12. A Jokes (2)

“Terus begini ... nah, kasih warna ini jadi cantik.”

“Biar apa kalau cantik?”

“Biar menarik perhatian orang,” katanya sambil memoleskan warna di atas tabel buatan Taeyong hasil kesepakatan bersama setelah insiden coret pipi dan gelitikan perut. Jisoo sepakat akan menghilangkan coretan di pipinya, sedangkan Taeyong mengerjakan ulang tabel berdasarkan instruksinya.

Jarinya menunjuk bagian tulisan yang kurang tebal. “Kurang tebeeeel ....”

“Sebentar,” lanjutnya, “bagian atasnya belum kering.”

“Jangan merah, gue nggak suka.”

Taeyong menoleh padanya. “Ini buat Bobby bukan lo. Lagi pula, merah itu warna seksi.”

“Ganti warna yang lain.”

“Hijau?”

“Pink aja.”

“Buat Bobby, lho.” Sekali lagi dia mengingatkan untuk siapa tabel ini dibuat meskipun ini tugas kuliahnya. “Orangnya emang mau ada warna pink di kamarnya?”

“Hmm,” Jisoo tersadar kemudian kalau ya ucapan Taeyong benar apa adanya, tabel ini untuk Bobby yang nanti ditempelkan di dinding kamarnya, bukan untuk dirinya sendiri. “Ya udah, coklat.”

Taeyong jadi memutar bola matanya, nggak tahu lagi sama jiwa seni cewek ini sebetulnya ada atau enggak. “Nggak kontras, Jis. Warnanya cerah jinak semua, masa campur sama coklat?”

“Ungu?”

“Apalagi warna janda.”

Yang langsung dapat pelototan darinya. “Psikologi warna ungu, tau!”

“Orang-orang lebih tahu ungu warna janda.”

“Ngaco.”

“Percaya atau enggak, nyatanya emang begitu.”

“Ya udah, biru muda.”

Kepalanya terus menggeleng, heran saja ternyata Jisoo bisa juga sebawel ini. “Dari tadi gue pegang warnanya, lho.”

“Udah ... buruan kasih.”

“Gak sabaran,” cibirnya sembari memoleskan warna ke tulisan tangan Taeyong. Ya, semua coretan di kertas ini milik Taeyong bukan lagi buatan Jisoo. Tabel yang pertama sudah terlupakan begitu rusak akibat coretan spidol dan akan menghuni selamanya di tong sampah.

Akan tetapi, Jisoo cukup puas dengan hasil coretan tangan Taeyong walaupun tulisannya tidak serapi miliknya, setidaknya cowok ini sudah bekerja keras memberikan kehidupan pada tabel penelitiannya itu atas kengototannya beberapa jam lalu. Satu jam sudah terlewatkan dan tidak ada kejengkelan ataupun kebencian yang menyelimuti keakraban mereka ini, paling-paling cuma komentaran Jisoo soal warna selama jadi pengamat atau dengusan pendek Taeyong yang gatal telinganya selama cewek di sebelahnya berbicara.

Selama Taeyong mewarnai tabel, getaran ponsel di lantai—tepatnya di atas buffalonya—itu tidak pernah berhenti memunculkan notifikasi pesan, dan kerap mencuri perhatian Jisoo, diam-diam dia mencuri tahu isi notifikasi kala layar menyala. Yang bikin terheran adalah jumlah notifikasi masuk jumlahnya enggak sedikit untuk ukuran nomer pribadi, bukan nomer online shope. Satu menit dari sekarang dapat pesan, lalu berapa menit kemudian akan muncul pesan baru dari orang baru. Atensi Jisoo terus bergerak acapkali getar ponselnya berbunyi.

Ada satu hal yang menganjal dan sedikit menganggu pikirannya sekarang. Seluruh pesan masuk itu tanpa bernama, alias nomer-nomer yang belum tersimpan pada kontak nomer. Bisa dihitung jumlah kontak bernama yang muncul di notifikasi ponsel Taeyong. Pernyataan Taeyong beberapa hari lalu bersama Hwasa kalau kontak ponselnya justru bagaikan asrama putra daripada asrama putri merupakan sebuah fakta.

Cowok ini tidak pernah nyimpan nomer para gebetannya. Semua kontak itu hanya berupa nomer tanpa nama.

Tiba-tiba Jisoo terpikirkan akan sesuatu. Iseng-iseng dia menarik ponselnya keluar, lalu melakukan panggilan ke nomer Taeyong yang dia beri nama kontak “si Buaya Darat”.

Si empunya benda pipih tersebut agak terlonjak, mengira seseorang tengah menelponnya namun ketika membaca barisan nama kontak yang tersimpan itu, dia langsung menatapnya disertai pertanyaan yang tersurat jelas di wajahnya.

Jisoo senyum-senyum sedikit malu. “Cuma pengen tahu aja.” Terus membaca kontak namanya di ponsel cowok ini, sebelum terhenyak. “Tahu dari mana otak ayam?!”

Dia kaget sekaligus penasaran, kok bisa Taeyong tahu julukannya itu si Otak Ayam padahal jarang orang tahu julukannya apa selain robot fakultas. Lantas tahu dari mana dia soal julukannya satu ini?

“Dulu gue penasaran soal ini, dan pengen nanya langsung ke lo,” ujar Taeyong mengamatinya yang masih mengamatinya heran. “Kenapa otak ayam?”

“Apa?”

“Julukan lo.”

“Terus?” Namun, si cewek bermata coklat terang itu menggeleng seakan menyuruhnya diam agar tidak menjawabnya lebih dulu. “Tahu dari mana otak ayam?”

“Dapat kontak lo namanya udah begini.”

Dia ingin menyela namun urung begitu paham siapa dalang di balik nama kontaknya di ponsel Taeyong. Pasti Johnny. Iya, nggak mungkin juga Hwasa karena dia sering menambahkan pakai emot di belakang kontak nama orang atau orang lain soalnya cuma mereka berdua yang tahu julukan ini. Jelas, ini perbuatan Johnny. Hanya dia yang menulis kontaknya pakai embel-embel “Jisoo si Otak Ayam”. Panjang bacanya, tapi itu langsung jadi julukan kesukannya setelah tahu apa yang Jisoo sukai dan tidak sukai.

Sementara di Taeyong ditulis “Si Otak Ayam” tanpa embel-embel nama atau emot.

“Kenapa otak ayam?” tanya Taeyong lagi. Beberapa hari lalu setelah dapat kontaknya dia ingin tahu soal julukan cewek ini dan baru sekarang bisa bertanya langsung ke orangnya.

“Gue suka otak ayam.”

“Hm?”

Bukan perkara yang memalukan aslinya, tapi menjelaskan kepada orang yang dianggap berbahaya kesan memalukan itu tiba-tiba ada. Karena ekspresi penasarannya itu agak berkesan, Jisoo akhirnya bercerita, “Tiap makan ayam goreng, gue selalu cari-cari kepala ayam buat dapatin otaknya. Menurut Johnny sama Hwasa itu aneh, padahal bagi gue itu bagian paling enak—terlepas fakta kulit ayam yang nikmat, tapi otak ayam sama nikmatnya kok. Terus karena gue cukup sering minta kepala ayam demi otaknya, Johnny sama Hwasa sepakat ngasih julukan gue si Otak Ayam. Dan lagian—lah, ngapain cerita panjang-panjang sama lo?”

Taeyong menyeringai lebar lalu menyenggol lengan Jisoo tengah menggodanya. “Gue suka kok, dengerin lo cerita.”

Namun, cewek ini hanya memutar bola mata malas dan terkesan rayuan gombal Taeyong tidak akan pernah mempan buatnya.

“Terus ngapain nelpon nomer gue?”

Keluar juga pertanyaannya ini. Jisoo meringis kali ini. “Oh, penasaran doang. Soalnya gue lihat kontak cewek gak ada yang lo simpan, nah gue pengen tahu aja barangkali kontak gue sama kayak lainnya.”

“Kontak lo gue simpen,” sahutnya cepat sambil meraup ponsel di atas kertas itu.

“Buat apa?”

“Jaga-jaga aja, barangkali gue kangen lo.”

“Dasar keset welcome!”

Sekarang dia tertawa renyah sambil mengerling kepadanya, terkesan jahil sih, tapi itu terlihat lumayan menghibur karena Jisoo pun ikut tersenyum.

Ketika ponselnya bergetar di tangannya, Jisoo terlonjak dan menunduk untuk melihat kontak nama di layar ponselnya. Kali ini giliran dia menatap Taeyong dengan raut meledek, seriously? Soalnya yang barusan nelpon itu Taeyong sendiri.

“Sama kayak lo,” akunya tidak bohong. “Kenapa buaya darat.” Bibir bagian bawahnya menekuk ke bawah, terlihat lucu karena ekspresinya mirip bocah laki-laki yang sedang merajuk.

“Bukannya lo, ya?”

Si cowok tak bisa setuju langsung. “Gue lebih suka dipanggil zombie daripada buaya.”

“Lantas?”

“Kasih gue hape lo.”

Jisoo tanpa sadar telah meremas ponselnya dalam genggamannya. Takut benda itu berpindah tangan. “Buat apa? Jangan macem-macem!”

“Ganti kontak nama gue di hape lo.”

“Buat apa juga, sih?”

“Zombie kedengarannya lebih baik daripada buaya darat,” cetusnya agak memohon kedengarannya.

Alis Jisoo menukik, heran. “Kenapa harus zombie?”

“Karena gue gak pernah tidur malam.”

Dia mulai kepo. Tertarik sama jadwal tidur Taeyong yang kedengarannya tidak teratur. “Biasanya tidur jam berapa?”

“Pagi, antara jam 6 atau 7. Hmm, tergantung keadaan juga.” Taeyong telah berterus terang tanpa menutup-nutupi jadwal tidurnya yang mulai berubah sejak memasuki semester 4 dan semakin menjadi tak karuan semester 5 ini. “Kadang jam 10-an kalau terpaksa.”

“Beneran gak pernah tidur malam?”

Taeyong menggeleng; Jisoo tak pernah menduga akan hal ini. “Emang gak capek tidur pagi?”

“Lumayan. Mau gimana lagi.”

“Insomnia parah?”

“Barangkali,” katanya sembari mengangkat bahunya tak tahu-menahu. “Bisa jadi begitu.”

Kali ini Jisoo menyadari satu hal bahwa jawaban terakhirnya itu merupakan suatu kebohongan Taeyong yang semata-mata diberikan kepadanya. Jelas si cowok tidak ingin Jisoo tahu lebih banyak tentang dirinya; pun alasan mengapa dia tidak pernah lagi tidur malam hingga menjadi cowok pengidap insomnia parah.

Jisoo lalu teringatkan pada situasi Taeyong yang tetap terjaga dari semalaman utuh sampai pagi. Yang awalnya enggan mengamati area matanya, sekarang Jisoo tertarik ingin mengetahui seperti apa gambaran sosoknya yang tidak pernah lagi tidur malam. Johnny tidak berbohong waktu bilang Taeyong punya mata yang condong cekung dan tampak lelah, letih, dan lesu. Mata pandanya ketara sekali dan terkesan agak menyebalkan sebab semua tampak jelas jika diperhatian dari jarak sekian meter.

Mungkin Jisoo penasaran sampai-sampai tak sadar jemarinya bergerak demi menyentuh area hitam sekitar kantung mata Taeyong. Sensasi atas sentuhannya itu menciptakan nuansa sedikit agak canggung dan ganjil, sebelum Jisoo mulai sadar dan menarik jauh jemarinya.

Nggak. Dia nggak boleh prihatin berlebihan sama cowok ini! dalihnya kemudian demi kenyamannya semata.

s h a m e l e s s •

Taeyong mengantarnya pulang tepat pukul tujuh malam, tadinya cowok ini berniat juga mengajak Jisoo mampir ke kafe buat makan malam bareng namun segera dia tolak dengan alasan kalau ada yang harus Jisoo kerjakan dan tentunya itu sekadar omong kosong. Jisoo tidak punya tugas untuk besok kuliah, selain melanjutkan tugas-tugas sebelumnya yang belum rampung, tapi malam ini dia hanya ingin rebahan di kamar sambil menikmati hiburannya berupa film atau tontonan kartun.

Ketika membuka pintu rumah, dia langsung disambut oleh siulan dari dua teman paviliunnya yang tengah menggodanya. Johnny dan Hwasa terlihat janjian akan melakukan ini segera begitu Jisoo pulang. Namun, ada yang lebih mengejutkan sang dara ketika indra pendengarnya samar-samar menangkap sebuah tawa dua orang berasal dari salah satu ponsel dari kedua orang itu.

Jisoo menatap mereka heran, melotot tak pernah menyangka kalau dua suara tawa itu merupakan miliknya bersama Taeyong. Tawa mereka saat melakukan itu  Kemudian dia lari mendekati keduanya, ingin tahu dari mana tepatnya mereka mendapatkan rekaman tersebut.

“Cieeee,” goda Hwasa sekali lagi. “Enak ya, tawa berdua di kamar.”

“Dapat dari mana?!” pekiknya memaksa duduk di tengah-tengah mereka. “Ya Tuhan.” Sekarang dia jadi panik. Takut apabila kejadian tempo hari akan terulang lagi dan itu cukup menyeramkan sejujurnya jadi perhatian banyak orang. Orang-orang akan memandangnya aneh, lalu menganggapnya bagian dari sampah Taeyong.

Tidak. Kehidupannya tidak boleh rusak hanya gara-gara dia pernah tertawa bersama cowok itu.

Johnny melihat situasi kecemasannya langsung berusaha menenangkan. “Closed friends, kok.” Menunjukkan story Instagram update beberapa jam lalu dari satu uname yang tidak dikenalnya.

“Kalian nggak kelihatan di videonya. Santai Jis, cuma suara tawa doang.”

“Cieee ....” Lagi, Hwasa menggodanya. Sama sekali tidak membantu dirinya agar berhenti cemas.

Jisoo merebut ponsel Johnny untuk melihat sendiri hasil rekaman tersebut. Benar, cuma video berupa suara tawa tanpa ada rupa. Orang mungkin bisa menebak suara itu milik Taeyong karena si pemilik akun sendirin memberinya tag, sedangkan orang-orang yang tidak tahu eksistensinya tidak akan pernah tahu siapa perempuan yang tertawa bersama Taeyong saat itu. Meskipun closed friends namun entah mengapa Jisoo tetap mencemaskan jika beberapa orang yang masuk dalam daftar closed friends orang ini dapat mengenali suara tawanya, salah satunya Johnny yang pasti langsung tak asing dengan suara tawa Jisoo.

Please ... jangan kasih tahu Nayeon soal ini,” pintanya memohon. “Gue sama Taeyong cuma ... dia bantuin gue bikin tabel waktu video ini direkam. Udah, gitu doang, nggak ada yang spesial.”

Hwasa kemudian bertukar pandang sama Johnny, keduanya memahami sedemikian baik kecemasan Jisoo terhadap sesuatu. Terkadang temannya ini mudah panik jika kenyataan tak berjalan sesuai dengan ekspektasinya, ini sebabnya beberapa orang di belakang yang tak mengenal Jisoo cukup baik akan menyebutnya si kuno atau si tak asik. Yang selalu menganggap segalanya itu serius.

“Jimin nggak kenal Nayeon, Jis, jadi dia nggak mungkin tahu video ini,” kata Johnny meremas pundaknya upayanya untuk menyakinkan sang teman. “Lagian, dia bukan pacar Taeyong. Nggak perlu berlebihan cemasin soal Nayeon.”

Jisoo tahu Nayeon bukan pacar Taeyong. Tapi tentunya mereka pernah kan, berada di posisi mencintai seseorang sementara orang itu justru lebih bahagia bersama orang lain alih-alih bersama kita. Nayeon bisa patah hati kalau tahu soal mereka, terlebih Jisoo adalah temannya, dan bisa juga dia mengira Jisoo telah merebut kekasih idaman yang selalu dibanggakan itu.

“Dia jatuh cinta setengah mati sama Taeyong,” lirihnya.

“Itu bukan cinta, tapi obsesi,” kata Hwasa ikut menyakinkan dirinya supaya berhenti mencemaskan orang lain.

“Pokoknya ini rahasia kita. Jangan kasih tahu siapapun, terutama Nayeon.”

Keduanya cuma bisa mengiyakan, kalau memang ini adalah rahasia di antara mereka, maka itu adalah rahasia. Dia juga memutuskan mengirim pesan ke Taeyong untuk menyuruh temannya itu menghapus story Instagramnya.

Jisoo: Bilang teman lo suruh hapus story Instagramnya

Si Zombie: Oh ... soal video itu.

Jisoo: Iya. Please. Gue gak mau ada orang yang tahu soal kita, terutama teman gue

Si Zombie: Lagian muka lo gak ada
Si Zombie: oke.

Jisoo: I know but please make it happen. I beg you.

Tak ada balasan lagi, hanya sebuah tanda dua centang biru kalau pesan terakhirnya itu dibaca. Jisoo mengigit bibir semakin cemas dibuatnya karena Taeyong tak kunjung memberitahukan berita selanjutnya, apakah story temannya sudah dihapus atau belum. Bahkan saking cemasnya sampai ingin menelpon sebelum getaran di ponsel mengalihkan niatannya.

Si Zombie: kalo emang gak mau orang tahu soal kita, harusnya dari awal gak perlu deket-deket gue. Gue tahu ada paksaan karena gue berusaha keras, sementara lo masih bisa ngehindarin gue tapi usaha lo nggak sekeras usaha gue
Si Zombie: and sorry for bothering you. I mean it

Udah 12 aja 🤧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top