34. Golden Hour (2)

“Beneran gak mau nebeng sekalian?” tanya Hwasa.

Ong lalu menimpali, “Sekalian aja bareng, Jis, daripada lo naik mobol. Lagian ini udah malam banget. Jam berapa, Sa?”

“Sepuluh.”

“Nah ...!” serunya.

Baru saja mereka pamit pulang dari rumah Johnny setelah anak-anak tidur, khususnya Suno yang sempat rewel banget soalnya enggak suka tidur tanpa bantal kesayangannya. Sementara bantalnya itu lupa kebawa. Jadi dari tadi Ong sibuk meredakan tangisan si sulung sampai bocah itu benar-benar tidur.

Mama Joanna sempat menyuruh mereka buat menginap di rumah, nanggung jam segini kalau harus pulang. Hwasa lantas menolak karena Ong kerja besok berangkat pagi. Kirain juga sehabis ini Jisoo mau nginep di rumah Johnny atau Hwasa seperti biasa kalau gadis itu lagi main, ternyata dia ada urusan lain jadi enggak bisa nginep di tempat mereka. Akhirnya dia cuma minta diturunin depan gang kompleks perumahan Johnny.

“Terus lo mau nginep di mana?” Hwasa masih agak was-was sama Jisoo yang turun depan gang nungguin taksi online. Mana lagi jam segini jalan raya sekitaran sini itu suka sepi. Jarak post satpam lumayan jauh juga dari tempat Jisoo turun, terus lagi Jisoo itu cewek sendirian pula. Siapa yang enggak was-was coba?

“Gampanglah itu. Paling juga hotel.”

“Gak mau di rumah gue aja?”

“Jauh dari tempat acara. Lagian lo bakalan keganggu kalau tiba-tiba jam duaan gue ketuk pintu rumah lo.”

Hwasa mengibaskan tangan ke udara. “Gak masalah. Mau jam limanan lo ketuk pintu rumah gue juga tetap gue jabanin.”

Jisoo merasa hangat atas kebaikan temannya satu ini yang tak pernah berubah, selalu peduli. “Serius gue gak apa-apa. Kalian pulang duluan aja. Kasihan anak-anak.”

Percuma membujuknya. Kalau sudah begini paling susah membujuk Jisoo. Mau dirayu kayak apa pun pasti tetap ditolak. “Lo ada-ada aja punya acara tengah malam,” gerutunya. “Ya udah, gue tungguin lo sampai mobolnya tiba.”

“Udah tiba kok,” serunya dengan jari menunjuk ke arah mobil putih yang baru menyebrang itu. “Sekarang gue udah aman, mobolnya udah tiba. Jadi, lo gak perlu cemas lagi. Oke?”

Bibir ibu dua anak itu mencebik. “Kabarin gue kalau lo ada apa-apa atau berubah pikiran. Oke?”

“Iya. Siap!” Jisoo menengok ke dalam mobil memandangi si kecil Johnny yang tertidur pulas di pangkuan mamanya, Suno tidur di bangkunya sendiri dengan kepala miring itu, dan perhatiannya berhenti pada pasangan di bangku depan ini. “Ong, nyetirnya hati-hati. Jangan ngebut malam-malam gini. Jagain istri sama anak-anak lo!”

“Sejak kapan gue suka ngebut, sih?”

“Siapa tahu lo buru-buru mau sampai rumah terus ngebut.”

“Mana berani dia ngebut, yang ada gue omelin duluan,” sahut Hwasa membuat suami dan temannya itu tertawa barengan. “Ya udah, Jis. Kami pulang dulu. Lo hati-hati di jalan. Bilangan sopir mobolnya buat jangan ngebut-ngebut.”

“Hahaha. Iya, iya.”

Setelah melalui obrolan itu Hwasa bersama keluarga kecilnya itu kemudian pergi. Jisoo melambaikan tangan mengantarkan kepergian keluarga sang teman, sebelum berbalik berjalan mendekati mobil putih yang parkir tak jauh dari tempatnya menunggu.

Kaca jendela mobil tersebut kontan terbuka lebar-lebar, menampakkan sosok pengemudi yang kini melongokkan kepalanya keluar. Pria itu berseru, “Mbak Jisoo yang pesan mobol, kan? Saya Yanto dari mobol. Sebelumnya minta maaf, Mbak. Jok tengah penuh sama barang-barang, kalau bisa duduk di bangku depan aja, ya.”

“Lah kok, gak bilang dari tadi sih, Mas, kalau jok tengah banyak barang?”

“Kelupaan. Telanjur kecantol orderannya.”

Jisoo mendengus. “Ya udah, deh.” Langkahnya mengitari mobil itu. Masuk dan duduk di jok depan samping si sopir. Tangannya menarik pintu menutupnya. Mendadak dia tersentak ketika pipi kirinya dicium sama sopir mobol abal-abal satu ini.

“Mas, ini namanya pelecehan! Bisa-bisanya nyium-nyium penumpang.”

“Aduh, maaf kelepasan. Mbaknya ngingetin pacar saya jadi refleks nyium gitu.”

Jisoo kemudian pura-pura ngambek, melipatkan tangan di dada. Laki-laki itu sendiri langsung menggulum senyum penuh. Tangan kirinya menyebrangi jarak, menyentuh kepala si gadis lalu mengacak-acak rambutnya yang tadi rapi kini jadi berantakan. Kebiasaan.

• s h a m e l e s s | m a s a l a l u •

Akhir September ini ditutup dengan senyuman khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi pejuang skripsi. Hari yang mereka tunggu-tunggu akhirnya pun tiba. Didukung dengan langit yang cerah, keramaian yang tak terhitung jumlahnya, dan wajah-wajah penuh binar senyum ikut memeriahkan puncak acara siang hari itu. Para wisudawan yang telah mendapatkan ijazah dan tabung wisuda secara bergilir keluar dari gedung, tempat pelaksanaan upacara kelulusan. Tentu setelah mereka berjam-jam mengikuti pergelaran upacara kelulusan dari awal sampai selesai. Dari jam 9 pagi sampai jam 1 siang lewat 35 menit acaranya baru kelar. Sedikit molor dari jadwal aslinya.

Kampus hari ini tampak sesak oleh lautan bernama manusia. Terhitung dari jumlah wisudawan kloter pertama hari ini kurang lebih ada 200 mahasiswa wisuda, ditambah para tamu undangan dan bukan tamu undangan yang jumlahnya sendiri pasti melebihi jumlah wisudawan. Tak heran kampus hari ini terlihat seperti lautan manusia. Parkiran yang biasanya terlihat longgar di hari weekend, kali ini tampak penuh kendaraan roda empat dari ujung sampai ke ujungnya lagi. Dari mobil jenis kecil sampai mobil-mobil besar, bahkan ada juga keluarga dari mahasiswa bawa mini bus. Memborong keluarga besarnya dalam acara kelulusan anak-anaknya. Dan untuk beberapa hari ke depan kampus akan terus terlihat demikian.

Jisoo dapat jatah wisuda kloter pertama hari ini, Johnny kloter kedua wisuda besok pagi, sementara Hwasa masih harus menunggu tahun depan lagi buat lulus. Gadis itu perlu mengurus proposal skripsinya sebelum ambil skripsi.

Setelah melalui beberapa antrian, Jisoo akhirnya bisa keluar juga dari gedung. Mencari keluarganya yang kemarin jauh-jauh datang dari luar kota, secara khusus untuk menghadiri acara kelulusannya. Keluarganya yang dateng cuma tante sama omnya satu paket, sepupunya sengaja tidak ikut, terus ada ibu sama Miss Solar ikut menemani sebagai perawat ibunya itu.

Cukup sulit menemukan keberadaan mereka di tengah-tengah keramaian. Jisoo sendiri agak kesusahan cari jalan ke luar dari banyaknya orang berlalu lalang mencari sanak saudara dan teman-teman mereka.

“Jisoo ...!” Teriakan Hwasa di tengah keramaian itu menyelamatkan Jisoo dari kebingungannya. Berdiri di belakang portal bersama Johnny, Hwasa berteriak, meloncat-loncat riang, dengan tangan dadah-dadah kepadanya.

Jisoo seketika mencari-cari jalan tercepat untuk sampai ke tempat teman-temannya itu. Dia sampai mendorong sedikit punggung orang di depan yang tak bergerak-gerak sejak lalu. Tiba di depan mereka dia langsung kena serbuan pelukan Hwasa. “Congratulation ...!!!” ucapnya turut senang atas kelulusannya. “Akhirnya ya, lo resmi jadi pengangguran.”

“Mulai deh,” gerutu Johnny.

“Lah, emang jadi pengangguran kok setelah lulus.”

Omongannya enggak salah, tapi Johnny tetap mengabaikan berpaling ke Jisoo. “Btw. Happy graduation, Jis.”

“Giliran lo besok, John,” ujar Jisoo.

“Giliran gue tahun depan, dong!” seru Hwasa riang.

Johnny pun berkelakar, “Gak peduli, Sa.” Lalu tertawa bersama Jisoo.

Hwasa mencibikkan bibir sedikit sebal, sembari mengandeng tangan Jisoo setelah memberinya buket wisuda isinya ada bunga dan boneka lengkap dengan toga dan jubah hitam.

“Makasih, ya!” Padahal, kemarin dia sudah dapat hadiah kejutan juga dari Hwasa sama Johnny, terus sekarang ditambah lagi dapat buket. Dua orang ini memang paling hobi bikin Jisoo tersentuh dengan kepeduliaan mereka. “Oh iya, lihat Ibu sama Tante Dara gak?”

“Mereka cepat-cepat balik ke mobil. Soalnya tadi Ibu kelihatan takut gitu lihat orang banyak,” jawab Hwasa.

Sebenarnya dia sudah tahu ini sebelum acara, ibu mudah was-was dan takut lihatin orang dalam jumlah banyak, berlalu-lalang di sekitarnya. Makanya Miss Solar ikut kemari alih-alih sepupunya buat jagain ibu. Tadi juga ibu terpaksa dibawa ke tempat yang sekiranya ada sedikit orang ditemani oleh Johnny sama Hwasa. Jadi selama di gedung yang hadir cuma tante sama omnya. Dia agak sedih karena ibu tidak menyaksikan sendiri penyerahan ijazah putri semata wayangnya ini, di satu sisi lagi dia enggak mau egois dengan memaksakan ibu hadir di dalam ruangan penuh lautan manusia itu. Keamanan dan kenyaman ibu tetaplah jadi nomer satu bagi Jisoo sekarang.

“Ibu aman kok. Lo gak usah murung gitu,” ucap Johnny menghiburnya. “Tante Dara pesan lo boleh ketemu teman-teman lo dulu sebelum ketemu keluarga lo.”

Kalau bisa sih, pengen langsung ketemu keluarganya terutama dia mau memeluk ibunya sekarang. Tapi Jisoo baru ingat kalau dia harus mencari Bobby sekarang. Tadi waktu di dalam gedung, laki-laki itu menitipkan ponsel padanya dan lupa diminta balik. Kebetulan tempat duduk Bobby ada di belakang bangkunya.

“Kalian lihat Bobby gak?”

“Ngapain nyariin Bobby?” tanya Hwasa.

Jisoo mengeluarkan ponsel Bobby dari dalam minaudire bag-nya. Menunjukkan pada mereka alasannya mencari Bobby.

“Gue tadi lihat Taehyung di depan Gedung A. Mau coba cari ke sana? Barangkali dia sama teman-temannya kumpul di situ juga,” kata Johnny yang sempat bertemu tongkrongannya dulu sebelum mencari Jisoo bareng Hwasa.

“Iya. Gak apa-apa. Daripada hapenya gue bawa sampai pulang.”

“Hahaha. Gak apa-apa. Lumayan bisa lo jual,” kelakar Hwasa demikian.

Kemudian mereka bertiga sepakat mencari Bobby ke Gedung A. Jarak lokasinya lumayanlah dekat. Pasti banyak orang juga di sana soalnya Gedung A memang paling apik buat foto-foto, feed-able gitu bagi sebagian besar orang, apalagi bagian tamannya dengan background si Gedung A. Dalam perjalanan ke sana Jisoo sering ketemu teman-teman sejurusan, yang langsung menahan langkahnya, mengajaknya foto bareng sambil saling melemparkan ucapan selamat. Ada juga adik tingkat yang pernah dia bantu bikin makalah dulu memberi Jisoo selamat sama buket yang dia terima dengan senang hati.

Jumlah teman Jisoo enggak banyak di kampus. Dia hanya mendapatkan ucapan dan buket dari orang yang benar-benar kenal dia saja. Itu pun jumlahnya bisa dihitung pakai sepuluh jarinya. Tak seperti beberapa orang yang langsung dikerumuni satu kelompok besar circle-nya. Dikerubungi kayak artis ibu kota. Kedua tangan orang itu juga penuh sama hadiah-hadiah yang diterima dari kenalan mereka. Sejujurnya Jisoo tidak iri. Dapat sekian saja dia sudah merasa berterimakasih.

“Jisoo. Jisoo.” Teriakan lalu terdengar dari orang-orang yang dia kenal. Teman-teman kkn-nya dulu. “Ya ampun! Kita habis nyariin lo ke mana-mana. Lo di telepon gak direspon juga. Untung ketemu di sini,” seru Wheein kelihatan capek habis keliling cuma mencari kenalannya yang wisuda hari ini.

Jisoo yang tersentak segera mengecek ponselnya. Ternyata ada banyak chat masuk dan beberapa telepon tak terjawab. Dia meringis menyesal tak merasakan ada getaran di ponsel di dalam tas. Sejak tadi benda ini dalam mode silent dan dia lupa mengubah modenya.

“Rubin mana?” tanya Kassy menoleh kanan-kiri bingung mencari laki-laki itu. Dicari-cari pun orang itu enggak ada. Kassy mendengus terus berteriak memanggil, “Hyuk. Cepetan ke sini. Jisoo udah ketemu, nih!”

Hyuk memang mencari Jisoo bersama mereka, lantas berlari kecil menyusul, meninggalkan kenalannya sebentar. Tangan laki-laki itu memegang sebuket bunga eldewis super besar. Laki-laki tersebut melontarkan senyum lembut setibanya dia di depan Jisoo.

Happy graduation, Jisoo,” ucapnya sambil menyerahkan buket besar itu kepada Jisoo yang spontan bingung bawanya. Johhny yang peka, segera mengambil alih bawaan di tangan Jisoo tanpa diminta biar gadis ini bisa menerima buket pemberian Hyuk.

“Cieee ....” Hwasa sontak menggoda, bersiul-siul, dan menaik turunkan alisnya dengan sengaja. “Fix. Jadian. No debat. Kalian cocok.”

“Iya, nih. Kapan kalian mau jadian?” balas Wheein ikut-ikutan.

Kassy sendiri mengangguk setuju. “Hyuk, gak mau nembak lagi apa? Mumpung waktunya bagus, nih.”

“Iya. Cepet buruan. Biar kita-kita jadi saksinya,” desak Hwasa.

Hyuk hanya tertawa menanggapi desakan dari tiga gadis ini. Percuma nembak lagi sekarang kalau kemarin saja dia tolak. Sebenarnya agak canggung juga mau ketemu Jisoo cuma Hyuk berusaha bodoh amatan. Toh, kedatangannya kemari cuma memang mau memberinya ucapan selamat.

“Nanti ada waktunya sendiri,” balas Hyuk mengakhiri ledekan itu seketika dengan kooran tak setuju dari ketiga gadis itu. Lagian di satu sisi juga Hyuk kurang nyaman sama keberadaan laki-laki jangkung di sebelah Jisoo. Menyaksikan dengan mata kepala sendiri hubungan mereka yang sangat akrab sekali itu, membuat Hyuk sedikit demi sedikit merasa pesimis dan cemburu.

Laki-laki mana coba yang tak cemburu melihat gadis disukainya lebih dekat dengan laki-laki lain.

Happy graduation ya, Jis. Ini dari anak-anak. Sebagian gak ikut karena lagi wisuda juga, sebagian lagi ditarik sama kelompoknya sendiri.” Wheein mewakilkan anak-anak lain memberi ucapan selamat dan kado selain buket kecil isinya boneka.

“Iya. Makasih ya, buat semuanya,” balas Jisoo berterimakasih.

Sehabis itu mereka foto-foto bareng sebelum memisahkan diri. Kelompok Wheein mau cari anggota kkn lain yang juga wisuda hari ini, kelompok Jisoo mencari Bobby. Syukurnya setelah mencari ke sana kemari mereka akhirnya dipertemukan sama Taehyung. Terlihat jelas Taehyung lagi dikerumuni sama kelompok besarnya yang hari itu kompakan pada datang semua. Kelompoknya campur aduk, ada cowok sama cewek juga. Sebagian kecil Jisoo kenal wajah-wajah mereka, sebagian besar lagi dia enggak kenal. Pengecualian bagi Johnny yang hampir kenal semua orang itu. Maka tak heran lagi ketika mereka langsung menyapa Johnny.

“Duh duh, mantan gue cakep amat, dah!” Seperti biasa, pasti ada Jimin di kelompok itu yang langsung mengeluarkan benyolan konyolnya.

“Mantan Taeyong kali,” celetuk seseorang entah siapa itu.

Jimin dengan cuek merangkul pundak Jisoo yang sempat dibuat kaget. “Gak afdol kalau gak foto,” katanya. “Sa, fotoin gue bareng mantan.”

“Dih. Apaan lo. Gak jelas.”

“Gak usah cemburu gitu, Sa.” Jimin tertawa-tawa namun tetap menyerahkan ponselnya ke Hwasa yang tetap juga menerima walau mencibirnya.

Selama dua orang itu foto, tiba-tiba datang tiga orang mau ikut foto bareng mereka. Jisoo bingung karena merasa enggak kenal mereka. Belum lagi perilakunya terkesan kurang sopan, seekan enggan menghargai Jisoo di situ. Sampai kemudian Johnny menyingkirkan orang-orang itu, dan Jonghyun yang hadir ikut menegur mereka.

“Bercanda doang, elah,” kata mereka dengan wajah tak berdosa. “Kita juga penasaran kali sama mantan pacarnya Taeyong.”

“Congor lo gue gaplok, ya!” teriak Hwasa kesal sama cara mereka yang seolah tak bisa menghargai orang sekalipun orang itu mantan temannya sendiri.

“Hwasa,” panggil Jisoo dan Johnny barengan.

Jimin yang merasa dialah penyebab dari keributan kecil itu, segera mengalihkan mereka dengan bertanya, “Btw, mau cari siapa, Jis? Taeyong?” Refleks pertanyaan itu mengundang rasa penasaran bagi orang-orang ini. Terlihat jelas kalau mereka masih haus akan gosip. Siapa pun pasti akan jengkel melihat wajah-wajah itu.

“Lo datangnya telat. Taeyong udah pergi duluan,” kata Jimin.

“Iya. Doi ngedate sama cewek barunya,” sambung laki-laki baju putih itu.

“Kayaknya mereka ke mall deh,” sambung lagi gadis berambut panjang berwarna merah terang.

“Emang mantan lo gak nyamperin lo duluan apa?” lanjut lagi orang berikutnya.

Cara mereka memandang Jisoo terkesan meremehkan. Seolah-olah dia telah berbuat salah sampai dapat tatapan kurang menyenangkan ini.

Johnny berdecak. Cepat-cepat dia merebut tas Jisoo, mengambil ponsel Bobby lalu diserahkan sama Jimin yang sekarang bengong bingung. “Balikin ke Bobby. Thanks. Kita cabut dulu.”

Semua berakhir begitu cepat, Johnny menggiring kedua temannya menjauh dari orang-orang itu. Sampai Hwasa tak jadi melempar sepatunya ke wajah perempuan yang tertawa dan berbisik-bisik sama temannya.

“Udah, Sa. Gak usah marah gitu,” tegur Jisoo menghibur temannya yang masih terlihat berapi-api. Jelas-jelas Hwasa mau balik ke sana buat membalas kelakuan minus dari kelompok Taeyong itu.

“Habis mereka rese!” cercanya marah-marah. “Mentang-mentang lo mantan Taeyong, terus mereka seenak jidatnya gak ngehargain lo gitu? Enak aja!”

“Lupain. Lupain. Anggap aja mereka angin lalu.”

Hwasa tetap ngambek. Melipatkan tangan di dada dengan wajah cemberut. Bayangin wajah meremehkan orang-orang tadi, malah bikin tengsinya naik turun. Sumpah. Nyebelin. “Kok bisa lo bergaul sama orang-orang kayak gitu sih, John?!”

Johnny mendesah. “Mereka circle-nya Bang Ceye. Kalau teman-teman Taeyong, ya, cuma itu-itu doang sebenarnya.”

“Itu-itu doang, sama aja bagi gue. Sama-sama rese!” gerutunya tetap marah. “Jauhin kelompok toxic kayak gitu, John. Rusak pergaulan lo ntar. Jangan sampai lo kayak mereka!”

“Udah, Sa. Sabar.”

“Gak bisa, Jis! Gue masih marah, tau!”

Pada akhirnya, Jisoo cuma menenangkan Hwasa biar emosinya itu enggak keterusan. Johnny terlihat sedikit masih marah, tapi dia dapat mengendalikan emosinya sendiri. Jisoo sendiri sebenarnya kaget, tersinggung, dan marah, tapi berusaha untuk tidak menunjukkan semua itu di moment kelulusannya. Jisoo hanya ingin menunjukkan citra bahagianya selama satu hari ini tanpa memikirkan hal-hal lain.

Rasanya dia sudah kenyang dengan semua omongan kosong publik. Seenggaknya cukup satu hari ini saja dia mau bersikap tak acuh pada omongan konyol publik tentang dirinya.

• s h a m e l e s s •

“Iya, Tan. Mereka sengaja gak ikut soalnya udah punya jadwal sendiri buat foto studio bareng besok.”

“Pas Johnny selesai wisuda?”

“Iya,” jawabnya.

“Terus Hwasa kapan lulusnya?”

“Masih tahun depan. Dia masih ngurus proposal gitu. Baru mulai sidang awal bulan ini setelah ada acara wisuda,” jawabnya lagi mengenai pertanyaan tantenya saat menanyakan kenapa dua temannya itu tidak ikut sekalian buat foto studio bareng.

Rencana hari ini pulang dari acara wisuda, Jisoo mau mengajak keluarganya ini foto studio sebelum mereka pulang sore nanti.

“Mapnya udah benar kan, Jis?” tanya Om Jiyong, suaminya Tante Dara.

“Udah bener kok, Om.”

“Berarti ini di sebrang kanan jalan itu, ya?”

“Iya. Nanti ada tulisan nama studionya gede. Terus deket butik baju gitu.” Telunjuknya tiba-tiba terangkat ke depan. Menunjuk satu tempat yang barusan dia maksud. “Nah, itu Om tempatnya.”

Jiyong menatap lurus-lurus ke bangunan yang ditunjuk keponakan, mengangguk-angguk, lalu memutar kemudi mengambil jalur menyebrang ke arah kanan jalan. Tiba juga mereka ke tempat tujuan setelah muter-muter jalan sebelum mengandalkan Google Maps. Untung kali ini mereka enggak nyasar lagi karena minimnya pengetahuan jalan sekitar kota ini.

Dibandingkan tempat studio dekat kampusnya yang rata-rata sudah full booking selama musim wisuda ini, tempat studio pilihannya lumayan enggak seramai tempat studio dekat kampus. Kemarin Jisoo sempat hopeless cari studio foto yang bisa di-booking bertepatan sama hari wisudanya. Semua studio rekomendasi teman kuliah sudah full, bisanya cuma di hari setelah wisuda. Jisoo cuma mau booking ditanggal sama hari dia wisuda terus menolak tawaran orang-orang buat booking hari berbeda, sampai kemudian dia menemukan studio ini.

Lumayan sepi karena lokasinya lumayan agak jauh dari kampus. Harganya juga sedikit lebih mahal dibanding studio lain. Tapi berdasarkan kenalannya itu meskipun harganya sedikit lebih mahal, hasil jepretan studio ini jauh lebih bagus. Yah, ada harga ada kualitas. Terus bangunannya juga cozy, Instagram-able gitu, dan di samping bangunannya ada kafe dengan konsep family.

Sambil menunggu giliran mereka foto hampir mau dua jam nanti, Jisoo mengajak rombongan keluarganya buat istirahat sementara ke kafe tersebut. Awalnya dia menawarkan supaya mereka balik sementara ke hotel, tapi tante dan omnya bilang kalau lebih baik langsung ke sana biar sekalian keluar, jadi mereka enggak perlu bolak-balik pergi.

Begitulah akhirnya mereka tiba di sini.

“Om Ji, boleh pinjam kunci mobilnya? Mau ambil hape sama tas make up, nih.” Om Jiyong lantas menyerahkan benda itu ke keponakannya yang sudah dianggap kayak anak sendiri. “Makasih, Om.”

“Gak mau pesan dulu, Jis?”

“Tante sama Ibu duluan aja. Nanti aku nyusul.”

“Ya udah,” balas tantenya sementara dia berjalan keluar dari kafe.

Sejauh ini make up wisudanya masih aman-aman saja. Hwasa dengan tangan ajaibnya itu mengubah penampilan Jisoo demikian ciamik, sampai dia jadi pangling lihat diri sendiri di depan kaca. Jisoo merasa seperti orang berbeda. Dia ambil tas make up cuma buat jaga-jaga karena nanti mau makan, takutnya lipstik di bibir jadi memudar dan waktu di foto jadi terlihat jelek. Mau foto studio buat kenangan, Jisoo merasa harus tampil cantik.

Jisoo mengambil ponselnya setelah menemukan tas make up di mobil. Melihat-lihat runtutan notifikasi pemberitahuan yang begitu banyak. Mulai dari chat, mention Instagram, sampai telepon. Di antara semua notifikasi itu Jisoo memilih pemberitahuan dari Instagram, untuk sekadar melihat-lihat foto baru yang di-update orang-orang. Mulai dari postingan Johnny, Hwasa, teman-teman sejurusan, kkn, sampai berhenti pada postingan terakhir milik username tyonggg_.

“Kayaknya mereka pergi ke mall, deh.”

Dia teringat-ingat omongan gadis tadi. Membuatnya tak sadar telah menatap lama updatean terbaru Taeyong. Menilik foto dengan kepala setengah miring, dahi mengerut, dan perasaan yang mulai bertanya-tanya. Sama seperti sebelum-belumnya, postingan Taeyong tidak pernah jauh-jauh dari sosok perempuan. Kali ini foto terbarunya itu entah mengapa membuat Jisoo jadi berpikir-pikir. Sesuatu mengusik dirinya hingga timbul kemauan untuk mengirim pesan secara pribadi ke pemilik akun tyonggg_ ini.

Semakin lama dia berpikir, semakin lama dia tenggelam ke dalam pikirannya. Jisoo jadi melamun berdiri, memegang ponsel, dengan wajah mengerut.

Happy graduation, Sayang.” Lamunannya tak lama kemudian buyar berkat suara yang berbisik lembut ke telinga dan tangan yang perlahan melingkari pinggang rampingnya. Jisoo baru hendak menoleh spontan menerima kecupan di pipinya. “Kamu bengong, sih. Dipanggil-panggil gak nyahut. Mikirin apa?”

“Hah? Oh ... ini.” Dia menunjukkan foto yang tadi membuatnya berpikir sampai bengong. “Kamu kapan ngambilnya?”

“Itu foto lama. Dulu waktu kamu masih cuek. Yang nganter kamu ke toko buku terus mampir ke toko musik sebelahnya.”

“Hah?” Jisoo menilik foto lagi, masih bingung. Terlihat jelas dia lupa kalau mereka dulu pernah ke sana berdua. “Tapi gak kelihatan kalau itu aku, kan?”

Taeyong menggeleng. Masih dengan posisi berdiri di belakang Jisoo dan tangan melingkari pinggangnya. “Ngomong-ngomong, happy gradution, Sayang,” ucapnya lagi seiring kecupan bibir di pipinya.

Jisoo berbalik menghadapnya. Menyadari sesuatu ada yang berbeda dari laki-laki ini. “Kamu potong rambut, ya?” tanyanya sambil menyentuh potongan baru rambut Taeyong yang berbeda dari kemarin.

“Iya. Semalam habis nganterin kamu ke hotel langsung potong rambut. Cocok gak?”

“Cocok kok.”

“Tambah ganteng juga gak?”

Walau geli mendengarnya, tapi dia tetap mengiyakan. Mau seperti apa pun bentuk potongan rambutnya, kekasihnya ini akan tetap terlihat mempesona baginya. Jisoo menyentuh wajahnya, mengusap-usapnya, memandangi sosok laki-laki itu dengan tatapan teduh.

“Keluargamu udah masuk duluan?”

“Iya, ada di kafe. Dua jam itu kelamaan gak sih, buat nunggu?”

Taeyong bergumam, “Biar nanti aku bilang sama saudaraku.” Pemilik dari studio foto ini sebenarnya saudara sepupunya. Kalau bukan karena Taeyong juga, dia pasti enggak bakalan bisa nemuin studio ini. “Ya udah, yuk, kita masuk. Kasihan bikin Ibu sama Tantemu nunggu.”

Jisoo setuju lalu mereka jalan bareng dengan tangan Taeyong merangkul pundaknya. Seringnya dia memberi kecupan di kening Jisoo berulang-ulang. Menunjukkan rasa sayangnya setiap kali mereka bertemu di luar.

Hari ini Jisoo tak butuh bunga atau hadiah dari sang kekasih. Hanya dengan kehadirannya di sisinya sekarang saja sudah lebih dari cukup. Lagi pula, dia sudah terlalu sering dapat kejutan dari Taeyong. Semalam waktu mereka keluar menuju hotel menemui keluarganya, dia juga dapat surprise dari Taeyong buat kelulusannya. Bahkan dengan dia selalu ikut bergabung bersamanya untuk mengenal keluarganya saja, Jisoo sudah dibuat kenyang dengan semua kejutan itu.

Ada banyak cerita tentang mereka yang sengaja mereka rahasiakan dari publik.

Kubilang juga apa jodohnya si mas yanto! Gak percayaan sih 🥸 pdhl udah kukasih simbol ini ❤️‍🔥 biar samaan kyk updatean si mas yanto di igs 🥸🤌🏻💁🏻‍♀️

Gak usah ribut lagi. Say thank you buat Mas Johnny dan Jonghyun 🙆🏻‍♀️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top