36. Golden Hour (3)

“Kamu sendiri kapan wisudanya, Yong?” tanya Tante Dara.

Dengan malu-malu Taeyong tersenyum. “Wisuda saya masih lama, Tan.”

“Tahun depan?”

“Tiga atau empat tahun lagi, Tante.” Jisoo menimpali menggantikan laki-laki itu bicara. Melihat dirinya terkesan malu-malu, mau tak mau dia ikut menimbrung obrolan mereka. “Kalau dia serius paling tiga setengah tahun selesai.”

“Lah kok, tambah makin lama.” Si tante yang bingung melirik bergantian pasangan di meja itu. “Kalian bukannya seangkatan?”

“Iya, Tante,” jawab Jisoo lagi.

“Lalu?”

Jisoo melirik Taeyong. Taeyong pun balas meliriknya, tersenyum canggung. Wajar Tante Dara kebingungan karena beliau memang belum tahu soalan dia yang tidak melanjutkan kuliah lagi sejak semester kemarin. Dia tidak cuti. Memang sengaja tak lanjut lagi.

Akhirnya dia pun menjawab sendiri kebingungan wanita anak dua itu. “Planning-nya tahun depan saya mau pindah jurusan sama kampus, Tan.”

“Oh ya? Jurusan apa? Tapi apa gak sayang pindah jurusan di semester tua? Padahal tinggal sedikit lagi, lho, kamu lulus. Kenapa gak nyoba transfer jurusan aja kalau mau pindah kampus?”

Jisoo juga menyarankan hal sama. Transfer jurusan ke kampus lain alih-alih pindah dua-duanya. Tapi dia tetap ngotot mau pindah kampus sekaligus jurusan. Bagi Taeyong transfer jurusan ke kampus lain sia-sia karena IPK-nya dari semester 2 jelek. Malu-maluin. Daripada sama saja mengulang beberapa semester lagi, mendingan pindah jurusan saja sekalian.

“Mau pindah jurusan bisnis, Tan.”

“Sama kayak Om Ji dulu juga lulusan bisnis. Iya, kan, Ji?”

Jiyong mendongak, terangguk-angguk walau tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Fokus pandangan dan telinganya ada di ponsel. Anak bungsunya video call, mengadu ke ayahnya kalau kakaknya ninggalin dia di rumah sendiri.

Tante Dara bertanya lagi, “Terus rencananya mau pindah kampus mana? Udah ada pilihan?”

Anak laki-laki itu mengangguk dengan mantap tanpa ragu sekalipun. Dara speechles dengan semangatnya pindah kampus ini. Seolah dia telah merencakan semua ini dengan matang jauh-jauh hari.

“Kampus mana?” Tantenya Jisoo ini memang banyak tanya. Sejak pertama bertemu beliau juga begini langsung memberinya pertanyaan dari yang mudah sampai sulit. Jisoo pun sudah memeringatkannya dari lama supaya dia sabar untuk menghadapi tantenya itu.

“Kampus Ganda Utama, Tan.”

Reaksi tak terduga muncul dari wanita dewasa ini. Beliau spontan melihat pasangan itu bergantian, geleng-geleng, dan berhenti menilik serius wajah kekasih dari keponakannya.

“Kamu sengaja, ya, pilih kampus satu kota sama pacarmu? Atau emang sengaja pindah demi pacarmu? Ckck, anak muda jaman sekarang.” Sebagai orang tua dengan dua anak, tentu Dara syok dan menebak-nebak sendiri alasan laki-laki ini pindah kampus. “Aduh, Nak. Kamu itu masih muda jangan bucin sama pasangan. Kalau nanti gak jodoh kamu bakalan nyesel sendiri. Lagian, di mana-mana masih bagusan kampus kamu yang ini. Kampus pilihanmu itu swasta, lho! Masa demi ayang rela pindah swasta, sih.”

Jisoo juga sama herannya. Ngomel-ngomel juga waktu dengar nama kampus pilihan Taeyong buat pindah. Emang enggak ada pilihan lain dari itu? Pikirnya terheran-heran. Padahal, kalau Taeyong tetap kuliah di kampus sama dengan jurusan beda dia enggak masalah, akan tetap mendukung walau mereka harus LDR. Selama itu demi pendidikan masa depannya kelak, dia tidak akan menuntutnya banyak-banyak. Sayang juga kan, pindah dari kampus negeri ke swasta. Namun, pilihan Taeyong tak bisa diubah oleh siapa-siapa bahkan Jisoo tak mampu.

“Ya ... kalau gak jodoh, saya jodohin aja sendiri, Tan. Hehe.” Bisa-bisanya dia masih bisa bercanda. Jisoo memelototinya yang langsung cengegesan masa bodoh. “Kampus mana aja sama aja menurut saya. Mau itu swasta atau negeri gak ada bedanya. Bedanya mungkin biaya masuk dan lain-lain.”

“Taeyong!” tegur Jisoo karena dia masih lanjut untuk bercanda.

“Jurusan bisnis di Kampus Ganda Utama sudah terakredetesi A. Gak masalah kalau dia pindah ke sana. Kampusnya juga gak jelek-jelek amat. Masih tergolong bagus, gede juga, terus ya, emang biayanya agak mahal,” ujar Jiyong menjelaskan.

“Iya emang ganda utama terkenal bagus untuk ukuran swasta, Ji. Tapi tetap sayang banget dari negeri pindah ke swasta.” Dara mendesah. Sulit memahami pikiran anak-anak jaman sekarang. Berharap suatu saat anak-anaknya sendiri tidak mencontoh pilihan Taeyong. “Ah, anak muda jaman sekarang dikit-dikit bucin sama pasangan. Emang kenapa kalau LDR? Selama komunikasi lancar dan percaya, hubungan kalian pasti langgeng!”

Jisoo mengangguk setuju. Taeyong hanya tersenyum-senyum. Bukan karena tidak percaya, cuma memang kadar kebucinannya sudah berada ditahap unlimited. Kata lain dia sudah bulol banget ke Jisoo. Mau dinasehatin kayak apa juga enggak bakalan ditanggapin. Ibaratnya masuk telinga kiri keluar telinga tangan.

“Terus orang tua kamu sudah tahu kamu mau pindah kuliah?”

“Udah saya beritahu, Tan.”

“Mereka setuju?”

Kali ini dia meringis. Sebenarnya antara setuju dan tidak setuju. Reaksinya juga tak jauh beda dari si Tante Dara. Papanya yang kaget terus minta sang istri untuk mencerahami dia sampai berhari-hari. Sekarang pun kalau dia pulang ke rumah masih suka disindir-sindir tentang rencana pindah kampus walau mereka sendiri pernah bilang, “Ya udah, terserah baiknya apa.” ujung-ujungnya tetap kena sindiran.

Tante Dara kemudian mengakhiri obrolan itu dengan penutup kurang lebih sama seperti kedua orang tuanya.

Memang sayang pindah kampus dari negeri ke swasta. Namun, inilah sesuatu yang Taeyong pilih sendiri. Terserah orang lain mau bilang apa, dia masa bodoh.

Mungkin orang tuanya masih menyayangkan pilihannya itu. Tapi dia juga berjanji ke mereka kalau kali ini dia akan lebih serius lagi untuk berkuliah. Janji enggak akan nakal lagi, IPK enggak akan anjlok, lulus dalam waktu 3,5 tahun, dan juga berjanji enggak akan merepotkan kedua orang tuanya lagi. Selain berencana pindah kampus, dia punya rencana buat cari kerjaan juga.

Dulu dia orang yang tidak pernah memiliki rencana mau seperti masa depannya nanti. Sekarang dia telah merencanakan segalanya, sedemikian baik. Menatap satu per satu kehidupannya demi masa depan lebih baik. Mungkin satu atau dua dari rencananya akan berubah mengikuti perjalanan waktu. Dia tak keberatan selama Jisoo tetap ada dalam semua rencananya. Bersama-sama berubah dan mereka yang akan selalu jadi support system.

Selama pendaftaran kuliah belum dibuka, Taeyong bekerja di sebuah kafe sebagai waiters. Mulai dari bulan November kemarin dia sudah coba-coba cari pekerjaan ikut interview ini-itu dari berbagai perusahaan. Pernah sekali diterima sebagai call center di suatu perusahaan e-commerce. Belum ada sebulan berkerja dia langsung keluar hanya karena kurang cocok dengan lingkungan dan overtime. Taeyong enggak sanggup.

Jisoo juga sama beberapa hari setelah lulus jadi aktif melamar kerjaan ke sana kemari. Sebenarnya sebelum resmi lulus, Pak Yuno sempat menawarkan pekerjaan sebagai asisten psikolog. Dengan terpaksa dia menolak tawaran beliau walau sebetulnya tertarik mengambil. Jisoo tidak bisa menerima karena punya tanggungan yang harus dipenuhi sebagai seorang anak. Mengurus ibunya sendiri setelah lulus kuliah merupakan janjinya terhadap dirinya sendiri. Dan untuk memenuhi janji itu dia tidak bisa tinggal di luar kota lagi.

Berbulan-bulan cari kerjaan belum dapat-dapat. Lalu di awal tahun itu dia mulai dapat berkat bantuan dari Om Jiyong. Menyuruhnya melamar ke kantor temannya sebagai HR Recruitment. Sampai sejauh ini pekerjaannya aman-aman, demikian pekerjaan Taeyong yang merasa nyaman di tempat kerja barunya.

“Jadi pindah kosnya?” tanyanya ketika kekasihnya itu berkunjung ke rumah. Seolah sudah jadi kewajiban Taeyong buat ke rumah Jisoo setelah pulang dari kerja atau di hari libur.

Jisoo kerja dari pagi sampai sore, Taeyong kurang tentu tergantung shift yang didapat. Bisa jadi berangkat pagi, bisa juga siang, atau malam soalnya kafe tempat dia kerja termasuk kafe gede yang buka 24 jam.

“Jadi kok.”

Selama hidup di kota ini, Taeyong tinggal di kos-kosan dan sudah tiga pindah karena merasa kurang nyaman. Pengennya sih, bisa tinggal seatap bareng Jisoo lagi. Tapi dia pikir-pikir kurang enak dilihat tetangga kalau dia memaksa tinggal di rumah Jisoo selama hubungan mereka belum ditahap untuk menikah. Disamping itu juga, Jisoo tidak lagi tinggal berdua bersama ibu. Ada perawat baru ibunya pengganti Miss Solar yang juga tinggal serumah.

“Mau aku temenin? Mumpung besok aku libur.”

Dia menggeleng. “Hari liburnya mending kamu pakai istirahat di rumah. Urusan pindah kos gampanglah. Kayaknya aku mau di kosnya Bang Kai,” ujarnya. “Yang dulu kamu pernah aku ajak main ke sana. Yang kamu bilang kos-kosannya bersih terus parkirannya rapi.”

“Yang penjaganya punya kucing lucu itu, ya?”

“Iya, Sayang. Bener.” Jisoo mengangguk-angguk ingat. “Kebetulan ada satu kamar kosong. Kemarin aku udah ke sana ketemu penjaganya sekalian full payment. Tinggal pindahan. Gak kamu temenin gak papa kok. Hari liburnya dipakai istirahat sama nemenin ibu. Biar aku aja yang main ke sini.”

“Beneran gak mau ditemenin?”

“Ya mau. Tapi nanti kamu kecapekan jadi besok kamu istirahat aja.”

Jisoo seperti akan mengatakan sesuatu, urung, kemudian tiba-tiba memberi Taeyong kecupan di pipi. “Makasih, Sayang.”

Hati Taeyong menghangat. Perasaan lelah akibat kerja seketika hilang. Moment langka Jisoo memanggilnya “sayang” dan setiap kali gadis ini mengatakan itu, jantungnya langsung berdebar-debar. Seperti saat pertama kali dia dibuat jatuh cinta oleh gadisnya ini.

• s h a m e l e s s | m a s a k i n i •

Dia kira tadi laki-laki ini bercanda saat bilang jok tengah penuh barang-barang. Saat berbalik matanya terbelalak melihat kardus barang tumpuk-tumpukan di atas kursi sampai bagian lantai.

“Habis ngerampok toko mana, sih?”

Taeyong melirik belakang melalui spion kaca kecil di dalam mobil. “Toko bayi.”

“Pegawainya pasti syok lihatnya.”

Dia tertawa terbahak-bahak. Keingat sama reaksi pegawai toko yang habis dia rampok. “Kok tahu kamu tahu, Sayang?”

“Iyalah. Aku juga bakalan syok kalau jadi pegawainya.”

“Hahaha.” Tawanya menggelegar. “Kamu tahu gak apa yang ditanyain sama pegawainya?”

“Apa?” tanyanya.

Sesaat menoleh memandang raut penasaran gadis yang hampir mau 9 tahun dia pacari. Waktu yang sangat lama. “Orangnya sempat nanya gini dengan muka syok gitu, ‘Borong, ya, Mas, buat anaknya?’ Terus aku jawab, ‘Iya, buat anak pertama. Bentar lagi istri saya mau lahiran.’ Terus orangnya ngasih selamat sama rekomendasiin barang-barang bagus. Ya udahlah aku beli. Daripada bingung beli yang mana.”

Melihat jumlah yang dia beli, pasti ada banyak uang yang dia keluarkan. Anehnya, Jisoo tak merasa aneh lagi sama kebiasaan kekasihnya itu yang kadang suka boros. Taeyong sadar diri orangnya memang suka boros. Makanya sering minta Jisoo buat mengatur dengan memberinya akses ke semua keuangannya tanpa terkecuali.

“Kok kamu tahu anaknya cewek?”

Taeyong berbalik menghadapnya bertepatan saat mobil berhenti di lampu merah. “Tahulah. Apa sih, yang gak aku tahu.”

“Dih. Pasti kamu habis nanya-nanya sama Jonghyun. Iya, kan?”

“Haha. Pinter!” Tangan itu mengacak kepala sang kekasih gemas. “Aku hampir beli semua barang anak-anak yang berbau anak cowok. Terus sadar kalau belum tahu anaknya cowok atau bukan. Ya udah, aku telepon Jonghyun buat nanya anaknya cewek atau cowok. Padahal, tadi ada banyak mainan lucu buat anak cowok.”

Jisoo mencibir. “Itu sih, kamunya doang yang ngarep anak cowok.”

Si laki-laki terhenyak, terbahak-bahak, dan tiba-tiba tangannya bergerak menyentuh perut rata Jisoo. Membuat gadis itu tersentak hingga refleks memukul tangan usilnya.

“Maksudnya apa?!” protesnya kemudian.

“Cuma mau bilang, ‘Ayo, cepetan isi!’” Sekali lagi, dia tertawa jahil. Kebiasaan banget.

Si gadis melotot sebal. Sekali lagi memukul tangan nakal Taeyong yang hendak menyentuh perutnya lagi. “Nikahin dulu kalau mau cepet!” ucapnya.

Selama hampir sembilan tahun pacaran, melewati masa-masa sulit dan bahagia bersama, akhirnya niat Taeyong untuk melamar Jisoo, sang kekasih, terwujudkan. Rencana itu harusnya datang lebih awal setelah dia lulus kuliah S1. Kemudian berubah ketika dia lolos dalam seleksi program MT di suatu perusahaan besar. Niat untuk melamar dan menikahi kekasihnya terpaksa ditunda karena syarat dari program tersebut calon pegawai harus belum menikah, maksimal 2 tahun setelah mengikuti program.

Jisoo yang mengetahui itu tidak merasa keberatan sama sekali. Sebaliknya justru dia mendorong Taeyong supaya menerima program tersebut. Mengingat program itu sangat cocok bagi freshgraduate dan peluang karir di masa depan lebih besar apalagi program itu berasal dari perusahaan gede. Setelah dia berdiskusi juga dengan orang tuanya, akhirnya Taeyong menerima dan menunda rencana menikahi Jisoo. Kemudian setelah 1,5 tahun mengikuti program, dia pun dibiayai oleh perusahaan untuk melanjutkan study lagi di Singapura.

Taeyong sempat bimbang hampir sebulanan memikirkan tawaran dari perusahaan untuk program MT ini. Kalau dia berkuliah ke luar negeri, berarti dia harus menjalin hubungan beda negara selama beberapa tahun ke depan bersama Jisoo. Hasrat untuk menolak begitu besar sampai Jisoo marah dan satu minggu mogok bicara. Karena baginya, Taeyong hanya menyia-yiakan kesempatan yang diberi, dan orang tua laki-laki itu pun sangat sepakat dengan kata-kata Jisoo.

Pada akhirnya dia menerima tawaran tersebut, dan hampir 2 tahun mereka menjalin hubungan jarak jauh, antar dua negara. Taeyong hanya pulang ketika ada libur semester atau Jisoo yang mengambil cuti kerja untuk terbang ke sana menemui sang kekasih. Sekian lama menjalin hubungan, dia kemudian dapat melamar dan menikahi kekasihnya tahun ini.

Taeyong meraih tangan Jisoo. Menarik tangan itu hingga di depan bibirnya, lalu menciumn punggung tangannya. “Makasih, ya, Sayang. Kamu gak pernah menyerah sama aku. Gak pernah ninggalin aku lagi walau aku pernah sekali nyuruh kamu buat ninggalin aku. Haha. Emang tahun-tahun itu aku rese banget, ya. Cemburu buta sama teman kerja kamu.”

Ah, ya, tahun-tahun itu juga cukup berat bagi hubungan mereka. Terutama bagi Taeyong yang menganggap dirinya kurang dalam banyak hal untuk Jisoo. Dia jadi gampang pesimif, cemburuan, dan sedikit posesif. Hanya gara-gara Jisoo akrab dengan salah satu teman kerjanya. Dari fisik Taeyong tidak merasa tersaingi, tapi dari sikap, sifat, dan finansial secara pribadi dia merasa tersaingi. Hingga sering menganggap dirinya ini hanyalah seorang bocah laki-laki, tak sebanding dengan sosok pria yang tampak begitu dewasa itu.

“Kamu yang selalu ada buat aku. Selalu negur dan ngingetin kalau aku buat salah. Dan kamu juga yang selalu jadi support system-ku, yang selalu ngasih aku dukungan dalam bentuk apa pun. Makasih, Sayang, karena kamu juga aku jadi orang begini. Makasih juga atas kisah kasih selama hampir sembilan tahun ini,” ucapnya menghangatkan.

Dia mencium kembali punggung tangannya. Kali ini lebih lama dari yang pertama. “Semoga kisah kasihnya terus berlanjut sampai jadi  tulang belulang. Hehe. I love you. Always have. Always will.”

Jisoo memberinya senyuman hangat. Sambil menganggukan kepala dia meremas genggaman tangan itu. “Iya. Taeyong. I love you more,” balasnya. “Udah, ya. Pandangannya balik fokus ke depan. Udah lampu hijau, tuh. Keburu jam satu sampai rumah Jonghyun!”

“Haha. Hampir lupa!”

Kendaraan itu melaju lagi menyebrangi jalanan ibu kota pada malam hari. Membawa pasangan kekasih itu dalam kunjungan pertamanya ke rumah teman. Sengaja datang malam-malam begini, niatnya mau sekalian menginap di rumah Jonghyun. Kalau datang besok siang jadwalnya kurang cocok. Karena besok pagi mereka harus buru-buru balik rumah, terus sorenya harus sudah terbang ke Singapura.

“Fokus nyetirnya, Yong. Berhenti mesem-mesem gitu, ah!”

“Iya, Sayang, iya.”

Dengan ini saya nyatakan series “Shameless” berakhir. Bener-bener ending enggak bakal ada 4, 5, 6, dan seterusnya. YEAY, FINALLY! Dari 1 Juli 2021, Shameless diupdate untuk pertama kali, lanjut series ke-2 di September 2021, dan rencananya series ke-3 akhir tahun 2021 ternyata butuh satu tahun lagi buat update. Huhu gak nyangka banget akhirnya beres juga 🫂

Rasa sayangku untuk Shameless ❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

Fun fact: harusnya lagu The Lonelist (yg aku singgung di part awal) itu buat Hwasa x Johnny hehe ternyata berubah 🥸‼️ pertemanan mereka gak jadi bad ending 🫂

wkwk ya sudahlah ....

Cerita Taesoo yang kesekian kali kubuat berakhir sampai di sini, teman-teman. Semoga tahun 2023 makin banyak ide buat bikin cerita tentang mereka. Ihihi anti oleng kapten di tengah gempuran kapal Jisoo dan kapal 00line‼️ sebenarnya aku heran sama diri senediri, kok bisa-bisanya gak oleng dari kapal ini sih. Dari 2016 sampai sekarang—kek GUE INI KENA PELET APA SIH?!!!! SAMPAI GAK OLENG-OLENG 🥸🤌🏻💢🫂 😶‍🌫️🤌🏻😭 W JUGA MAU RASAIN OLENG, ANJIR 😭🫂 wkwk kemudian ingat niat awal ngapalin dua orang ini memang untuk kebutuhan cerita, terus jadiin mereka muse cerita-ceritaku, jd gak sampai harus haluin mereka irl sampai cocoklogi dll

cocoklogi dll emg gemesin kdg aku pun tergoda. Tapi kalau keterusan begitu, kita akan kemakan obsesi yang ngarep mereka harus rl as kapal, yg secara gak sadar suka tumbuh dalam diri seseorang, yg secara gak sadar lagi obsesi itu akan jd perkara bagi seseorang, dan secara gak sadar juga menimbulkan seseorang untuk membenci sesuatu yang tak salah, contohnya war antar ship. Jd biar aku tetap waras pikiran harus sewajarnya. Kalian juga ya, teman-teman. Emang gemesin, tapi waras pikiran itu penting. Sekali boleh, keterusan jangan 😭🫂

Malah jd panjang wkwk yasudalah .... sampai ketemu lagi di cerita-cerita taesoo lainnya. Semoga aku panjang umur, sehat jiwa raga dan pikiran supaya bisa terus nulis. Kalian semua juga, yaaa ❤️‍🔥‼️🙆🏻‍♀️❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥✨🌹

ihihi kalo mau ngobrol-ngobrol bisa dm ke ig-ku: hippoyeaa. Terbuka dengan segala jenis obrolan, tp punten aku di ig suka nyampah 🙏🏻 Mau kolab nulis? Ayo, monggo ✨ asal jagan kolab nyanyi aja, aku insecure 🤬💢‼️😶‍🌫️🤦🏻‍♀️🥸 hahaha

Sekian dan terima kasih banyak-banyak 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️❤️‍🔥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top