03. Runnin
Rampung sama bab satu skala dari sore hingga pukul delapan malam, akhirnya dia ke luar juga dari kamarnya setelah berjam-jam menyepi kemudian mencari keberadaan teman sepaviliun, terutama si penghuni kamar nomer dua yang sekarang giliran pintunya tertutup rapat. Jisoo lantas berpaling ke kamar terakhir meskipun tertutup namun dia tahu pemilik ruang itu lagi ada di dalam, antara sedang malas-malasan rebahan atau ngegame.
Berdiri di depan pintu abu-abu yang terbuat dari kayu ini, Jisoo hanya butuh sekali ketukan pintu dan sahutan langsung terdengar dari dalam, tanpa basa-basi cewek itu pun masuk. Persis dugaannya. Si cowok jangkung beneran lagi rebahan di kasur sambil mainin hape—kelihatan sih, lagi sibuk chat-chatan alih-alih game online dari keaktifan mengetik jemarinya dan cengiran di bibir.
Jisoo melompat naik ke ladang kapuk, ikut rebahan sekalian merenggangkan pegal pada punggung setelah berjam-jam di depan laptop.
“Udah gila nyengir depan hape,” cibirnya hanya buat menggoda.
Johnny membalas, “Kontak lo gue kasih ke Bobby.” Tanpa melirik ke cewek yang lagi narik bantal buat si kepala. Meletakkan seluruh beban kepalanya di atas benda persegi panjang tersebut, juga tak melupakan guling Johnny yang asal dia rebut dari si pemilik.
Johnny enggak protes, toh seringnya memang begini.
“John, gue kok lapar banget, ya?” katanya diam-diam sedang merayu biar diperhatikan, minimal teman sepaviliunnya ini berkenan membelikan atau masakin dia sesuatu gitu.
“Tadi aja gayaan enggak mau diajakin beli bakso.”
“Ah, bakso mah, kurang kenyang.”
“Ditawari mie ayam juga nolak, tuh.”
Jisoo menarik kepala guling lalu menyelipkan ke bawah dagunya sebagai penyangga, sambil merenggut kecil dia menjawab, “Masa tiap hari makan mie.”
Johnny perlu sedikit mendongak ke kiri lantaran posisi tidur Jisoo lebih tinggi sedikit dari atas kepalanya. “Akhir bulan pertanda kudu hemat.”
“Mana ada akhir bulan makan bakso,” katanya lalu diam-diam mainin rambut gondrong Johnny. “Bakso mahal.”
Di beberapa tempat bakso memang tergolong makanan mahal bagi dompet mahasiswa. Semangko bisa lebih dari 25 ribu atau paling murah 15 sampai 20 ribu. Daripada beli bakso mendingan ayam oti 17 ribu sudah dapat paha atas super montok dan nasi bungkus sama sausnya.
“Chat Hwasa mumpung di luar orangnya.”
Cewek itu hanya mengangguk sembarangan, selama masih tertarik buat mainin surai Johnny dia tiba-tiba malas ambil hape di kantong. “Chatin lo dong, sekalian lo aktif pegang hape, tuh.”
“Hmm.” Tangan kirinya menarik satu tangan Jisoo buat dipindahkan ke atas kepalanya. “Sekalian pijatin kepala gue. Pusing, nih.”
Jisoo mencibir, “Pusingan mana sama gue?” Namun dia tetap menekan kulit kepala Johnny perlahan-lahan sambil melirik ke layar ponsel sang teman yang ternyata lagi berkirim pesan ke Hwasa.
“Lo sih, yang barusan ngerjain tugas. Lagian rajin amat tugas belum deadline aja dikerjain sekarang.” Lagi, dia menoleh ke arahnya meski hanya bisa menatap manik-manik lewat dagunya. “Sekali dalam sehidup tuh, manfaatin yang namanya sistem kepepet. Jangan terlalu taat aturan jadi mahasiswa.”
“Ini skala, John, bukan makalah,” dengusnya dengan sadar tangannya menekan kulit kepala si cowok sedikit kencang. Biarin saja dia kesakitan, toh sakitnya enggak akan seberapa daripada sakit kepala selama mengerjakan tugas skala.
“Iya, tahu yang kayak skripsi itu.” Awalannya dia enggak tahu apa-apa kalau bukan Jisoo yang menceritakan sistem tugas kuliahnya tersebut. Skala namanya, bagian dari pengukuran psikologi. Sejenis kayak proposal, tapi pada Fakultas Psikologi tugas skala hanyalah percobaan yang dikerjakan oleh dua orang dalam satu kelompok disertai proses bimbingan bersama asisten laboratorium bukan lagi dosen, sebelum para mahasiswa mendapatkan mata kuliah Teknik Penyusunan Psikologi atau TPS—versi pendeknya—jika disamakan dengan jurusan lain maka panggilan TPS sama juga kayak proposal. Nah, setelahnya baru mereka boleh mengambil program skripsi setelah merampungkan kedua pelatihan tersebut.
“Oh, berarti nomer baru yang chat gue si Bobby, ya?” tanyanya mendadak ingat satu pesan masuk dari nomer baru setengah jam lalu, sedangkan Johnny hanya membenarkan. “Biar gue ajak ketemuan aja besok di kantin kampus. Ngobrolin lewat chat kurang nyaman.”
“Sama Bobby santai aja, Jis.”
Menurut Johnny begitu; menurut Jisoo lain, masalahnya dia beneran lagi di fase malas lama-lama pegang hape setelah berkutat sama laptop, teknologi canggih selain hape. Jadi, dia membalas pesan Bobby tanpa basa-basi langsung mengajak cowok itu bertemu besok siang di kantin kampus dan cowok ini mengiyakan tanpa mengajak Jisoo berdiskusi jam pertemuan mereka—barangkali pada waktu itu bentrok sama jam kuliahnya, hm, ternyata enggak.
Ditaruhnya benda pipih itu di meja sebelah ranjang Johnny. Cewek itu kembali memeluk guling dan tidak butuh lama baginya buat tidur padahal masih ada Hwasa yang akan pulang sambil bawa titipan makanan.
• s h a m e l e s s •
Jisoo menyesal karena telat lebih dari sepuluh menit dari janji temunya. Gara-gara Bu Sunny yang kelupaan pada pukul berapa mahasiswanya istirahat. Malah seringnya beliau langsung lanjut sampai jam satu siang lantaran mata kuliah ini berjumlah 6 sks, yang artinya dalam satu hari meskipun cuma punya jadwal satu mata kuliah doang, tapi jam kelasnya tetap selama 6 enam mengikut jumlah sks. Dari pukul 8 pagi sampai 1 atau 2 siang.
Walaupun Bobby sudah bilang akan menunggu sampai Jisoo keluar namun nyatanya begitu ada di meja pertemuan cowok itu belum hadir atau memang sudah tiba duluan sebelum melarikan diri, kecewa sebab dia telatnya lama banget.
Dia langsung bertanya si cowok lewat chat, menanyakan posisinya ada di mana sambil menjelaskan kalau dia sudah menunggu di meja delapan. Balasan dari cowok itu cepat sekali, sedetik setelah chat-nya terkirim. Tahu kalau Bobby hendak kemari, Jisoo segera menyiapkan diri dan pertanyaan-pertanyaan sederhana berhubungan sama tugas modifikasi perilakunya.
Sebuah buku catatan kecil juga telah tersedia di atas meja beserta pen hitam. Buat mencatat seluruh jawaban Bobby sebagai rangkuman pendek sebelum dimasukkan ke tugas.
“Hai.”
Saat mendongak dia sedikit antusias dan telah menyiapkan ekspresi senang yang bersahabat untuk membalas sapaan cowok ini. Akan tetapi, netranya justru mendapati cowok lain berdiri di depan meja sambil melontarkan senyum andalannya itu—yang digadang-gadang bisa meluluhkan hati para cewek.
Jisoo hendak bangkit niatan buat pindah tempat, tetapi cowok ini malah menahan dirinya agar tetap berada di kursinya.
“Lo bukan Bobby.”
Dia nyengir, penuh percaya diri menempati bangku kosong di depan yang seharusnya milik Bobby bukan si buaya satu ini. “Terakhir gue ingat sih, nama gue masih Taeyong.”
Balasannya langsung dapat cibiran, mual begitulah perasaannya sekarang. Ekspresi cewek ini ketara sekali tidak suka kepadanya tanpa dibuat-buat demi mendapatkan perhatian dari cowok sepertinya, dan Taeyong tidak akan menyalahkannya.
“Punya pacar?” Sialan. Belum kenalan saja langsung berani nanya status orang, mana lagi sok-sokan bermuka ganteng—yah, faktanya dia emang punya wajah ganteng yang akan terus mendapatkan pembelaan dari cewek manapun sekalipun mereka telah jadi korban dari buaya satu ini jika si cowok berbuat salah—sambil terus pamer senyum menawannya itu.
Sudah waktunya dia mengeluarkan jurusan andalan jika ada buaya dalam radar dekatnya.
“Udah,” jawabnya singkat, padat, dan jelas dengan mimik serius.
Taeyong tetap nampak santai dengan gaya flamboyan yang dibuat-buat sengaja demi menarik buruannya. Sungguh perilaku palsu yang mudah terbaca oleh Jisoo. Cowok ini melipat kedua tangan di atas meja. Sepasang obsidiannya lurus menatap masuk ke dalam dirinya, sedangkan Jisoo menolak berpaling karena dengan begini cowok ini jadi tahu kalau cewek kayak Jisoo enggak bakalan pernah tergoda apalagi terpancing sama mulut buayanya itu.
“Pacar kan, bukan suami.” Lagi, dia pamer senyum. Senyuman palsu yang entah bagaimana selalu berhasil menipu para korbannya.
Dia pakai pelet dari mana, sih?
Jisoo terus menatap ke arah mata Taeyong. Menantang sosoknya sambil menyusun rencana buat enyah dari hadapannya segera. Dan dia menemukan itu tepat setelah dua cewek sedang jalan berduaan sambil gandengan tangan.
“Sorry. Gue enggak tertarik buat kenalan sama cowok, orientasi kita beda jadi lo bukan nafsu gue.”
“Masa, sih.” Taeyong menyeringai tipis seolah sedang mengejek kebohongannya di depan mata.
Mati-matian Jisoo menahan diri buat enggak terpancing, bisa-bisa nanti cowok ini tahu dengan cepat kalau dia cewek normal, omongan barusan hanyalah omong kosong saja. Dia pun bergerak cepat membereskan barang-barangnya di atas meja untuk pergi dan sebelum meninggalkan bangku itu, dia menatap sekali lagi cowok di depannya sambil menunjukkan ekspresi jijik.
“Bajingan.” Kata itu lolos melewati filter mulutnya, hanya khusus buat hari ini—juga khusus buat cowok ini.
Anehnya, Taeyong bukannya malu setelah dapat umpatan di kantin dari cewek yang bahkan belum genap sehari dia kenal; justru sekarang malah dia tertawa seolah-olah cewek itu adalah hiburan paling menyenangkan pertama sambil mengamati punggungnya yang bergegas semakin menjauh dari gedung kantin.
Jisoo terus mendengus selama menjauh dari gedung pertemuannya bersama Bobby. Emosinya jadi sedikit labil gara-gara bertemu cowok buaya yang sering dibangga-banggakan Nayeon itu. Semakin heran kenapa temannya bisa tergila-gila sama mahkluk kayak dia. Sambil menggerutu samar, dia mengeluarkan ponsel hendak bertukar pesan sama Bobby demi mengubah jadwal pertemuan mereka ke hari lain saja. Saat ini dia sedang tidak ingin membahas tugas.
Namun, balasan pesan aneh justru menimbulkan kerutan dalam pada keningnya.
_______
Bobby
Cewek lesbian enggak akan sefrontal kayak lo ngakuian langsung orientasi seksualnya ke cowok. Mereka tertutup dan jelas lo bukan bagian dari kaum pelangi.
________
Jisoo berhenti melangkah, kepalanya sontak menoleh cepat ke arah kantin—tepatnya ke cowok yang sekarang memamerkan ponsel kepadanya dengan jari telunjuk menunjuk ke layar benda canggih tersebut. Seketika dia sadar kalau yang bertukar pesan dengannya bukanlah Bobby, melainkan Taeyong, si buaya dari Fakultas Eknomi.
Kemarin lupa cantumin FMV-nya huhu ngomong-ngomong buat FMV pendek bisa cek di sini 👇🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top