannya apa adanya. Seolah gujingan orang-orang bukanlah perkara yang patut dipusingkan olehnya, malahan cukup nikmati saja panggung pentas dari sosial.

Tidak bagi si cewek. Cukup dua kali saja dia mendapatkan perhatian berlebihan dari sosial karena perilaku bajingan sang ayah yang terkuak dan ibu yang selalu melupakan keluarganya. Cukup kedua peristiwa itu saja yang membuatnya tak pernah nyaman untuk tinggal di tengah masyarakat sok tahu, dia tak mau ada lagi perhatian berlebihan, dia ingin hidup dengan damai sebagaimana harusnya jalan sesuai ekspektasinya selepas bangkit dari keterpurukan demi menata hidupnya lagi.

Taeyong menganggap semua ini lelucon; Jisoo menganggap semua ini serius. Sudut pandang mereka terhadap sosial ini jelas beda jauh. Jika Jisoo lebih menyukai gagasan ayam lebih dulu ada ketimbang telur, maka Taeyong akan beranggapan telur lebih dulu ada ketimbang ayam, dan sulit menyatukan dua argumentasi dengan sudut pandang yang berbeda.

"Itu cuma foto." Lanjutkan saja argumentasi sama tanpa peduli bagaimana gambar yang menurutnya hanya sebuah "foto" itu berdampak demikian sengsara bagi kehidupan kampusnya. Taeyong telah merusak runtutan hidupnya walau bukan dia pelaku itu. "Orang-orang udah biasa kan, ngomong gak jelas begitu sekali dapat bahan omongan?"

Omongan mereka jelas dan itu kurang menyenangkan baginya.

Johnny mendorong dadanya dengan dua tangan kosong, mencegahnya yang terus ingin mendekat padanya.

"Cuma foto, cuma foto." Dia menggeram kesal kelihatan tak sabar lagi atas upaya Johnny yang terus menghalangi langkahnya, "malam konser semua orang pasti ngelihat lo pergi sama gue. Dan lo," sorot tajamnya menatap Johnny yang kontan balas menatap tatapan itu, "yang nyuruh gue buat pergi sama dia. Lo juga, Sa, ngebiarin kita pergi berdua. Semua orang punya mata di malam konser jelas ngelihat kita berdua—"

"Bajingan!" umpat Johnny mendorongnya setengah kasar. "Lo kalau nggak peduli sama dia mending minggat aja dari sini."

Taeyong tersenyum miring. "Semua aja anggap gue salah." Lalu sorotnya berpaling ke Jisoo. "Kalau emang sebegitu takutnya lo orang-orang tahu, buat apa lo jatuh cinta sama gue?"

"Bajingan lo, Yong!" teriak Hwasa seraya melemparinya bandal sofa yang sayangnya melesat. "Emang bener Jisoo nolak buat pacaran sama lo. Lo bajingan."

Jisoo meremas tangan Hwasa agar temannya ini berhenti memaki Taeyong.

Saat cowok itu ingin bicara lagi, Johnny sudah menyeretnya keluar dari rumah. Membawanya turun ke lantai bawah demi mengakhiri situasi tak menyenangkan ini dan menyentaknya ke mobil cowok itu di garasi.

Johnny mencengkram pundaknya kuat-kuat. "Denger. Kalau lo peduli sama dia, harusnya lo bisa bedain mana orang yang baru beradaptasi ke dunia sinting lo ini sama orang yang sudah biasa keliaran di dunia lo." Dia melanjutkan lagi, tak mengizinkan cowok ini bicara apalagi menyanggah, "Cewek lain mungkin biasa dapat perhatian penuh dari orang sekampus setelah dekat sama lo, tapi Jisoo ... selama kuliah ini dia selalu menghindari masalah, kehidupan kampusnya tentram, sedikit perhatian lebih baik untuk dirinya—prinsip doi selalu begini. Doi selalu ngambil jalan lurus sementara lo sekali ada tikungan aja lo lewatin padahal lurus udah jalan paling bener."

"Teman lo membesarkan masalah yang cuma foto doang."

"Bagi lo cuma foto, bagi dia itu bukan sekadar foto. Ngerti perbedaannya nggak, sih?" Lagi, dia melanjutkan sebelum Taeyong ngomong, "Mendingan lo balik aja ke rumah sewaan sama teman-teman lo itu, biar urusan di sini gue yang handle sama Hwasa. Dan masalah lo sebagai subjeknya akhiri aja. Itu urusan kita. Jangan ganggu Jisoo lagi."

"Brengsek." Kata itu tersampaikan berkat emosinya dan dia langsung menepis tangan Johnny. Segera masuk ke mobilnya dan menancap gas keluar dari halaman rumah itu dengan kekesalan luar biasa, ingin mencekik seseorang hawanya.

Johnny lalu kembali naik ke lantai atas. Sedikit lega melihat Jisoo tampak melunak yang sekarang tengah mengobati luka bekas cakaran kuku di pipi Hwasa.

"Siapa sih, yang foto?" tanya Johnny setelah bergabung di ruang tengah bersama mereka.

"Bona," kata Hwasa kontan merintih sakit gara-gara nyeri saat Jisoo mengobati lukanya. "Lo usir orangnya?"

"Ya," jawab Johnny melirik Jisoo kemudian. "Urusan subjek ganti kita berdua aja, Jis. Temanya jadi 'perilaku bangun pagi' kan, di antara kita bertiga cuma lo doang yang bangun pagi."

"Yah ... John ...," rengek Hwasa cemberut. "Ide lo gak asyik, ah! Masa bangun pagi? Alaaah ... malasi banget."

Jisoo tertawa lepas akhirnya karena ekspresi cemberut Hwasa yang lucu ditambah bekas merah di pipin gara-gara cakaran kuku kelihatan menggelikan. "Nanti rewards-nya gede, deh."

"Apa? Apa?" tanyanya penasaran.

Sambil mengobati lukanya, dia pun menjawab, "Hmm ... rahasia. Hehe." Atensinya perlahan menyurut, tiba-tiba merasa tak enak karena dia Hwasa jadi setengah babak belur gini. "Maaf ya, kalian jadi repot lagi gara-gara gue."

"Ini bukan repot," lanjutnya, "gue gatal habisanya sama si Bona, tuh. Anjing beneran ternyata."

Johnny tertawa meski belum tahu di balik alasan Bona melakukan itu semua, mengambil gambar Jisoo dan Taeyong diam-diam lalu menyebarnya. "Gue kirain Nayeon."

Hwasa mencelos akibat rasa bersalah karena sudah menuduh bahkan sampai membentak Nayeon. "Gue pikir juga gitu," lanjutnya, "tahunya Bona si anjing ....!"

"Heh!" tegur Jisoo. "Dia teman kita."

"Bodo amat," balasnya.

"Alasan apa sih, Bona begitu?" tanya Johnny makin penasaran.

Sebetulnya Hwasa juga baru-baru ini tahu rahasia ini setelah Nayeon bercerita sesudah insiden jambakan rambut dan cakaran maut di kos-kosan yang sampai bikin ibu kos Nayeon jantungan, yang akhirnya minta tolong penghuni kos buat misahin mereka. Dan mereka baru pisah setelah empat cowok, seorang mahasiswa, diseret masuk secara random sama anak-anak kos cewek karena mereka gagal memisahkan jambakan Hwasa dan Bona.

"Gue baru tahu ini," lanjutnya, "Bona dulu pernah pdkt sama Taeyong dan sempat dekat nyaris sebulan—yah, lebih lama daripada cewek-cewek lain. Eh, tapi lamaan lo kok, Jis."

"Sa!" tegur Johnny sambil mendelik.

Hwasa meringis. "Tapi alasannya bukan karena itu, deh. Kayaknya dia jengkel sama lo soalnya dia suka Scoups, tapi lo malah deket sama mantan gebetan dia dulu. Hehe."

"Kok Bona gak pernah cerita pernah dekat sama Taeyong?" tanya Jisoo heran karena selama ini cewek itu tidak pernah cerita apa-apa ke mereka apalagi masalah perasaannya itu yang ternyata diam-diam suka Scoups.

"Mereka pernah dekat pas awal-awal semester gitu, belum ada yang tahu, apalagi gue," katanya mengakhiri rasa penasaran Jisoo yang sekarang terpikirkan kalau ternyata temannya sendiri selain Nayeon pernah jadi gebetan Taeyong.

"Jangan-jangan lo juga pernah pdkt sama Taeyong?" ucapnya tersampaikan begitu saja.

Hwasa melotot lalu mendengus. "Heh, gini-gini orang yang gue incar cuma Yuta."

"Doi bucin sama Yuta, Jis, dari dulu kan begitu," timpal Johnny geli sendiri mengingat awal-awal keduanya dekat.

"Oh, iya iya."

Ketiganya lantas tertawa melupakan sesaat masalah hari ini, sedikit mengenang awal-awal masih jadi mahasiswa baru dan beradaptasi dengan lingkungan; pun awal saat-saat Hwasa mulai mengutarakan rasa tertariknya sama Yuta, cowok yang belum genap dua hari dia kenal itu.

"Eh, besok renang, yuk? Dah lama nih, nggak renang," seru Hwasa langsung dapat anggukan setuju dari kedua temannya.

• s h a m e l e s s •

Malam itu Jisoo tak bisa tidur. Biarpun telah berusaha buat memejamkan mata pun sulit rasanya dilakukan saat pikiran sedang mendebatkan banyak hal. Nuansa malam ini pun tampaknya mendukung dirinya supaya bertahan hidup tanpa tidur dalam satu hari.

Jisoo terus menanyakan keadaan esok nanti apakah semua orang akan menatapnya seperti siang kemarin atau berbeda lagi? Dia cemas kalau perhatian itu masih terus mengikuti dirinya selama kakinya berkeliaran di area kampus. Bukan hanya mencemaskan orang-orang kampus, dia pun cemas jika tugas kuliahnya selama ke depan nanti jadi berantakan karena fokusnya terus teralihkan akan sesuatu.

Ketika merasa sudah tak yakin buat tidur, Jisoo lalu mengganti posisi rebahan jadi duduk lantas meraih ponsel di nakas. Ternyata ada notifikasi pesan masuk dari Tante Dara dan puluhan notifikasi masuk dari Instagram milik Taeyong yang belum sempat dia keluarkan. Beberapa DM itu bisa dia baca, sebagian merupakan notifikasi tag dan sebagian lagi notifikasi yang bisa dia duga kalau cowok ini tengah bersenang-senang tanpa perlu membuka isi DM karena balasan story itu telah menjelaskan praduganya.

Tante Dara: kemarin tante nemuin perumahan bagus agak jauh dari kota, tapi harganya lumayan. Kalau kamu mau, lusa tante bisa ke sana terus foto-fotoin tempatnya.

Jisoo lalu membalas pesan tersebut walau balasan berikutnya akan datang esok harinya. Jelas pukul satu dini hari ini Tante Dara sudah tidur, mana sempat membaca balasannya ini.

Jisoo: boleh selama menurut tante tempatnya bagus

Giginya mulai mengigiti bibir bagian bawahnya, bimbang seketika mengusik dirinya. Netranya terus saja berpaling ke notifikasi Instagram yang bergantian muncul.

Jisoo: kira-kira aku transfer ke kampus lain bisa nggak ya, tan?

Pesan itu terkirim bersamaan dengan notifikasi Instagram yang muncul lagi tanpa henti. Jengkel sendiri melihatnya, akhirnya Jisoo membuka aplikasi Instagram-nya, mengganti profile sendiri sementara dengan profile milik Taeyong, lalu mencari fitur pengaturan untuk keluar dari akun ini. Sebelum benar-benar keluar notifikasi DM baru muncul yang dapat Jisoo baca seluruh pesan itu, kurang lebih isinya, "Lah, udah nggak puasa mepetin cewek lagi, nih?"

Keluar. Akunnya sudah keluar dari aplikasi Instagram di ponselnya. Sekarang dia tak perlu lagi merasa terganggu dengan rentetan notifikasi DM yang tak pernah berhenti muncul itu.

Jisoo kembali merebahkan tubuh, kali ini memaksakan diri untuk tidur setelah meneriaki isi kepalanya supaya berhenti saling berdebat. Dia hanya ingin tidur dan istirahat dengan tenang sebelum menghadapi lembaran baru esok nanti.

Walaupun paginya dia sedikit terlambat bangun dari biasanya namun Jisoo masih sempat buat pergi beli sarapan setelah urusan mandinya selesai. Mbak Sunmi sedikit heran karena tak seperti biasanya Jisoo datang agak siangan ke warungnya untuk beli sarapan nasi uduk, saat ditanya alasannya cewek itu mengatakan kalau hari ini kuliah masuk siang jadi dia sengaja bangun agak siangan.

"Makasih ya, Mbak." Lantas dia berbalik untuk pulang sambil menenteng dua kantong plastik hitam, jatah sarapan Jisoo bersama dua teman sepaviliunnya itu. Saat mendongak lurus ke depan, perlahan pupil matanya mengecil tatkala mendapati kemunculan Taeyong yang tak jauh dari paviliunnya itu.

Cowok itu segera menyusulnya tanpa basa-basi dan kelihatan sekali bahwa pagi ini dia belum mengambil jatah tidur. Keduanya pun kontan sama-sama berhenti dan saling berdiri berhadapan. Belum ada yang bicara saat ini, hanya ada tatapan mata saling bertemu yang menyampaikan seluruh emosi keduanya.

"Kalau lo segitu nggak maunya sama gue, kenapa lo gak pernah ngejauhin gue?" Pertanyaan itu tersampaikan akhirnya setelah kemarin terhalang oleh Johnny sebagai pemisah di antara mereka. Taeyong menyerah kala itu, putus asa bersama argumentasinya merasa percuma jika semua orang hanya akan menyalahkan dirinya.

Dia tahu kapan tepatnya bisa mendapatkan waktu bersama Jisoo demi bicara dua mata karena kampus tidak akan mungkin bisa lagi, lalu mengingat baik bagaimana rutinitasi paginya Taeyong segera meluncur pergi. Itu sebabnya mengapa dia sudah menunggu di luar sejak pukul lima pagi.

Jisoo meremas kedua tangannya dengan cemas. Kepalanya menggeleng samar. Spontan melangkah mundur saat Taeyong mencoba semakin dekat padanya yang membuat cowok itu terlihat kurang senang dengan keputusannya ini.

"Dua hari lalu gue terima perasaan lo," ungkapnya, "gue juga terima keputusan lo yang nggak mau kita pacaran. Terus kemarin, hanya gara-gara foto dan gosip lo ngejauhin gue, semua teman lo nyalahin gue. Sementara gue—"

"Yong, bisa enggak jangan keras-keras? Ini jalan umum."

"Brengsek. Gue gak peduli!" Dan dia malah membentaknya yang mencelus tak percaya. Membuatnya semakin menjauh bahkan rasanya ingin segera berlari masuk rumah. Tapi dia selalu punya cara buat menahan dirinya.

"Buat apa lo jatuh cinta sama gue kalau akhirnya begini, hah?!" bentaknya menyurutkan nyali sang gadis. "Lo yang bikin gue berharap, lo juga yang bikin gue patah hati! Lo sama aja brengseknya kayak gue, Jis. Cuma karena lo cewek, orang-orang nggak peduli termasuk teman lo itu."

"Gue bilang, gue nggak bisa!" sahutnya akhirnya berani bicara. Jisoo membalas tatapan itu dengan sisa-sisa keberaniannya yang masih ada. "Gue enggak bisa ngasih harapan lebih ke lo, ini sebabnya gue nggak pernah bisa buat dekat sama orang."

Taeyong tersenyum sinis. "Ngasih harapan hah, setelah pengakuan lo itu? Munafik."

Dia benci ayahnya. Dia benci Taeyong karena seperti ayahnya. Dia benci kedua pria ini karena telah membuatnya seperti seorang putri, tapi di waktu bersamaan juga mereka tidak pernah mengerti situasinya.

Jisoo membalas setengah bernyali tinggi, "Lo sendiri bajingan. Apa gunanya cinta kalau lo sendiri masih mainin perasaan cewek. Jangan lo kira gue nggak tahu kelakuan bajingan lo ini." Dia melanjutkan lagi sebelum memberi kesempatan cowok ini menyenggah ucapannya. "Perasaan lo belum cukup kalau perilaku lo sendiri nggak pernah berubah."

"Ya. Gue bajingan dan gue nggak pernah munafik!" tandasnya meredam seluruh balasan Jisoo.

Jisoo menahan diri supaya tak menjerit marah apalagi sampai menangisi cowok karena dengan begitu dia bisa tahu kalau Jisoo terluka atas semua ucapannya. Jisoo menjauh sebisanya dan berhasil setengah berlari mendekat ke gerbang pintu paviliun.

"Gue munafik," lanjutnya setengah menjerit marah, "lo gak salah. Gue emang jatuh cinta sama lo, tapi pengorbanan gue bukan hak milik lo."

Lalu dia menghilang masuk, menyisahkan pemuda itu di luar yang langsung mengumpat marah tiada henti.

Part ini drama banget wkwkwk aku belum sempat baca ulang jadi kalau typo atau apalah harap dimaklumi yaaa 🤧

Btw pas part awal—part satu—aku udah ngasih gambaran kecil tentang Jisoo dari teguran temannya kalau ada yg peka wkwk kayaknya nggak ada sih, kayak Samora dulu gak ada 🤣

Hoho 5 part lagi 🤝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top