21. KKN (2)
Proker kkn-nya berjalan lancar hari itu. Hanya ada sedikit kesulitan sewaktu pemasangan proyektor milik desa yang bermasalah, sehingga salah satu teman terpaksa balik lagi ke posko mengambil proyektor Xuanyi, yang sengaja dibawa buat jaga-jaga kalau di desa enggak ada LCD. Gara-gara ini jadwal prokernya terundur selama beberapa menit.
Untung Jisoo cepat bertindak, mengawali seminar proker dengan ice breaking. Selama kuliah dia biasa diajak ice breaking dosen di kelas sebelum kuliah dimulai sejak semester satu. Kini giliran dirinya mangajak para audiens melakukan ice breaking, beryel-yel, guna mencairkan suasana dan supaya Jisoo lebih gampang berinteraksi bersama mereka. Kebanyakan yang datang ibu-ibu rumah tanggga, termasuk ibu-ibu muda yang sebagian dari mereka usianya sama seperti mahasiswi kkn. Pertengahan seminar proker pun Jisoo tetap melakukan ice breaking bermain games baru kemudian istirahat, lalu teman-temannya yang ikut menemani bantu membagikan snack.
Acaranya benar-benar baru berakhir sekitar jam setengah dua siang karena selesai seminar masih ada ibu-ibu yang mengerumuninya. Membombardir Jisoo pertanyaan yang kurang lebih masih berhubungan sama tema prokernya. Begitu satu per satu ibu-ibu itu pulang, Jisoo baru merasa tugasnya selesai. Dia bernapas lega, tak lupa berterima kasih pada teman-teman seposko yang turut membantu prokernya.
“Guys! Jangan langsung balik ke posko, ya. Habis dari sini mampir dulu ke kecamatan ngambil titipan dari Pak Kades. Sama sekalian gue mau ngambil kamera yang dipinjam sama anak-anak Wendari buat proker kelompok besok,” seru Xuanyi.
“Gue absen,” ujar Rubin terkesan lelah karena setengah hari ini dipaksa ikut bantu. Sebagai hukuman absensinya kemarin dari jadwal bersih-bersih posko.
“Yang mau balik silahkan. Tapi kalian harus bawa semua barang-barang ini ke posko,” kata Xuanyi tak melarang siapa pun buat pulang ke posko dengan satu syarat. “Yang ikut ngacung.”
Hanya ada tiga orang mengangkat tangan. Salah satu orang itu adalah Hyuk. Karena Jisoo nebang sama Hyuk, maka Xuanyi bertanya padanya mau ikut atau enggak. Mengingat dia belum membuat pilihan sendiri, masih sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam tas ransel.
“Ikut aja,” kata Hyuk.
Jisoo ragu-ragu. Kepalanya baru mengangguk setelah Rubin bilang kalau dia enggak ikut terpaksa harus bonceng tiga sama salah satu di antara mereka yang menolak ikut ke kecamatan.
“Barang-barang lo sini biar dibawa mereka balik ke posko.” Hyuk mengambil alih tas ransel Jisoo. Menyerahkan kepada Namjoo yang menolak ikut. “Ini punya Jisoo, ya. Jangan lo rusakin apalagi gadain.”
“Serah lo dah, Hyuk.”
Hyuk tersenyum geli dan hanya tersenyum hangat ketika bertemu mata sama Jisoo. Semua yang melihat menyadari kalau laki-laki itu telah menaruh perhatian lebih pada gadis dari jurusan psikologi tersebut. Tak ada lagi anggota yang terkejut sama perbedaan sikap Hyuk sama anggota lain dan Jisoo. Perbedaannya itu ketara sekali. Sampai-sampai mereka membuat kesepakatan tak tertulis kalau yang boleh boncengin Jisoo ke mana-mana cuma Hyuk, anggota lain dilarang ikut campur.
“Ayok, berangkat. Keburu sore nanti jalannya gak kelihatan, bahaya,” ujar Xuanyi mengingatkan tujuan mereka selepas ini.
Tim posko dan tim kecematan kemudian berpisah setelah urusan selesai. Seperti biasa Jisoo boncengan sama Hyuk pakai motor matic. Dan seperti biasa pula kalau lagi di jalan, Hyuk sering mengajaknya mengobrol hal-hal random. Dari sekian banyak obrolan mereka di jalan, enggak ada satupun obrolan yang enggak menarik.
Hyuk, tipe laki-laki kaya topik obrolan, dan paling jago mencairkan suasana dengan sikap friendly-nya itu. Dia paham cara mendekati setiap jenis orang tanpa membuat orang itu merasa risih. Berupaya baik menyesuaikan dirinya dengan si lawan bicara. Tipe orang yang punya banyak teman. Di antara anak-anak kkn di Desa Gumalaya, cuma Hyuk dan Minwoo, mahasiswa yang paling disukai warga desa setiap kali mereka bersosialisasi sama warga setempat. Kalau mahasiswinya jelas ada Xuanyi sebagai ketua dia harus jago bersosialisasi, lalu diikuti Kassy yang langsung dapat julukan menantu idaman ibu-ibu Desa Gumalaya.
“Hyuk.”
Jisoo terlihat sedikit panik saat Hyuk memerhatikan serautnya lewat spion motor. “Kenapa, Jis?”
“Hape gue gak ada di tas,” ujarnya setengah berteriak kalau-kalau Hyuk tidak dapat mendengar jelas suaranya karena mereka lagi ada di jalan.
“Lo yakin?”
“Iya.” Dia melanjutkan, “Gak mungkin ketinggalan. Gue yakin banget naruh di tas. Kok sekarang gak ada.”
“Perasaan lo mungkin. Coba lo telpon Namjoo. Kali aja ternyata lo masukin di tas ransel bukan tas yang itu.”
“Telponnya pakai apa? Kan hape gue ketinggalan.”
Hyuk terkekeh geli. “Pakai hape gue, Neng.” Lalu geleng-geleng saat sekali lagi dia mengamati raut panik campur kaget Jisoo. “Hape gue ada di saku jaket. Lo ambil aja. Passwordnya 0000.”
Tanpa pikir panjang Jisoo mengambil ponsel Hyuk di dalam saku jaketnya paling depan setelah meminta izin. “Password lo kegampangan,” komentarnya begitu berhasil mengambil benda canggih tersebut.
“Biarin. Kalau susah-susah, gue yang repot.”
“Lo gampang lupaan, ya?”
“Enggak juga, sih. Emang malas aja bikin yang susah-susah,” jawabnya sekali lagi melihatnya di kaca spion motor. “Nemu kontaknya Namjoo gak?”
Jisoo mengangguk sambil fokus mendengarkan dering sambungan telepon. Selang beberapa detik panggilan itu terjawab. Raut yang tadi terlihat cemas perlahan tenang setelah tahu kalau ponselnya aman di dalam tas ranselnya.
“Aman kan, di tas ransel?” tanya Hyuk.
“Iya,” jawabnya lega. “Makasih, Hyuk.”
“Sama-sama.”
Namun, ketika Jisoo hendak mengembalikkan ponsel, Hyuk menahannya. Meminta agar Jisoo membawa sementara ponselnya. Lalu kembali melanjutkan obrolan di atas motor mereka, kali ini Hyuk menyinggung soal vokalis band terkenal yang foto mesranya viral di medsos. Jisoo sedikit mengikuti berita itu gara-gara teman seposko, terutama anak-anak cewek, sering gosipin masalah vokalis band satu ini setiap malam.
“Siapa tahu lo juga ngefans sama vokalisnya, saking terkenal ganteng banget. Terus ikutan patah hati nasional gara-gara fotonya viral mesra-mesraan sama cewek di bar. Hehe.”
“Disamping fakta vokalisnya terkenal karena ganteng. Lagu-lagunya bagus kok.” Jisoo lumayan mengikuti band nasional satu ini berkat Hwasa merecoki lagu-lagu mereka waktu semester dua. Mereka juga pernah ikutan war tiket konsernya di salah satu kampus tetangga, sampai bikin Johnny kelelahan mengurus Hwasa yang memohon-mohon supaya dia mau membantunya masuk backstage lewat jalur orang dalam biar bisa foto bareng sama anggota The Bastrad, terutama vokalisnya si Ryan. Kebetulan Johnny punya kenalan panitia acara di kampus itu.
“Oh? Ternyata lo suka juga?” Hyuk sedikit tak percaya. “Suka lagunya atau vokalisnya?”
“Lagu-lagunya,” balasnya cepat.
“Dua-duanya juga gak apa-apa, Jis. Si Ryan ganteng, wajar cewek-cewek pada klepek-klepek lihat dia.”
“Gue pernah ketemu orangnya.”
“Terus lo klepek-klepek gitu?” Spontan Hyuk tertawa saat Jisoo refleks menepuk pundaknya. “Lucu juga kalau lo beneran klepek-klepek lihat si Ryan.”
“Yang ada malu-maluin!” Jisoo memutar bola mata. Mendadak teringat Hwasa yang seketika heboh bertemu langsung member The Bastard, terutama saat Ryan sang vokalis menyapanya. Dia geleng-geleng kepala, merasa malu mengingat moment itu lagi.
“Kok diem? Lagi bernostalgia, ya?” lanjutnya, “wah ... berarti bener dong, lo klepek-klepek ketemu si Ryan.”
“Enggak, ya!” serunya refleks lagi memukul punggung Hyuk yang terguncang berkat tawanya.
Boro-boro klepek-klepek ketemu Ryan yang dapat julukan pacar nasional itu, ketemu Taeyong yang tak kalah ganteng dari vokalis The Bastard saja Jisoo butuh waktu lama buat menerima keberadaannya.
• s h a m e l e s s •
Setelah dari kecamatan terus ke posko Wendari, rombongan itu tak buru-buru pulang ke posko. Xuanyi mengajak rombongannya mampir ke salah satu kedai makanan mie level yang terkenal enak di kalangan mahasiswa kkn. Tak khayal tempat itu kini jadi tongkrongan yang sehari-harinya selalu rutin didatangin sama mahasiswa-mahasiswi yang pakai jas almamater. Sampai kedai mie level jadi lokasi jumpa kangen sama orang-orang yang dipisah gara-gara beda posko.
Kebetulan waktu sampai di kedai, mereka barengan sama rombongan dari Desa Sumberaya. Pas-pasan juga ada Hwasa di antara rombongan tersebut. Jisoo yang sudah turun dari motor segera menyapa sang teman dan mendekatinya.
“Kangen gue kan lo!” seru Hwasa selepas memeluk erat sang teman dekat. Kemudian mengenalkan dia sama teman-teman se-kkn-nya dan mengajaknya masuk.
Karena Hyuk dan Xuanyi berasal dari jurusan komunikasi, mereka tak perlu lagi berkenalan sama Hwasa. Mereka saling kenal walau beda kelas, tapi satu organisasi.
“Sa, gue boleh pinjam hape?” tanyanya setengah berbisik di tengah temu kangen antara posko gumalaya dan dan sumberaya. “Hape gue ketinggalan. Gue mau ngasih kabar ke Taeyong.”
“Halah, ngapain lo ngasih kabar ke cowok lo itu. Kayak bocah aja,” ujarnya sambil mengeluarkan ponsel dari saku jaket. “Gue kasih lihat sesuatu.”
Jisoo mengangkat satu alis seiring menilik Hwasa yang fokus menggulir layar ponselnya. Sebelum dia menunjukkan sesuatu padanya. Jarinya yang ramping menuding satu gambar dari postingan seseorang.
“Cowok lo lagi sama si Vivi. Nih, ya, gue zoomin,” katanya sambil membesar gambar hasil sceenshootan. “Ini si Vivi! Maba yang naksir cowok lo. Dia lagi bareng sama cowok lo, tuh. Mentang-mentang kalian LDR sebulan, dia enak-enakan main sama maba. Sama aja kayak temannya yang itu.”
Jisoo memiringkan kepala. Perhatiannya fokus mengawasi foto, terpikirkan sesuatu.
“Emang cowok lo gak ada akhlak, Jis. Gak ada bedanya sama temannya.”
Dia bergeming. Merenungkan perihal lain yang mampir di kepala. Tidak ada yang dibuat-buat. Foto barusan memang ada Taeyong bersama Vivi.
Jisoo menghela napas. “Gue masih boleh pinjam hape gak?”
“Mau ngabarin cowok lo?”
Kepalanya mengangguk.
“Udahlah. Sekali-kali bikin dia kapok. Balasan dari kelakuan bejatnya, main sama cewek lain sementara ceweknya lagi sibuk ngurus kkn.” Hwasa merangkul pundaknya seiring senyuman di bibirnya yang menyungging lebar. “Gak usah terlalu ngurus cowok lo. Have fun aja di sini, Jis. Jarang-jarang lo mau bergaul bareng orang banyak.”
Tapi Jisoo tetap diam tak menanggapi apa-apa ucapannya. Minatnya sudah teralihkan pada sesuatu. Tak ada lagi kesenangan yang bisa dia nikmati saat ini. Keinginannya sekarang hanyalah segera pulang ke posko, menemukan ponsel, lalu menghubungi Taeyong.
Jisoo mengigit bibirnya. Rasanya tak nyaman duduk di tengah gemuruh suka ria. Jantungnya sering berdebar-debar, menggila setiap kali tawa terdengar dari sekelilingnya. Mendadak dia dibutakan oleh kecemasan. Refleks Jisoo berdiri, keluar dari kerumunan mencoba menenangkan diri.
Menahan paksa segala jenis pemberontakannya yang ingin cepat-cepat balik ke posko. Jisoo berdiri di luar dengan gusar. Mengabaikan tatapan mata yang mencurigai tingkah laku anehnya berjalan mondar-mandir di luar kedai sambil menggumamkan kalimat sama.
“It’s okay, Jisoo. Lo pasti bisa!” Kalimat penyelamatnya. Apa pun kondisinya Jisoo selalu merapalkan kalimat tersebut. Supaya dia tidak semakin terbutakan kecemasan. Jisoo terus merapalkan sampai merasa keadaannya membaik. Dia tidak boleh ceroboh di situasi di mana dia tidak boleh memalu-malukan dirinya.
Dan seberapa besar kemauannya untuk pulang, dia harus bersabar.
• s h a m e l e s s •
Benar-benar di luar kendalinya. Setelah dari kedai, mereka urung segera pulang ke posko. Terus melanjutkan perjalanan mengikuti rombongan dari Desa Sumberaya menuju tempat wisata sekitar yang terkenal karena waduk buatannya. Di sana mereka hanya menikmati sepoi-sepoi angin sore hari, memandangi orang desa yang memancing, remaja yang berseda di jembatan, dan mengambil segala foto pemandangan yang ada.
Jisoo tak begitu menikmati walau pemandangan cukup memanjakan mata. Dia hanya duduk melamun, menikmati waktu sendirinya. Sampai dia tak sadar saat Hyuk duduk di sebelah dan memperhatikan sikap melamunnya itu.
Rombongan baru berpisah setelah pukul setengah enam sore. Tim Jisoo bergegas pulang ke Gumalaya, tim Hwasa pulang ke Sumberaya. Mereka sampai ke posko tepat saat adzan berkumandang. Jisoo yang sedikit tak sabaran buat turun jadi terjungkal ke tanah ketika ujung celananya nyangkut di pedal motor.
Melihat itu Hyuk buru-buru menolong, sementara yang lain justru mentertawakannya yang terjungkal.
“Haha. Gue gak apa-apa, Hyuk,” ujarnya mencoba tegar seraya mengabaikan gelak tawa dari temannya.
“Beneran? Gak ada yang lecet, kan?”
Dia hanya menggeleng meski telapak tangan dan pantatnya terasa nyeri semua.
“Jis. Jis. Ada-ada aja lo,” kelakar Xuanyi sambil geleng-geleng.
Jisoo cuma nyengir malu. Lalu buru-buru masuk ke dalam sambil menolak tawaran bantuan Hyuk berjalan. Mencari Namjoo guna menanyakan lokasi tas ransel yang dibawanya pulang.
“Di kamar,” jawabnya. “Hape lo geter mulu.”
Jisoo mengangguk sebelum berjalan masuk ke kamar khusus mahasiswi. Berhasil menemukan tas ranselnya, dia segera mengambil ponsel dan terbelalak melihat jumlah notifikasi yang membanjir. Kebanyakan isinya dari Taeyong.
Kelewatan cemas cepat-cepat dia menghubunginya balik. Alih-alih tersambung, kontak yang dihubungi justru tidak terhubung. Jisoo mengigit bibirnya. Memutar keras otak sambil mencoba lagi meneleponnya. Tetap tidak tersambung.
Dia coba chat hanya ada satu centang belaka. Jisoo tambah khawatir terlebih saat membaca chat terakhir dari Taeyong. Dia yang khawatir, panik, dan bingung terpaksa menghubungi salah satu kontak teman Taeyong. Menanyakan keberadaan sang kekasih sekarang. Sambil berharap cemas Taeyong tidak nekat pergi kemari, menyusulnya.
_______
Jonghyun
Cowok lo lagi agak rese
Saran gue lo jgn chat atau telepon dia dulu daripada makan hati
Jisoo
Dia nonaktifin hapenya, ya?
Jonghyun
Iya
Gue yg nyuruh, biar orangnya gak kedistract
Jisoo
Oh, gitu
Yaudah, thanks jonghyun
udah balas chat gue
Jonghyun
Sip!
Saran gue kalau besok Taeyong tiba-tiba rese ke lo abaiin aja chat sama teleponnya
Cowok lo lagi cemburu jd otaknya agak gak waras
Jisoo
Haha
Iya, Jong, thanks jg buat sarannya
Bakal gue inget baik-baik
________
Walau Jonghyun telah memberinya kabar Taeyong. Namun, entah mengapa Jisoo merasa kalau hari ini tidak hanya berakhir seperti ini.
Here we go 🫂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top