24. U got me
Hwasa: aduhhhh pusing gue pusing, sama kelakuan Teyong. Bilangnya cinta, sukanya main wanita, omaigaat! Kok ada ya, cowok begini?! Rasa-rasanya pengen gw usir dari rumah. Pusing, pusing, pusing!
Jisoo lumayan terhibur, bibirnya terus membentuk senyuman kala baca rentetan pesan Hwasa selama perjalanannya pulang ke kosan. Bukan cuma hari ini doang, sudah dari kemarin temannya ini terkesan seperti sedang mengadu padanya terkait perilaku Taeyong. Entah cowok itu lagi telponan sama ceweklah, suka keluar malam-malam, terus balik lagi telponan sama cewek beda sambil ketawa ngakak, berasa dunia ini hanya milik berdua—pokoknya segala apa pun yang dilakukan cowok itu selama dalam radar Hwasa, rutian dia sampaikan pada Jisoo sedemikian mendetail.
Ya ampun, dia pergi baru dua harin lho, belum juga bulanan tapi kelakuannya masih tetap sama, belum ada baik-baiknya.
Ngomong-ngomong, dia tak akan terpancing sama pengaduan Hwasa tentang cowok itu. Biarkan saja Taeyong berbuat apa pun yang menurutnya senang untuk dirinya sendiri itu, Jisoo tak akan lagi marah atau nanti menyalahkan atas perilaku buruknya demikian. Jika seseorang ingin berubah jadi lebih baik dari biasanya, mereka harus melewati proses yang cukup panjang.
Tak ada yang berjalan instan selama menjalani hidup, bahkan mie instan pun butuh proses supaya matang dan siap dimakan. Begitu pula halnya dengan kopi saset yang membutuhkan air panas dan gelas sebagai wadah untuk menikmati hasil.
Jisoo sampai di terminal tepat waktu. Turun dari bus, ia segera mencari Johnny yang janji akan menjemputnya sore itu, dan sosoknya ternyata berada di ujung sana menunggunya di luar pintu masuk terminal bersama motor vespa kebanggaannya itu. Langkahnya sedikit tergesa menghampiri sang teman, lalu menyapa begitu dekat dengannya.
"Kirain kena mancet lo," kata cowok ini lega melihat Jisoo sampai tepat waktu sehingga dia tak perlu menunggu sedikit lebih lama. Beginian sering terjadi, apalagi jalan utama yang sering Jisoo lewati buat pulang kampung itu termasuk area yang paling sering kena macet. Sebuah helm kemudian terpasang di atas kepalanya berkat bantuan si teman tanpa pamrih asal mengenakan di kepalanya. "Yuk, cabut sekarang. Hwasa sore ini mau ngajakin nonton."
"Pasti nonton horor." Lucunya, walaupun Hwasa acapkali takut sama sesuatu berbau mistis gitu, tapi cewek ini lumayan menggemari film bertema horor ataupun thriller; dan setiap ke bioskop film yang mesti wajib banget buat mereka tonton harus horor. Semua atas pilihan Hwasa si maniak film horor dan thriller, mereka belum pernah protes sejauh ini asal ikut dan menikmati selama tiket bioskop gratis.
Hehe
Ngomong-ngomong, Hwasa sedikit anti film romantic. Pernah suatu kali Jisoo mengajaknya nobar film romantic classic hasil adaptasi dari karya penulis terkenal Jane Austeen, dan berujung temannya itu mengomel lalu berhenti nonton.
"Bukan kok," lanjutnya, "film perang."
"Tumben." Patut dicurigai kalau Hwasa mendadak mau nonton film genre lain.
"Kalah taruhan sama Taeyong."
"Hmm, pantesan."
• s h a m e l e s s •
Setibanya di rumah Hwasa segera memaksanya buat cepat-cepat mandi lalu ganti pakaian karena tiket yang dia beli mulai main pada pukul setengah tujuh. Jisoo hendak menolak terpaksa urung atas desakan sang teman ini yang terus-terusan merayu dirinya supaya ikut, dengan dalih kalau mereka berempat sebagai roommate jarang banget me time bersama. Rayuannya itu sukses pada akhirnya Jisoo pun ikut serta dalam rombongan kecil nonton bioskop.
"Ngerasa capek, ya?"
Jisoo menoleh ke samping kiri, ternyata Taeyong sudah menempati bangku ruang tunggu di bioskop setelah dia duduk di sana sementara Johnny sama Hwasa tengah memborong cemilan. Ya, kebiasaan dua orang ini.
"Yah, lumayan," jawabnya menggulum senyum sedikit. "Emang kalian taruhan apa sih, kok tumben-tumbenan Hwasa kalah?"
"Monopoli," lanjutnya, "dua hari ini kita main gituan soalnya paviliun sepi. Lo pergi, Johnny sok sibuk ngurus magang kuliah."
"Ohh ...." Dia mengangguk dapat membayangkan bagaimana ekspresi Hwasa saat dinyatakan kalah di permainan monopoli. Pasti cewek itu terus menggerutu sengit dan setengah hati menerima kekalahannya itu. Sangat tipikal Hwasa sekali, paling tak suka kalau kalah.
"Nyokap lo apa kabar?"
Pertanyaan ini sedikit membuat Jisoo terkejut pasalnya Taeyong seakan tahu tentang kehidupannya. Kebanyakan orang tak ada yang tahu kehidupan pribadinya, kecuali dua orang itu yang sudah berbagi kisah bersama. Boleh saja di luar Jisoo kelihatan terbuka namun sebetunya dia sangat tertutup jika bersangkutan sama kehidupan pribadi.
"Baik." Alih-alih mencurigai, Jisoo mulai sadar kalau sudah sepekan ini mereka tinggal seatap tentu teman-temannya itu sudah berbagi kisah sedikit padanya. Barangkali cowok ini pun sudah ikut berbagi kisah hanya saja bukan dengan dirinya, melainkan dua orang tersebut.
"Oi! Ayo, masuk studio." Seruan Hwasa barusan menyita obrolan mereka yang kontan berhenti dan sama-sama keduanya mendongak ke samping.
Taeyong orang pertama yang berdiri dan langsung menyodorkan tangan kepadanya sehingga Jisoo segera mendongak dan menatap tepat ke mata itu yang berkilat di bawah sorotan bola lampu.
"Tiketnya?" tanyan kemudian tersadar kalau Hwasa dan Johnny duluan masuk ke studio sementara masih duduk bersama Taeyong yang senantiasa mengulurkan tawaran gandengan padanya.
"Di gue ada dua, nih." Dua tiket itu keluar dari kantong celananya.
Jisoo mengangguk paham. "Oke." Barulah kemudian dia menerima gandengannya. Ruas-ruas mereka saling menyatu seiring remasan gandengannya yang hangat dan mengalirkan listrik ke sekujur tubuhnya.
Sesaat Jisoo ingin melepas gandengan dan menyuruh supaya Taeyong berhenti sementara dia akan mengutarakan seluruh perdebatan perasaannya belakangan ini, jika mereka harus berhenti begini. Ini tidak aman baginya, bukan sesuatu yang pernah dia cetuskan selama merangkai kehidupan kuliahnya sedemikian aman. Menjalin hubungan dengan seseorang tidak pernah masuk ke daftar kehidupan kuliahnya, baik dulu maupun sekarang.
Munculnya Taeyong ini sudah mengubah tatanan daftar yang bersungguh-sungguh telah dia rancang. Presensinya ini seperti badai di tengah kota yang sekali muncul langsung memperogandakan segalanya. Badai acapkali keindahan tanpa ampun, belum ada yang berhasil menghentikkan kemunculan sang badi; pun demikian Taeyong yang sudah merusak tatanan kehidupannya.
Lantas mengapa jika tahu kehadiran pemuda ini hanyalah perusak dari daftar kehidupan kampusnya, mengapa dia tak bisa melepas genggamannya ini? Mengapa justru dia merasa nyaman dalam kurungan tangan si lelaki yang pasti sudah sering mengenggam belasan atau mungkin puluhan tangan gadis bergantian.
Film yang sudah tayang mulai memasuki opening, tak mempan untuk mengusik perhatian Jisoo dari genggaman yang masih senantiasa menyatu. Sebuah kebetulan mereka kini duduk bersebelahan, pasti sudah direncanakan oleh pemuda ini bersama kedua temannya itu. Ada kongkalikong di antara mereka yang tercium jelas olehnya. Lebih-lebih bangku dua temannya ada pada bagian bangku A pojokkan, sedangkan Jisoo bersama Taeyong ada di bangku C bagian tengah.
Usapan ibu jari itu pada punggung jemarinya menyita segenap atensinya, sedikitpun dia belum berpaling ke layar bioskop di depan. Heran sebetulnya. Mereka tidak menonton film romantis atau horor mengapa mereka harus demikian rekat. Layar bioskop tengah menayangkan sebuah film peperangan pada era 90-an di Inggris, sejak awal saja suara yang timbul ledakan bom dan jeritan para pemainnya.
Ia mendongak dan menatap sosok yang kian fokus mengamati jalannya sebuah cerita film. Menelik rupanya dari samping lekat-lekat tanpa memedulikan minimnya terang di dalam studio ini. Jisoo beruntung dianugerahi sepasang mata yang dapat menyaksikan beragam keajaiban ciptaan Sang Kuasa, dan sekian banyak keragaman dari hal tersebut ialah umatnya.
Taeyong yang sadar jika sedang diperhatikan kontan ikut menoleh, membalas tatapan itu dan dia pun melontarkan senyum sampai ke mata.
"Gue lebih keren dari aktornya ya, sampai lo nggak bisa berpaling gini," godanya setengah berbisik agar tidak menganggu penonton lain.
Jisoo berdecak namun tak segera berpaling.
"Nggak masalah sih, kalau lo emang ketagihan buat nontonin gue daripada film selama dua jam ke depan. Hehe. Tapi hati-hati, ntar lo jatuh cinta," katanya bersungguh-sungguh walau terkesan sedang berjenaka. "Kalau sudah jatuh cinta siapin mental juga ya, biar patah hatinya nggak berlebihan soalnya saingan banyak."
Tangannya yang bebas itu kontan terangkat ke udara guna mendorong muka sok pede Taeyong setengah menyebalkan ini. Membuat sang adam terkekeh geli dan berhasil membalas dengan menangkup tangan Jisoo sebelum hilang yang langsung dia tarik mendekat ke depan bibir. Punggung tangan itu lantas Taeyong cium seiring tarikan di ujung bibirnya.
"Kayaknya gue salah film deh," komentarnya demikian berkecil hati dan enggan melepaskan tangannya. Malahan dia langsung mengapit lengan untuk merekat keduanya tak peduli dengan pembatas pada tempat duduk.
"Lo ngilang tiga hari rasanya kayak setahun," ungkapnya cukup sekian menahan diri untuk tak menyampaikan perasaan rindu. Terlebih selama tiga hari kemarin mereka tak pernah bertukar pesan, benar-benar seperti dua orang yang saling lost contact. "Gue kangen."
Jisoo sekadar mengangguk mengerti. Ada kemauan ingin mengakui namun rasa itu urung tersampaikan antara malu untuk mengakui atau berkat suara dengusan dari orang sebelah yang menginstrupsi. Ah, dia ingat kalau sekarang mereka ada di bioskop. Obrolan ini bila dilanjutkan tentu akan semakin menganggu ketenangan para penonton walaupun bicaranya sambil berbisik pelan, beberapa orang jelas masih dapat mendengar.
Dia mendesis pelan dengan menyuruh Taeyong berhenti bicara dan supaya kembali menonton film. Untung sekali cowok ini memahami keadaan sehingga tak perlu ada lanjutan obrolan di tengah film tayang dan langsung patuh diam bahkan mulai berpaling pandang ke film tanpa benar-benar melepaskan genggamannya ini.
Lima jam kemudian setelah film berakhir dan keluar dari bioskop, mereka berempat beralih mampir ke restauran cepat saji untuk nongkrong sementara selama mengisi sisa waktu pada malam ini sebelum esok nanti menjalani kehidupan bersama kisah baru. Banyak obrolan, guyonan, dan topik yang mereka bicarakan di tempat tersebut. Sebagai roommates mereka jelas tampak akur satu sama lain sebagaimana kewajiban sebagai teman yang tinggal seatap. Buat malam ini pun Jisoo lebih banyak tertawa dan senyum lepas menanggapi seluruh lelucon teman-temannya, kadang pula membalas, "Siapa?" atau "Yang mana, sih?" ketika topik obrolan menyinggung orang lain dari kenalan mereka sembari menyampingkan sejenak hubungannya bersama Taeyong yang masih diselubungi keambiguan.
Tepat pukul dua belas malam mereka berempat baru sepakat buat pulang. Masing-masing pun langsung masuk ke kamar begitu sampai paviliun, kecuali Taeyong yang seringkali pilih sofa di ruang tengah sebagai teman bergadangnya alih-alih masuk ke kamar Johnny.
Sementara Jisoo di dalam kamar tengah mengalami kesulitan tidur buat malam ini. Beberapa kali pindah posisi dari menyamping, telungkup, dan terlentang bola matanya tetap bersikeras supaya dia terjaga seraya menatap hening langit-langit kamar, sedangkan kepalanya sibuk berdebat seharian ini dan menolak untuk istirahat sehingga memaksanya bangun dan bangkit keluar dari kamar.
Koridor amat sepi, kamar Hwasa sama Johnny tertutup rapat dan tak ada suara timbul dari di dalam kamar itu. Entah keduanya beneran sudah tidur pulas atau masih dalam mode hening karena sibuk dengan ponsel masing-masing. Jisoo lantas melangkah pelan kemudian berhenti di ruang tengah, tempat pemuda itu tengah rebahan di sofa dalam keadaan sadar dan sibuk mainan ponsel. Sosoknya itu langsung bangun begitu mengetahui kemunculannya.
"Belum tidur?" tanyanya mengubah posisi dari rebahan jadi duduk di si sofa.
Jisoo menggeleng lesu sembari mendekat. Alih-alih ikut duduk di sofa sebelahnya, cewek ini justru memilih buat duduk di atas meja tepat di depan Taeyong yang kini mendongak dengan kening mengernyit heran selama mengamati serautnya.
Ada jeda cukup lama di antara mereka sebelum gadis ini mulai bicara.
"I'm totally, completely, hate a man like you." Pernyataannya ini segera meredam suaranya yang tenggelam ke dalam kerongkongan bahkan sebelum sempat diucapkan. "Gue nggak suka lo. Nggak akan pernah suka."
Rautnya menjadi pias dalam sekejap berkat pengakuanya yang segera menampar wajah Taeyong tanpa belas kasihan sedikitpun.
"Setiap saat gue selalu yakinin diri sendiri kalau gue nggak pernah bisa suka lo, Yong," ucapnya menatap lurus ke matanya.
Taeyong terus saja terdiam. Hanya mampu mengerjapkan sepasang kelopak mata dan berusaha untuk mencerna sedemikian baik kata-kata yang tersalur bersama emosinya ini. Meski harus menelan pahit seluruh pengakuan sang gadis. Cukup mendadak baginya untuk menerima keterusterangannya kendati dia lebih berharap sekali mendapatkan balasan lebih daripada sekadar penolakan.
Gadis ini menunduk, menyembunyikan segenap emosi yang terukir pada seraut itu darinya. "Gue nggak boleh berpaling dari janji kalau maksain buat bahagia di sini, Taeyong. Gue nggak bisa ngelakuin ini."
Kontan kedua tangan pemudia ini menangkup wajah itu, menepis helai demi helai rambut yang berjatuhan dan menutupi rona sendunya. "Nggak apa-apa, oke?" lirihnya perlahan menarik wajah itu agar kembali menatap dirinya. "Terus pertahanin janji lo, jangan pernah berpaling hanya gara-gara gue. Oke?"
Jisoo membalas tatapan pemuda ini seiring kepalanya mengangguk pelan yang menimbulkan sebuah senyum terukir di bibir Taeyong.
"I know you don't like me. But just give me one answer. Do you love me?"
Lagi, tatapan itu saling berserobok lekat-lekat. Mengantarkan getaran dua emosi yang selalu memaksa ingin segera menyatu pada sebuah pengakuan lewat lisan. Taeyong menunggu; Jisoo berpikir sedikit lebih keras daripada pemuda ini.
Samar namun cukup jelas baginya untuk menangkap gerakan itu pada kepalanya. Pundak Taeyong kontan melorot lega pada akhirnya dia kini mengetahui ketidakpastian di antara mereka. Dengan bersama seluruh kelegaannya ini, dia menarik sang gadis dalam dekapannya.
"Nggak masalah lo benci gue. But please, never stop loving me. Because I'm gonna try to be the best man for you. I promise."
Lagi krisis kata-kata huhuhu segera diperbaiki buat next chap 🤧👌🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top