05. A Jerk


Jisoo mestinya enggak usah ikut, mau bagaimanpun dia enggak perlu datang ke tempat itu apalagi selama Nayeon bertandang bersama harapan yang sudah dirangkai sedemikian semu. Bagaimana kalau nanti dia ke sana, sementara si manusia buaya malah lebih tertarik mendekatinya alih-alih meladeni ketertarikan sang teman? Yang ada nanti dia malah mematahkan harapan Nayeon.

Bukan juga karena dia mengharapkan cowok itu beneran mendekatinya, malahan lebih berharap Taeyong enggak usah dekat-dekat sama dirinya kalau Jisoo memang seriusan datang. Kekhawatirannya ini mulai terbentuk berkat chat Taeyong yang terus mendesak bahkan mengancam akan membatalkan acara kalau dia enggak muncul.

Dia bimbang. Kecemasan terus menggerogoti kepercayaan dirinya.

“Ya udah, biarin aja,” kata Johnny selama Jisoo mendekam di kamar cowok itu untuk berkeluh kesah sekaligus marah kepadanya yang telah menyebarkan nomernya ke manusia buaya itu. Tapi tahunya bukan Johnny si penyebar, ternyata Bobby.

Rese!

Johnny menoleh padanya. “Saran gue nih, biar lo enggak dikejar-kejar terus sama dia. Lo ladeni seadanya aja chatan Taeyong asal jangan blok nomernya. Kalau lo semakin ‘jual diri’,” lalu cepat-cepat meralat seiring dengan pelototan tajam sang dara, “maksudnya sok jual mahal yang ada justru Taeyong penasaran.”

“Gue gak sok jual mahal!”

Johnny tahu, itu sekadar perumpamaan saja. “Kepuasaan diri Taeyong itu gede.”

“Kelihatan kok,” lanjutnya, “pedenya juga amit-amit.”

Membuatnya terkekeh geli, tapi membenarkan. “Intinya lo ladeni dia seadanya, jangan sok-sokan cuek atau enggak tertarik. Justru sikap begini yang bikin dia makin tertarik buat deketin lo. Taeyong lebih tertantang buat deketin cewek kayak lo, daripada cewek yang gampang banget sekali senyum langsung nemplok.”

“GUE GAK GITU!”

“Tahuuuuu,” Johnny lalu menghempaskan pantat di ranjang seiring netranya mengamati sang dara yang telah menguasai tempat tidurnya, “apa adanya, Jis.”

Jisoo mendesah ragu. “Gue enggak bisa gitu, John. Cowok modelan teman lo itu emang layak buat gak ditanggapi. Gilaaa!” Mikirin gitu doang, saja bikin merinding pundaknya. “Kalau gue ngerespon, terus dia salah tangkap gimana? Tuh, orang kayaknya selalu mikir cewek yang respon chatnya pasti tertarik sama dia. Idihhh, amit-amit. Terus lo bayangin aja misal Nayeon tahu kalau gue ternyata chatan sama tuh cowok. Apa dia enggak marah sama gue?”

“Lo sih, pikirannya ngelantur ke mana-mana. Santai aja toh, kontak Taeyong isinya asrama cewek jadi kalau dia bosan sama lo yang menurutnya biasa-biasa aja, paling ntar dilupain. Kayak Nayeon tuh, teman lo.”

“John!”

“Beneran,” kata Johnny menyakinkan. “Sehari atau dua hari ntar dia bakal lupa sama lo.”

Jisoo menatapnya ragu. Dia betulan malas kalau harus bersikap baik sama Taeyong, sementara selama ini terus menolak tawaran chat beberapa cowok yang tingkat kebrengsekannya padahal enggak seburuk citra cowok itu. Mungkin Taeyong adalah tingkatan tertinggi pada rantai makanan—ralat—rantai cowok brengsek.

Hwasa yang sudah tampil rapi, kemudian muncul di balik pintu kamar Johnny. “Ready belum?”

“Gue nggak ikut,” tandas Jisoo, berguling menyamping sembari merangkul erat guling Johnny.

“Alaaaah, enggak seru lo, Jis,” serunya agak kecewa temannya ini malah memilih tetap tinggal di rumah, sementara mereka bertiga udah janjian bakalan nemenin Nayeon ke acara Taeyong.

“Biarin.” Wajahnya sembunyi di balik guling rapat-rapat, menolak terhasut oleh bujukan sang teman, terutama Hwasa, yang acapkali punya jurus andalan. “Lagian gue belum siap-siap.”

Johnny memang bagian dari acara punya Taeyong itu, dia jelas pasti hadir. Kontan menunduk ke tempat Jisoo menyembunyikan wajahnya, mendekati daun telinga sang dara kemudian berbisik pelan-pelan, “Ntar gue jagain, deh.”

Dia menggeleng, sama sekali enggak tertarik sama rayuannya.

“Makan-makan gratis, lho.”

“Kalian berdua pergi aja, gue gak apa-apa di rumah sendiri. Lagian jam delapan nanti mesti ke angkringan nemuin Sungjae. Mau garap tugas.”

“Ribet urusannya kalau ngajakin manusia robot kayak lo!” Hwasa berdecak kemudian berbalik meninggalkan pintu kamar Johnny. Namun beberapa langkah cewek itu berteriak, “John, gece ih, ditungguin Bona sama Nayeon.”

“Yaaaa,” balas Johnny. “Serius, Jis, ikut aja.”

Jisoo mengangkat wajah sehingga tatapannya langsung bertemu sepasang obsidian milik Johnny. “Gue khawatir, John. Kalau Nayeon—”

“Nayeon bukan pacar Taeyong, apanya yang mesti lo khawatirin.”

“Gak suka dideketin cowok buaya.”

“Ya udah, abaikan manusianya.” Terus memaksanya bangkit dari ranjang dengan menarik kedua tangannya yang sengaja dibuat lemas seolah-olah enggak punya tenaga buat hidup. “Selama ada gue, lo aman.”

Tapi Johnny bohong padanya! Benar kalau dia sempat menjaganya selama tiba di acara tersebut, bagaikan pacar yang super protektif. Namun, ketika salah seorang teman menyuruhnya ikut bantu-bantu, Johnny dengan terpaksa meninggalkan dirinya dan sampai sekarang cowok itu terkesan lupa pada janji.

Rumahnya ramai, sesak oleh para cowok dari berbagai jurusan mungkin beberapa di antara mereka juga berasal dari kampus tetangga. Semua adalah teman-teman Taeyong dan hanya segelintir yang Jisoo tahu, salah satunya Yuta. Untuk cewek yang datang untungnya bukan cuma mereka berempat, ada banyak dari cowok-cowok itu mengajak gebetan atau mungkin pacar, tapi Jisoo tetap belum kenal satupun kecuali teman-temannya sendiri.

Biarpun rumah ini disebut sebagai rumah kontrakan, melihat dari bangunan sederhana yang terkesan mewah meskipun bukan rumah bertingkat, tapi kelihatan jelas kalau harga per tahunnya mahal. Bangunannya juga lebih luas daripada paviliun Jisoo, halaman parkiran saja muat ditempati tiga mobil sendiri dan beberapa kendaraan motor hingga empat lebih.

Sedangkan para tamu ada di halaman belakang yang ternyata punya fasilitas pribadi, seperti mini kolam renang. Tanahnya juga ditumbuhi rumput yang terawat. Ada pohon mangga besar tumbuh di belakang dan sebuah kurungan burung seukuran pundaknya yang jadi tontonan menarik bagi para cowok. Lokasi rumah sendiri berada di kawasan mewah, di mana setiap rumah selalu bersikap tak acuh kepada kehidupan tetangganya.

Jisoo sadar kalau Taeyong terus melirik ke arahnya atau kadang mencuri kesempatan untuk terus mengamatinya. Alasan inilah yang menyebabkannya terus menempeli Hwasa dan Bona, seringkali dia sembunyi di belakang punggung kedua temanya sambil mengawasi Nayeon. Cewek itu sudah menempeli Taeyong sejak tiba, dia mencuri segala kesempatan yang ada meskipun sang cowok terus bersikeras menghindari.

“Teman lo urus, tuh.” Bona sama Hwasa malah berdebat mengenai perilaku Nayeon di luar akal mereka. Agak malu sebetulnya mengingat acara ini ada begitu banyak orang asing, pasti enggak sedikit yang berbisik-bisik mengenai usaha sia-sia Nayeon.

Menempeli cowok yang menolak didekatin apa untungnya?

Buaya darat: sembunyi aja terus gue tetap bisa nemuin lo.

Lidahnya berdecak selama membaca sebaris pesan ledekan dari cowok itu. Dia hanya membaca pesannya lewat barisan notifikasi, menolak untuk membalas telanjur malas, jika dipikir-pikir sikap Taeyong sudah keterlaluan dengan mengabaikan usaha temannya yang sedang berupaya mendekatinya. Lagian, apa sulitnya buat dia menghargai rasa suka Nayeon?

Buaya darat: i saw u there!

Hape kemudian ia simpan di saku, terus bergegas menarik lengan Hwasa. “Sa, gue mau balik.”

Hwasa bergerak menoleh padanya. “Sekarang?”

Dia mengangguk tanpa ragu. “Iya. Setengah delapan. Sungjae udah di sana.”

“Sa, sa, Nayeon, tuh.” Nada khawatir dalam suara Bona seketika menarik perhatian Hwasa yang berpaling cepat dari Jisoo. Penasaran ada apa, mereka pun sama-sama melihat ke Nayeon yang tiba-tiba bergergas pergi dari halaman belakang.

Bona orang pertama yang berlari menyusul Nayeon; Hwasa sempat ragu lalu berpaling ke Jisoo namun sebelum dia ingin berbicara, temannya ini lebih dulu menyela, “Ojek online aja enggak papa kok.”

“Beneran? Atau Johnny—”

“Johnny gak bisa diandalin.” Buat sekarang kayaknya cowok itu enggak bisa diandalin. Dia terlalu sibuk bersama temannya.

Akhirnya Hwasa memutuskan membiarkan Jisoo pulang bersama ojek online, sedangkan dia langsung buru-buru menyusul Bona untuk mengejar Nayeon. Jisoo sementara berpesan supaya mereka menjaga Nayeon biar orang itu tidak terlalu memusingkan kelakuan cowok brengsek bernama Taeyong.

Begitu menunggu di luar gerbang rumah, dia mengigit bibir bawah akibat mencemaskan keadaan Nayeon. Tapi janji bersama Sungjae harus ditepati kalau mau tugas skalanya selesai dalam waktu dekat supaya bulan berikutnya dia bisa fokus mengerjakan tugas kuliah yang lain, terutama Modifikasi Perilaku yang hanya punya deadline tiga bulan.

“Mau ke mana sih, buru-buru amat,” ucap seseorang di balik punggungnya.

Tengkuknya seketika meremang seiring hembusan napas sosok yang berdiri begitu sangat dekat di belakangnya. Jisoo langsung menjauh; rautnya perlahan mengeras bagaikan tembok rumah yang selalu terasa dingin dan keras itu.

“Mau ke mana?” tanya cowok ini dengan tangan kanan memegang gerbang, sisanya bertengker di pinggang.

“Bukan urusan lo.” Langkahnya semakin menjauhinya dengan kepala yang terus melongok ke arah jalan, tengah mencari-cari kedatangan si ojek online.

“Acaranya baru mulai.”

“Bukan acara gue, kok.”

“Oh ya, lupa.” Dia terkekeh mungkin biar terkesan ada yang lucu, padahal enggak ada sama sekali. “Nunggu pacar pelangi?” Taeyong menyindir, Jisoo tahu ini.

“Pacaran sesama jenis enak?” Posisinya jadi semakin mendekatinya, Jisoo terus berupaya menghindar hingga akhirnya memilih berada di tepi jalan demi keamanannya. “Udah ngelakuin apa aja? Nyium bibir cewek rasanya gimana?”

“Kenapa nanya gue? Bukannya lo udah rasain berkali-kali.”

“Ah, beda rasa kalau urusannya sesama jenis. Gimana?”

Tatapannya berubah skeptis, namun dia mengabaikannya begitu melihat sang ojek online dari kejauhan sedang menuju lokasinya. Jisoo kemudian bersiap-siap untuk segera cabut, dan akan bersyukur kalau si ojek online langsung membawanya pergi dari hadapan cowok buaya satu ini.

Si pengendara motor dengan seragam khas warna hijau itu berhenti tepat di samping sang penumpang yang telah menunggunya. “Mbak Jisoo, ya?” tanyanya langsung mendapatkan anggukan kepala.

“Bentar-bentar, Pak.” Taeyong tahu-tahu menahan dirinya yang hendak akan membonceng. “Maaf ya, Pak. Kayaknya cewek saya enggak jadi naik ojek Bapak.”

“Apaan, sih!” Namun tarikan tangan cowok ini begitu kuat hingga dia sendiri kesusahan melepasnya.

“Ini biaya pemesanan, kembaliannya simpan aja,” katanya sembari menyerahkan uang lembaran lima puluh ribu. Jisoo melotot kesal atas perbuatan seenak udel Taeyong terhadap ojek onlinenya, seolah dia adalah pemilik hak atas segala kemauan Jisoo.

“Lo apa-apaan, sih.”

“Pak, langsung pergi aja sebelum saya berubah pikiran,” tegur Taeyong sedikit memaksa.

Sang ojek online sendiri hanya menuruti saja, toh dapat uang lebih sudah jadi untung baginya. Dia beliau langsung pergi meninggalkan calon penumpangnya.

Kemarahan Jisoo jadi membuncah hebat. Sikap kurang ajar Taeyong yang main seenaknya mengusir ojek onlinenya enggak bisa ditoleransi lagi. Dia pun menarik lepas cengkraman itu dengan usaha sedikit keras.

Nah, begitu berhasil tanpa basa-basi Jisoo langsung menampar pipi kiri Taeyong. “Brengsek lo!” Sesudahnya dia kembali masuk ke rumah, bukan untuk kembali dan menikmati acaranya itu, melainkan demi menyusul Johnny. Meminta cowok itu buat mengantarnya pulang.

“Teman lo anjing!” selorohnya begitu punya kesempatan mendekati Johnny setelah aksi sabotase dari teman-temannya itu.

Johnny spontan mendongak kaget, lebih-lebih ketika tahu Jisoo barusan mengumpat dan ekspresi yang sarat kemarahan ini membuatnya langsung berdiri.

“Astaga!” Mungkin dia berpikiran kalau Taeyong sudah berbuat kurang ajar sama Jisoo, jadi begitu melihat cowok itu masuk melewati pintu belakang rumah sambil memegangi pipi kirinya, Johnny langsung mencegatnya di depan pintu. Kepalan tangan yang mengeras seolah ingin membalaskan dendam kalau Taeyong beneran menyakiti teman ceweknya ini, namun usaha Jisoo mencegahnya tepat pada waktu sebelum kegegeran timbul.

“Anterin gue balik aja,” pintanya memegang penuh kendali atas tangan cowok ini.

Taeyong menyeringai seiring mengamati keduanya dengan tertarik.

Please ... Sungjae udah nungguin.”

Johnny mengertak, jelas kejengkelannya sekarang bukan lagi main-main. Tampak dari caranya selama menyeret Jisoo agar menjauh dari Taeyong sementara dia masih ingin menyelesaikan urusan mereka.

“Tunggu di luar!” pesannya yang langsung dia setujui tanpa berkomentar.

“Sumpah. Gue belum ngapai-ngapain,” kata cowok di depannya bersungguh-sungguh diikuti seringai menyebalkan yang terlihat seperti meledeki sikap minta dilindungi Jisoo.

“Tolong, jangan ganggu teman gue.”

“Santai, John. Belum.”

“Gue serius!” gertaknya menahan tinjunya yang kapanpun bisa melayang ke wajahnya. “Lo emang teman gue, tapi Jisoo pilihan pertama gue.”

“I see.”

“Jangan ganggu dia!” Johnny menggeram sekali sebagai ancaman. Saat sosoknya berniat berpaling, Taeyong lalu segera menahannya.

“Bukan kaum pelangi ‘kan?”

“Bukan urusan lo!”

Taeyong melepaskan cengkramannya itu seraya tersenyum geli. “Gue tahu dia bukan L.”

Johnny cuma mengabaikan seluruh tawa meledek cowok brengsek itu. Menyusul Jisoo di luar yang sudah menunggunya di samping mobil dengan kepala menunduk demi mengamati sepasang fantofelnya.

“Lo diapain?”

“Bukan apa-apa, sih. Cuma barusan dia nyuruh ojol gue pergi.”

Lega rasanya mendengarkan penjelasan cewek ini kalau dia enggak diapa-apain sama Taeyong dan membenerkan ucapan cowok itu. Untungnya dia belum sempat menghujamkan pukulan ke wajah Taeyong.

“Gue peringatin sekali lagi, jangan bikin Taeyong penasaran sama sifat lo. Kalau lo semakin keras kepala sama dia, dia semakin serius buat dekatin lo.”

“Jadi gue mesti gimana?”

“Respon seadanya seolah dia teman lo.”

“Dia aja begitu, John. Brengsek.”

“Terlepas dari sifat brengseknya, selama lo anggap dia teman, dia bakalan respect sama lo.”

Jisoo menggeleng ragu diikuti gerakan bahu yang terangkat, tak tahu-menahu untuk urusan hal ini buat ke depannya nanti.

“Dia enggak seburuk itu,” sambungnya, “sebagai teman.”

Aku menggambarkan Taeyong itu pengabungan dari Chris x William x Sinan x Marcuz. Chris tingkatan brengseknya paling tinggi sih dibandingkan William (soalnya manusia ini bisa tobat sementara Chris mana bisa) huhu jadi yaa, pengambilan karakter Taeyong di sini dari dua orang ini versi brengseknya. Sedangkan posisi Sinan x Marcuz itu sisi lemah dirinya, yang bakal muncul entah part berapa 🤭

Kalau penasaran bisa tonton: Skam (Norwegia original, Chris & William), Sinan (Love 101), Marcuz (Deadly Class)—rekomen semua 🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top