09. The Reason
Ada alasan mengapa dia selalu menolak ajakan pdkt dan alasan juga mengapa dia ingin segera lulus. Bukan tanpa sebab pula Jisoo jadi cewek keras kepala yang menggunakan seribu alasan untuk menolak para cowok. Dari alasan super klise sok sibuk, sok nggak bisa balas chat, sok punya pacar hingga banyak orang yang menyebutkan sok jual mahal.
Dia nggak peduli selama tidak menganggunya. Terus setelah alasan-alasan itu nggak mempan lagi buat mengusir para cowok, akhirnya Jisoo mengeluarkan alasan aneh—teraneh malahan yang sempat bikin teman-temannya percaya, seperti Hwasa pernah ketakutan karena mengira Jisoo suka padanya. Butuh beberapa hari buat cewek ini percaya padanya kalau dia normal; Johnny malahan sempat tekanan batin. Lucunya lagi kalau dia emang bagian dari kaum pelangi, keduanya tetap mendukung entah bagaimanapun Jisoo adalah temannya.
Tapi setelahnya mereka tahu kalau alasan sebagai kaum pelangi cuma demi mengusir cowok-cowok darinya. Jarang berhasil karena kebanyakan tahu dia normal, kalaupun ada yang percaya paling nggak bertahan lama.
Sedangkan alasannya pengen cepet lulus karena ada seseorang yang sudah menunggunya di rumah. Jisoo sudah berjanji akan pulang begitu urusan di sini selesai. Janjinya itu yang menyebabkannya untuk tidak menjalin hubungan dengan siapapun selama menetap di sini.
Jika dia memiliki hubungan bersama seseorang, Jisoo cemas hubungan itu akan merusak tujuannya menjadi si cewek ambis. Namun, sebetulnya dia lebih cemas kalau hubungan itu juga akan menyabotase kepulangannya usai lulus. Dia hanya tak ingin seseorang mengubah pendirian yang sudah dibangun bertahun-tahun lalu atau menghasutnya supaya tetap tinggal berlama-lama di sini; pun tak mau meninggalkan seseorang yang terjebak dalam hubungan bersamanya karena dia tak bisa berjanji untuk kembali.
Dan ada alasan juga mengapa dia benci cowok brengsek. Cowok-cowok modelan begitu hanya mengingatkan pada ayahnya saja.
Tapi kenapa sekarang dia terjebak sama salah satu cowok brengsek itu, sih.
Aish! Jisoo mendesah agak frustasi. Sudah berapa menit dia belum berbuat apa-apa di dalam kamar ganti? Ganti baju? Malas banget, apalagi dandan. Nggak, pokoknya dia enggak boleh tampil baik-baik selama bersama cowok itu. Dia harus berbuat sesuatu yang minimal enggak memalukan dirinya sendiri juga.
Mereka akan keluar berarti ke tempat umum. Biasanya Jisoo akan tampil semaksimal biar enggak salah kostum atau malu-maluin temannya, sejauh ini Hwasa adalah best stylish baginya. Tapi buat kali ini dia nggak butuh pendapat temannya itu, ditambah sepertinya Hwasa mulai kelihatan akrab sama Taeyong. Dari tadi dia mendengar gelak tawa dari luar, mengartikan kalau kedua orang itu sudah mulai akur.
Jisoo tersenyum masam. Mengajak isi kepalanya untuk bekerja keras, memikirkan konsep dandanan seadanya yang bisa membuat cowok itu malu karena sudah memaksanya jalan keluar tapi sekaligus tidak memalukan baginya. Lantas dia terpikirkan sebuah jumpsuit lama di lemari yang dia beli waktu semester dua dan jarang dipakai, toh udah bukan jamannya lagi pakai jumsuit beginian—kalau orang-orang sih, lebih sering menyebutnya sebagai pakaian kodok.
Warnanya masih bagus kok, kuning agak norak gitu aslinya. Tapi Jisoo nggak masalah malam-malam pakai beginian. Hehe, dia menyeringai tipis begitu mendapatkan sebuah ide. Pasti kebanyakan cewek-cewek gebetan Taeyong pakai pakaian seksi gitu, ala-ala ootd masa kini. Jisoo tertawa bisu dan merasa puas atas keputusannya mengambil jumsuit lama yang masih muat dia gunakan, lalu tanpa mengulur waktu lagi dia langsung ganti pakaian.
Jumsuit sengaja ia padukan bersama kaus hitam biar sekalian warnanya tabrakan. Habis itu dia menguncir rambut jadi dua kepangan, jarang-jarang begini tapi semua demi membuat cowok itu ilfeel dan menyesal telah memaksanya pergi. Jisoo terus menyeringai puas dengan percaya diri selama menguncir rambut. Kelar dengan urusan rambut, dia nggak mau repot-repot pakai makeup cukup dengan bedak tabur dan liptint warna polos biar rupanya kelihatan pucet dan tak terawat.
Haha, biar Taeyong malu. Toh, dandanan begini sudah sering Jisoo lakoni kalau lagi malas berdandan.
Puas dengan hasilnya, dia lalu keluar yang langsung memotong obrolan kedua orang di ruang tengah.
“Amit-amit dandanan lo norak!” Hwasa yang pertama berkomentar, Taeyong hanya mengernyit seiring dengan sorotannya memandang Jisoo dari atas sampai ke bawah tanpa berkomentar. Mungkin tahu diri dengan syarat-syarat yang sudah Jisoo katakan sebelum ini jika dia emang berniat mengajaknya jalan, maka harus menaati peraturan.
“Gak ada pakaian selain—”
“Ssst!” Jisoo menyela komentaran Hwasa, sama sekali enggak mendukung rencananya. Cewek berkulit tan itu heran, lalu memelototinya dengan reaksi berlebihan yang rasanya ingin dia acak-acak di depan muka.
“Malu-maluin diri lo sendiri.” Ia mengabaikan komentaran sang teman lagi, kemudian memberikan kodean aga Taeyong segera angkat pantat dari sofa, juga memberi kode lainnya bahwa tepat pukul sepuluh cowok ini harus membawanya pulang.
Hwasa melihat kode-kodean itu hanya geleng-geleng dibuat heran. “Pergi kalian buruan, empet gue ngelihatnya.”
Jisoo mendengus kesal. Bukannya merengeki kepergiannya biar tetap tinggal di rumah alih-alih membiarkannya jalan berdua sama Taeyong. Kenapa sih, Hwasa tiba-tiba jadi sekutunya cowok ini.
Sedangkan Taeyong terlihat seperti cowok bisu yang tak mengeluarkan sepatah kata seiring langkah mereka pergi dari paviliun. Oke, Jisoo senang karena dengan demikian dia tidak perlu repot-repot mendengarkan atau membalas seluruh perkataannya, jadi dia pun sama diamnya. Bukankah bagus kalau si cowok mematuhi seluruh persyaratan yang sudah dia buat?
Hehe.
• s h a m e l e s s •
Iyaa, bagus banget Taeyong patuh sama persyaratan yang Jisoo buat, tapi lama-lama dia jengah sendiri karena sepanjang perjalanan mereka, di dalam mobil cowok ini hanya bernyanyi mengikuti nyaris dari semua lagu yang tersetel dari tape. Membuat telinganya budek saking berisiknya cowok ini.
Suaranya nggak fals atau bagus-bagus amat, lumayanlah. Hebatnya lagi, tak ada satupun lagu yang luput dari tiruan vokalnya. Semua lagu dia nyanyikan buat mengisi keheningan di antara mereka—tepatnya cuma Jisoo yang bungkam pada situasi ini, sementara Taeyong terus meramaikan dirinya bersama lagu-lagunya itu.
Bahkan salah satu lagu dia nyanyikan dengan nada keras-keras yang terkesan tengah menyindir dirinya. Jisoo cuma bisa merenggut bete, lalu pura-pura tuli seiring sindirian lewat lagu cowok ini.
Apa sudah jadi kebiasaannya begini ya, nyanyi nggak jelas sama semua cewek gebetannya? Idih ... kok bisa sih, mereka enggak ilfeel?
Mobil menyebrang, memasuki kawasan hiburan bagi anak-anak muda jaman sekarang. Sebuah tempat wisata sekaligus hiburan. Jisoo pernah kemari beberapa kali bersama teman kuliahnya dulu, tapi pada sore hari demi mendapatkan pemandangan sunset dari puncak bianglala. Ini pertama kalinya berkunjung kemari pada malam hari, ternyata jauh lebih ramai dibandingkan sore.
Sebuah bianglala raksasa dengan hiasan lampu pernak-pernik beragam warna menjadikannya sebagai obyek utama dari tempat ini, dikelelilingi oleh bangunan ruko mewah dan bertingkat di sisi kanan, sementara samping kiri merupakan sebuah taman yang ditumbuhi rerumputan hijau yang terawat dan bersih. Beberapa orang tampak duduk bersantai-santai bersama kelompoknya, ada juga dengan santainya rebahan di atas rumput, dan dulu Jisoo juga begitu wakty berkunjung kemari bersama teman kuliahnya.
Di tengah-tengah antara taman dan bianglala merupakan jalan beraspal yang biasa digunakan sebagai lokasi parkiran motor atau mobil. Di sini juga lebih sering terparkir mobil hasil modifikasi sampai berjejer-jejer ke ujung sana, jadi tontonan para pengunjung yang tak mau ketinggalan buat memotret kendaraan mewah tersebut. Lalu masih berhubungan dengan bagian taman, di Utara ada sebuah kafe dengan live band yang tidak pernah sepi oleh pengunjung.
Yang Jisoo tahu adalah tempat ini selalu jadi tujuan para pasangan kekasih buat pergi berkencan. Dari semua tempat yang ada, belum sempat terpikirkan olehnya kalau Taeyong akan membawanya kemari.
Begitu mobil parkir di antara mobil-mobil yang lain, tanpa berkata-kata cowok itu duluan keluar meninggalkannya yang tengah berdebat serius bersama pikirannya. Taeyong tak perlu repot-repot menunggu karena seseorang lebih dulu menghampirinya, sementara Jisoo yang masih diam di mobil hanya mengamati keakraban tiga orang itu. Satu cowok dan dua cewek. Mungkin salah satu dari kedua cewek itu gebetannya nampak dari cara mereka saling merangkul pinggang masing-masing diikuti tersenyum mesra, keberadaan dua orang lainn seperti penumpang gelap yang diseludupkan pada sebuah sekoci.
Jisoo menggeleng, tak usah kaget lagi kalau menjumpai Taeyong bersama cewek-cewek yang pasti jumlahnya nggak sedikit itu. Terus ngapain juga dia ngotot ngajakin dia keluar?
Masih setia berdiam di dalam mobil, Jisoo terpikirkan untuk mengirim pesan ke Johnny mengingat cowok itu lagi berada di luar juga. Barangkali dia mau menyusulnya kemari jika Jisoo memohon buat mengantarnya pulang ketimbang berada di sini bersama cowok yang bukan harapannya.
Ketika lagi sibuk mengetik pesan, sang dara dikagetkan oleh ketukan kaca pada jendela mobil sampingnya. Dia agak mengernyit mengamati sosok di balik pintu, namun saat baru ingin menurunkan kaca, pintu sampingnya lebih dulu ditarik dengan paksa.
“Tinggal pilih, diam di sini kepanasan atau ikut gue.”
Dia belum sempat membuat pilihan, tapi si cowok keburu memaksanya keluar hingga kepalanya sampai mengenai pegangan pintu saking tergesanya tarikannya.
Lalu seolah menyadari perbuatannya sendiri, Taeyong yang hendak menyentuh bagian kepala Jisoo langsung ditepis keras. Dia tak akan membiarkan cowok ini dapat menyentuhnya setelah perbuatannya barusan. Apa-apaan main tarik keluar seolah dia adalah boneka.
Taeyong tak berkomentar, wajahnya tampak pias dan terkesan kesal pada sesuatu sehingga memilih untuk memungguninya. Jisoo berdiri di sampingnya ikutan bingung menatap punggung yang membelakanginya. Tidak yang berbicara, kecuali suara penyanyi dari live band di kafe tersebut. Tiga teman Taeyong juga tidak lagi menampakkan wujudnya atau mungkin sengaja meninggalnya, ah sebab ini mungkin yang bikin Taeyong maksa dia supaya keluar.
Yah, karena nggak tahu apa-apa Jisoo akhirnya berbalik, memilih memandangi sang biangalala daripada punggung bisu sang adam. Dia mendongak dan tersenyum. Kalau diingat-ingat kayaknya sudah lewat dari setahun dia tidak kemari, terakhir itu pas semester dua tahun lalu. Ternyata banyak yang berubah dari tempat ini, terutama bagian live band yang sekarang di kafe, kalau dulu pas di depan bianglala.
“Mau naik?” Ia nyaris meloncat kaget tatkala mendapatkan pertanyaan dadakan dari si lelaki yang tahu-tahu telah berdiri di sebelah dengan tatapan lurus ke arah bianglala.
Dia cuma menggeleng. Lupa caranya berbicara akibat keterusan mendebatkan perilakunya yang harus diam selama masa ajakan jalan bersama Taeyong.
“Bagus. Soalnya gue gak suka naik.”
Jisoo ingin mendebatkan untuk sekadar meledeknya yang sepertinya kurang suka sama ketinggian namun semua kata-kata itu hanya berhenti di ujung lidah, menyebabkan kemacetan bagaikan jalan raya di ibukota.
“Ayok.” Entah ayo ke mana yang dimaksud, kali ini dia menurut saja. Mengikutinya dari belakang dengan situasi agak canggung namun mati-matian dia membuang rasa itu supaya tetap merasa nyaman selama mengekorinya.
Untung ya, dia nggak pakai pakaian aneh yang bisa membuatnya malu kendati niatnya agar Taeyong malu dan menyesal telah mengajaknya jalan bersama, soalnya kebanyakan orang-orang menggunakan pakaian super trendi. Jisoo terkesan aneh di antara para cewek modis ala model Instagram, rapi dan nggak berantakan kayak dia sekarang, cantik-cantik dengan make- up sesuai keadaan, beda banget kalau dibandingkan sama Jisoo yang terlihat pucat seperti orang baru bangun tidur.
Mereka menempati bangku kosong di luar. Jisoo tidak berniat pesan apa-apa saat Taeyong menawari dan akhirnya cowok ini yang memesankan minuman berdasarkan seleranya alih-alih bertanya padanya. Barangkali dia mulai bosan tiap ditanya jawabannya cuma gelengan atau anggukan saja.
Masih belum ada yang berniat bicara. Jisoo sendiri masih tertarik untuk memandangi sang bianglala dari bangkunya meski harus sedikit putar badan ke belakang. Kali ini Taeyong asyik merokok sambil terus-terusan membalas pesan, paling dari cewek-ceweknya.
Situasi terus begini cukup lama sampai rokok Taeyong habis, lagu tiga kali telah berganti, dan Jisoo tetap bisu kayak orang bodoh sebelum akhirnya menyerah. Dia mendesah pendek kemudian menatap cowok di depannya.
“Oke, silahkan, ngomong terserah asal jangan pertanyaan aneh-aneh,” ujarnya merasa lelah jadi orang yang tidak bisa bicara.
Seakan mendapatkan durian montok jatuh, Taeyong cepat-cepat meletakkan hape di meja. Tatapannya lalu mengunci sepasang bola mata sang dara yang berwarna coklat di bawah terang lampu.
“Kenapa jadi cewek ambis banget, sih?” Dia kira akan diberi pertanyaan aneh, ternyata cuma pertanyaan sederhana yang sering ditanyakan oleh kebanyakan orang.
“Biar cepet lulus.” Dia tidak bohong untuk jawaban atas pertanyaan satu ini.
“Terus kalau udah lulus mau ke mana?”
“Di rumah.” Pun dengan jawaban ini.
Taeyong tiba-tiba tertarik. “Kerja?”
“Gak.”
“Terus nikah?” Kepalanya terangguk-angguk seakan tahu atas jawabannya nanti. “Hm, pantesan agak susah juga didekatin.”
“Enggak!” jawabnya agak kesal kalau orang-orang hanya bisa mengira dia akan segera menikah begitu lulus setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan sebelumnya.
“Terus ngapain?”
Kali ini dia tidak akan menjawabnya. Taeyong bukan siapa-siapa, jadi dia tidak perlu tahu urusannya. Dia pun mengalihkan pertanyaan itu untuk si lelaki. “Kenapa jadi cowok brengsek?”
“Oh,” ia bergumam sebentar. “Dulu gue pernah jatuh cinta sama cewek, rela ngelakuin apa pun demi dia. Tapi bangsatnya dia ninggalin gue demi cowok lain.”
“Terus lo begini buat balas dendam, gitu?”
“Ya ... tapi bohong hahaha.” Dia tertawa puas telah menjahilinya walau Jisoo perlu mencerna sejenak, memahami kalau jawaban tadi hanyalah omong kosong. “Jaman sekarang jatuh cinta itu tahi kucing. Yang brengsek bukan cuma gue, cewek banyak kalau lo tahu, dan lagian, pacaran itu bikin repot. Dikit-dikit salah paham, dikit-dikit berantem, dikit-dikit cemburu, dikit-dikit ... alah, repot deh.”
“Apa bedanya sama gonta-ganti pasangan? Bukannya lebih repot, ya?”
Taeyong menggeleng beda pendapat. “Justru tanpa hubungan lebih nggak repot. Ketika jalan sama cewek lain, nggak ada yang perlu dicemburuin dari gue karena nggak ada hubungan yang spesial di antara kami. Dan gue nggak perlu repot-repot kasih penjelasan ke siapapun.”
“Oh, sumbu otak lo pendek juga.”
“Haha.” Gelaknya masuk ke telinga kanan lewat ke telinga kiri. Jisoo menggeleng selama cowok ini terbahak.
“Sederhananya, gue nggak mau terikat sama satu orang. Versi brengseknya, gue lebih nyaman gonta-ganti pasangan karena dengan begini nggak perlu ada status. Versi lain, mungkin belum ada cewek yang tepat buat gue.”
Jisoo terus saja menggeleng. “Atau versi karmanya, lo gak bakal nemuin orang itu.”
“Paling.”
“Ya, emang. Siapa juga yang mau pacaran sama lo.”
“Banyak kok,” sambungnya, “cuma lo doang yang gak mau.”
“Hahaha.” Dia lalu tertawa sarkas. Taeyong sekadar menggulum senyum seiring tatapanya menilik seraut sosok di depannya.
Ternyata jalur kuningnya masih panjanggggg hohohoho
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top