21. Romantic Streams (2)

"Apa-apaan? Kita enggak pacaran." Kata itu terus diucapkan bahkan setelah Jisoo menyeretnya menjauh dari temannya yang kemudian pergi, enggan ikut campur dengan urusan mereka. Entah mana yang benar atas dua jawaban berbeda itu, Hwasa enggan terlibat begitu jauh atau membela siapapun di antara mereka lebih-lebih sama Jisoo. Keduanya sudah dewasa, masalah beginian tentu keduanya sama-sama tahu mana pilihan terbaiknya.

Taeyong sendiri tanpa sedang tak bercanda kala mengakui hubungan yang lebih tampak seperti keambiguan. "Emang udah 'kan?"

Kepalanya menggeleng, membantah keyakinan sepihaknya itu. "Ngaco. Mana pernah gue pacaran sama lo."

"Bukan pernah, tapi udah," koreksinya merasa percaya diri bersama keyakinannya itu. "Pagi kemarin, pas di kamar lo, gue bilang—"

"Nggak. Lo gak bilang apa-apa sama gue. Yang ada kita berdua cuma ngomongin lelucon doang, dan berhubung ingatan jangka panjang gue baik, lo gak pernah nyinggung pertanyaan soal itu. Singkatnya, kita enggak pernah pacaran."

"Hmm," gumamnya sedang berpikir keras dengan jari telunjuk dan ibu jarinya berada di bawah dagu. "Jadi, singkatnya, gue mesti nawarin lo dulu gitu?"

"Apa?" Nada suaranya naik seoktaf mengingat situasi sekitar lagi ramai-ramainya sama lautan manusia dan sebuah sound sistem raksasa berada di lokasi tertentu telah menciptakan kurungan suara sementara bagi umat manusia selama konser yang tak lama lagi dimulai. Seorang host—pembaca acara—sudah memulai aksi bicara di atas panggung bersama rekannya si rambut pirang yang cantik bak model catwalk itu, mendadak sosoknya jadi idola bagi kaum laki-laki yang menonton. Mereka terlihat serasi sekali sebagai pasangan host, saling bergantian menghidupkan semangat ribuan manusia yang menyesaki lapangan kampus pada malam ini.

Teriakan saling bersahutan seiring lelucon akrab yang dilontarkan pasangan host di panggung. Lantas di suatu tempat yang jaraknya lumayan jauh dari panggung, dua orang masih terlibat perdebatan serius di saat harusnya keduanya bersenang-senang menikmati puncak perayaan ulang tahun kampus.

Taeyong memperhatikan keramaian konser lewat bahu Jisoo. Lumayan tertarik untuk segera bergabung ke sana apalagi setelah melihat temannya membaur bersama ribuan penonton guna menikmati konser meski posisi mereka ada di luar pagar pembatas konser. Dia menarik atensinya kembali ke gadis di hadapannya. L

Sang obsidian kali ini menatap sosoknya lebih serius. Sempat mendebatkan di kepala tentang segala keruwetan yang belakangan tengah dilakoninya sebagai pemuda baik-baik. Ternyata menyita cukup banyak usahanya daripada saat dirinya jadi bajingan sialan.

"Upaya lo jauhin gue beneran cetek," ucapnya tak ada candaan pada getar nadanya. "Kalau lo nggak suka, lo udah bisa jauhin gue sejak awal. Gue udah peringatin itu, tapi sebaliknya lo justru biarin gue semakin jauh buat masuk ke kehidupan lo yang harus serba sempurna ini."

Jisoo merinding sebab kata demi kata yang terucap lewat bibir tak berserinya itu menampar telak dirinya. Pemuda ini terus mengkonfrontasinya sampai sekujur tubuhnya membeku kaku.

"Gue emang bajingan sialan. Bukan cuma di mata lo, semua orang pun menganggap gue demikian. Sementara orang menganggap lo cewek cantik paling ambis dan pinter, tapi di mata gue, lo bukan sekadar cewek ambis serba benar dalam segala hal, lo itu naif, dan gue nggak peduli setelah ini lo bakal nuduh gue sebagai cowok paling jahat, toh orang lain pun bakal beranggapan sama tentang gue."

Konfrontasi itu terus saja berlanjut meski di belakangnya orang-orang sedang bersukaria, menikmati penampilan dari sang bintang tamu utama.

Taeyong masih saja memberinya tatapan tajam yang berhasil menusuk dengan cara paling sadis hingga menembus ke dalam jantungnya. "Mana yang lebih bajingan, gue yang udah mencoba keras buat jadi demikian apa adanya demi lo atau lo yang selalu menganggap gue sebelah mata, hm?"

Gadis itu masih tak pandai merangkai kata setelah apa yang disampaikannya secara terus terang. Lidahnya terasa kelu dan saking malu buat bicara, indra pengecapnya itu enggan berbuat sesuatu dan memohon-mohon agar dia terus menyembunyikannya di dalam rongga mulut. Mencari aman pada situasi tak menyenangkan, takut apabila mengucapkan sesuatu akan merusak segalanya.

Si pemuda ini menyadari itu. Jisoo tidak akan berbicara apa pun. Tatapannya sedikit meluluh namun bukan berarti dia akan mengakhiri konfrontasinya buat malam ini.

"Tolong, berhenti pura-pura lo enggak pernah suka gue." Dia mengucapkan kata demi kata penuh tekanan emosi sesungguhnya. Emosi dari seorang lelaki yang merasa eksistensinya selalu disepelekan. Yang menganggap bahwa dia hanyalah sebuah benalu pada kehidupannya, dan dia pun telah mencoba untuk mengerti sedemikian baik akan keadaannya, mengingat bagaimana track records-nya sebagai bajingan sialan.

Tentu untuk mendapatkan perhatian penuh dari satu gadis tidak akan semudah ini baginya, dibandingkan harus mendapatkan perhatian dari puluhan gadis si luar sana. Akan tetapi, jika presensinya selalu dianggap sebelah mata setiap hadir pada kehidupannya, dia sendiri pun akan merasa lelah.

Ya, bajingan ini pun bisa merasa kecewa terhadap seseorang.

"John!" Seruannya membuat cowok tinggi itu langsung menoleh ke arahnya, tepat setelah Taeyong melihatnya kebingungan sedang mencari teman-temannya. Johnny mendatangi mereka, tampak lega kemudian setelah barusan mencari ke mana-mana.

"Nih, teman lo," ujarnya sambil menunjuk gadis di depannya lewat dagunya yang bergerak ke depan. "Jagain."

"Hwasa ke mana?" tanya Johnny sedikit penasaran juga waktu melihat sikap diam Jisoo.

"Doi sama lakinya," tangan itu menepuk pundak Johnny, "lo temenin dia dulu aja, gue mau nyusulin anak-anak. Sungkan kalau gue tinggal lama, lagian kalian bukannya mau senang-senang bertiga, ya?"

"Iya, harusnya." Masih terus melirik temannya yang diam, merasa aneh. "Ya udah, lo samperin aja tuh mereka biar Jisoo sama gue cari Hwasa."

"Sip." Taeyong hendak berbalik, namun urung sebentar. "Tolong, jagain. Banyak orang di sini takutnya doi ngilang. Ntar gue susul lagi kalau udah nyusul teman gue." Dia mengusak kepala Jisoo perlahan sebelum berlalu pergi meninggalkannya bersama Johnny.

Kepergian pemuda itu memberikan waktu bagi Johnny untuk bertanya penyebab ketegangan di antara keduanya yang telah menyebabkan sikap diam dan merenung Jisoo. Melihat bagaimana cara Taeyong masih memedulikan temannya ini, dia lantas urung bertanyam. Merasa bahwa Johnny harus percaya pada Taeyong dan Jisoo terkait urusan ini karena merekalah yang melakoninya.

"Kadangkala ada pertanyaan yang memang nggak perlu dijawab," katanya tiba-tiba dan berhasil membuat si gadis mendongak. Johnny langsung melontarkan senyum bersahabat. "Mikirnya udahan yuk, nanti muka lo reyot kayak mak lampir."

Sambil menggandengnya, Johnny lantas menggiring Jisoo agar ikut bersamanya mencari keberadaan Hwasa di tengah sesaknya lautan manusia di malam konser

Dari skala 1-5 seberapa tidak sukanya kalian sama beberapa karakter di bawah ini dan kenapa?

1. Jisoo

2. Taeyong

3. Johnny

4. Hwasa

5. Nayeon

Jangan dianggap serius ya, cuma buat have fun 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top