14. Hm, double date? (2)

“Kursi D dari 10 sampai 16.”

“Tujuh kursi ya, Kak?”

Taeyong mengiyakan sambil menunggu tiket diproses. Ujung-ujungnya dia sendiri juga yang beli tiket. Jisoo masih nemenin Hwasa di salon, rambutnya masih belum selesai. Chanyeol juga nitip karena nemenin Rhea dulu beli skincare, mumpung outletnya belum tutup.

Ada tujuh tiket bioskop di tangannya sekarang. Tiket sebanyak ini bukan double date lagi namanya, melainkan nonton bareng. Ada dua penganggu dan kini satu pasukan bertambah lagi. Setelah teman Rhea ikut join, kali ini Johnny ikut. Berkat rayuan Jisoo di telpon tanpa sepengetahuan Hwasa, Johnny akhirnya mau menyusul ke mall.

Kalau Johnny bersama mereka, maka Jisoo tak perlu khawatir buat mengurus Hwasa yang masih dalam mode mood-moodan dan sekali senggol bacok. Emosi Hwasa belum teratur lagi semenjak insiden di kantin pojok. Gadis itu masih mendendam entah pada siapa pun, bukan hanya pada Yuta seorang atau sama Taeyong yang dianggap musuh. Wajah sinis dan juteknya mengartikan bagi orang awam agar tak mencoba-coba bercanda padanya.

“Kak Taeyong.”

Panggilan tak terduga hadir dari seseorang yang dia pikir ikut bersama rombongan Chanyeol. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan riang dan hati berdebar-debar. Menemukan lagi sang pujaan hati di tempat yang sudah dibisikan Rhea padanya. Rhea juga yang memaksa agar Vivi segera pergi menyusul Taeyong di bioskop. Beli skincare hanyalah alasan Rhea menjauh dari temannya yang lagi mau pedekate itu.

Taeyong heran melihat Vivi menyusul kemari sendirian. Dengan setengah hati dia membalas sapaan gadis tersebut. Tak ada pertanyaan darinya mengapa Vivi datang sendiri tanpa dua orang lainnya, toh percuma karena Taeyong sudah menebak skenarionya.

Vivi menyusulnya, berdiri di samping dengan ekspresi bahagia seperti seorang anak kecil bertemu mainan kesukaannya. Masih tetap mengabaikan sosoknya, Taeyong mulai menyebutkan jenis minuman dan makanan. Pura-pura tak tahu jenis harapan yang dimiliki gadis ini terhadapannya. Harapan konyol. Sebagai orang yang merasa cukup terkenal di kampus, semestinya Vivi sudah mendengar berita tentang dirinya.

Reputasi jeleknya yang melekat di kepala setiap mahasiswa serta hubungannya bersama Jisoo. Aneh saja kalau Vivi belum pernah mendengar gosip-gosip itu di kampus. Taeyong masa bodoh. Selagi gadis itu tidak berencana merusak hubungannya bersama Jisoo, Taeyong akan pura-pura tidak tahu apa-apa.

“Lo mau pesan apa?” Pertanyaannya mengagetkan Vivi yang barusan sedang melamunkan dirinya.

Bisa berdiri sedekat ini dengan mas crush saja rasanya Vivi lagi bermimpi. Mimpi yang membuatnya tak ingin bangun selamanya. Vivi sampai tak sanggup menahan senyuman konyol di bibirnya dan tak bisa berhenti mengaggumi sosok Taeyong dari jarak sedekat ini. Jantungnya berdegup tak karuan. Lama-lama Vivi bisa menggila sendiri jika terus bersikap demikian.

“L-lychee tea,” jawabnya gugup.

“Popcorn juga gak?”

“Bukannya Kak Taeyong udah nyebutin tadi?”

Mungkin dipikirnya dia pesan cemilan untuk kebutuhannya nonton. Faktanya semua pesanan itu cuma demi sang kekasih dan seorang teman yang seharian ini menculik kekasihnya. Taeyong bertanya karena rasanya aneh tidak menyertakan pesanan milik Vivi sekalian. Kesannya seolah dia orang pelit. Situasinya dia lagi malas mendebatkan apa pun, maka Taeyong asal menambahkan satu jenis popcorn dan satu minuman lychee tea.

Vivi kian besar kepala. Menolak mencari tahu kebenaran lebih dulu sebelum patah hati. Dia mengeluarkan dompet dari dalam slip bag-nya. Mengeluarkan dua lembar uang puluhan ratusan. “Ini, Kak, buat bayar tiket sama—”

“Udah gak perlu,” Taeyong segera menolak uangnya, “simpan aja uangnya di dompet.”

“Masa Kak Taeyong ba—”

“Terima aja gak usah ragu,” ujarnya berpaling lagi berbicara sama kasir cafe xxi. Membayar semua total tagihan, kemudian menunggu pesanannya jadi.

“Makasih, Kak,” gumam Vivi malu-malu sekaligus senang. Senang bisa berduaan bersama mas crush dan senang karena dapat traktiran lagi setelah kemarin cheese cake-nya.

Buru-buru dia mengambil popcorn bucket dan  satu lychea tea miliknya sendiri. Sedang sisanya dibawa Taeyong sendiri. Maunya dituker supaya popcorn bucket Taeyong bawa sendiri dan popcorn caramel sedang dibawa Vivi karena dia belikan buat dirinya. Tapi gadis ini berkata tak masalah membawanya, Taeyong jadi bingung.

Setelah mencari-cari tempat duduk kosong, Vivi akhirnya menemukan satu tempat duduk. Mengajak Taeyong pergi ke sana sambil menunggu teman lainnya. Tak ada obrolan istimewa sejak mereka duduk bersama. Seringnya mereka saling diam, sibuk urusan masing-masing. Taeyong sibuk mengurus rasa sakit kepalanya; Vivi memutar keras isi kepala guna mencari topik obrolan.

Sesekali Vivi bertanya; Taeyong menjawab. Pertanyaan umum dan jawaban seadanya. Selama proses diamnya kedua manusia ini, Vivi terus mencoba menengok ke arah Taeyong. Mencari kesempatan mengaggumi keindahan miliknya yang terus membuat dirinya jadi menggila tak patuh. Diam-diam Vivi ingin memotret sosoknya dari samping. Namun, dia terlalu takut melakukan hal tersebut. Takut jika Taeyong menyadari perbuatannya sebagai seseorang yang menyukainya.

“Vi, tolong jagain, ya. Gue mau keluar sebentar.” Sambil dia menyerahkan tiga lainnya. “Jaga-jaga kalau gue telat balik.”

“Hah? Ah, iya, iya, Kak.” Vivi terangguk terpesona. Matanya terus mengikuti punggung kepergian Taeyong yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Taeyong keluar setelah Jisoo chat mau ketemu. Harusnya Jisoo yang pergi ke tempat Taeyong, tapi dia melarangnya dan menyuruhnya agar menunggu di lantai dua dekat eskalator.

“Padahal, aku bisa nyusul ke atas, lho!” omel Jisoo merasa cemas karena memaksa Taeyong turun lagi ke lantai dua di saat dia masih sakit kepala.

Taeyong mengusapnya kepalanya. Menyuruhnya agar tak perlu mencemaskan dirinya. Dia sendiri yang kepengen turun menemuinya, bukan karena dipaksa oleh siapa pun. “Si Johnny belum datang, ya?”

Jisoo menggeleng, ekspresinya sedikit kecewa. Niatnya kalau Johnny tiba lebih cepat Jisoo mau menemani Taeyong, sementara Hwasa bisa ditemani sama Johnny.

“Kayaknya aku nonton agak telat. Makanya mau minta tiketnya kalau-kalau jadi telat beneran. Hwasa masih belum selesai.”

“Ya udah, kalau gitu aku ikutan telat juga.”

Jisoo menggeleng. “Bukannya kamu sama teman kamu?”

“Tetap aku maunya sama kamu, bukan sama orang lain.”

“Iya, tahu. Tapi kamu bisa nonton duluan sama teman kamu itu. Aku nanti nyusul kalau Hwasa selesai.” Sebenarnya dia lebih suka opsi tidak terlambat masuk ke dalam studio. Cuma rambut Hwasa masih belum benar-benar rampung. “Sini tiketnya biar aku bawa.”

Taeyong bergeming.

“Bukannya kamu mau tidur selama dua jam di dalam? Kalau ikut-ikutan telat nanti kesempatanmu buat tidur hilang!” Jisoo terkekeh sambil menarik tangan Taeyong yang menyimpan tiket nontonnya. “Pokoknya begitu kamu bangun, aku udah ada di sebelahmu. Gak usah kecewa. Masih banyak waktu buat berdua. Oke?”

Taeyong mendesah, lalu mengangguk. Tujuannya kemari hanya demi menjemput sang kekasih pulang. Tapi malah terus berakhir dipisahkan oleh orang-orang di sekitarnya ini. Taeyong kecewa. Kekecewaan memperburuk sakit kepalanya. Semakin bertambah buruk lagi ketika Vivi menyabotase tempat yang harusnya jadi milik Jisoo.

Taeyong menegur, menyuruhnya agar pindah. Gadis ini justru tak mendengarkan. Dia sengaja memilih ujung dekat jalan keluar agar begitu Jisoo datang, dia bisa melihatnya langsung. Belum lagi ketika dia dibuat kesal sama Rhea yang asal membuat video story tanpa izin.

“Brengsek!” Dia mengumpat lalu pindah tempat duduk, menjauh dari kelompok yang menganggu kenyamannya. Taeyong mengabaikan panggilan maupun suara Chanyeol menegur Rhea agar segera menghapus segala jenis video maupun foto yang ada Taeyong di dalamnya.

Rhea balas protes, menggerutu dan marah. Namun, tetap menghapus semua. Taeyong mendengar segalanya. Dia hanya sedang pura-pura tak terdengar sambil pura-pura tidur hingga ketiduran beneran selama dua jam di dalam studio bioskop.

Jisoo berbohong ketika bilang dia ada di sebelahnya begitu dia bangun berkat teguran Chanyeol. Tidak ada siapa-siapa di sebelahnya. Dua kursi itu kosong tanpa penghuni. Selama dua jam berarti Taeyong duduk sendirian tanpa kekasihnya muncul di sebelah. Rasa kecewanya semakin tak karuan.

Namun, ketika keluar dari studio dia justru menemukan Johnny tanpa kedua gadis temannya. Karena kesal Taeyong menyerahkan dua minuman dan popcorn ke Johnny. Lalu duduk di tempat tunggu dengan mata terpejam lagi. Menahan dorongan mengumpati orang yang tak bersalah apa-apa. Dia memang kecewa, tapi pasti ada alasan mengapa Jisoo tidak ada di sebelahnya.

Taeyong enggan menjadi sosok berapi-api lagi di hadapan Jisoo. Jika dia seperti dirinya di masa lalu, dia takut Jisoo perlahan akan menjauh darinya lagi. Apa pun masalahnya hubungan mereka tidak boleh retak. Begitulah perdebatan Taeyong di hari paling menyebalkan baginya.

Sementara Johnny dan Chanyeol saling bertukar sapa sambil menunggu para gadis yang lagi pergi ke toilet. Dan di sana ada Taeyong yang lagi mengontrol dirinya sendiri.

Di dalam toilet itu, Hwasa sibuk berkaca mengamati dirinya sambil menyentuh rambut barunya yang terkesan cantik.

“Cocok gak, Jis?”

“Cocok kok,” jawabnya sambil mengeringkan kedua tangannya yang basah.

Hwasa mengerutkan dahinya. “Hmm, harusnya tadi gue potong pendek aja sekalian. Potong bob misalnya, kayaknya lebih elegan.”

“Yakin bob?” Jisoo meragukan pilihannya. Mengingat dia selalu dengan rambut panjang. Belum pernah Hwasa potong rambut pendek. “Ayo, Sa, keluar!” ujar Jisoo berjalan duluan keluar dari toilet.

“Sebentar,” balas Hwasa masih tetap berdiri di depan kaca toilet. Tak ada bosan-bosannya dia melihat pantulan dirinya sendiri yang baginya lebih terlihat cantik semenjak putus. Sejak hari itu, Hwasa bersumpah akan membuat sang mantan menyesal.

“Gak usah cemas. Kak Taeyong marah karena lagi sakit kepala aja,” ucap Rhea kepada Vivi yang terlihat cemas sejak di dalam studio bioskop. Saking cemasnya dia sampai enggak fokus nonton film. “Lo tetap berusaha aja. Jangan nyerah hanya gara-gara begituan doang.”

“Gue takut, Rhe.”

“Apa sih, yang lo takutin? Udah, lanjut aja mumpung lo ada kesempatan!” ujarnya lagi. “Habis ini gue bakal minta Kak Chanyeol buat main lagi biar lo semakin dekat sama Kak Taeyong.”

Vivi sekadar mengangguk. Mengikuti entah apa rencana temannya itu nanti.

Lalu di sana ada Hwasa yang mendengar tiba-tiba menyeringai. Sebuah ide terlintas di kepalanya. Sesuatu yang mungkin bisa menghibur dirinya sekarang. Hwasa buru-buru keluar mencari Jisoo. Menemukan sang teman yang tengah mengkhawatirkan kekasihnya, dia bergegas menyeretnya menjauh.

“Apa lo?!” serunya bernada galak pada Taeyong yang melotot sebal saat Hwasa muncul dan merebut Jisoo lagi. “Gue ada something important sama cewek gue. Lo gak usah ikut-ikutan. Malah lebih baik jauh-jauh dari kita soalnya gue masih benci banget lihat muka lo.”

“An—” Lidahnya berhenti saat tatapan memohon Jisoo agar Taeyong tidak memaksakan diri marah. Semakin dia berapi-api, sakit kepalanya semakin berkobar.

“John, ayo, John pulang. Eh, jangan, deh. Kita mampir dulu makan di kafenya itu ... siapa tuh, yang kenalan si Taehyung, yang steaknya enak. Ya, pokoknya di situlah.” Kemudian dia menyeret Johnny agar berhenti melamun dan segera mengikutinya sebelum dua gadis tadi muncul. “Lo kalau mau nyusul Jisoo ikutin kita. Tapi lo nebeng aja sama teman lo. Hahaha. Bye!”

“Brengsek ... Hwasaaa ...!” umpatnya tak habis pikir Hwasa akan sekali lagi mempermainkan dirinya.

“Gak usah marah. Lagian lo juga bakalan ke sana. Jimin sama Bobby lagi di situ,” ujar Chanyeol menenangkannya.

• s h a m e l e s s •

Sederhananya Hwasa pengen memberi gadis entah siapa namanya itu kesempatan berdekatan sama Taeyong, sebelum dia jatuh dari ekspektasinya sendiri. Hwasa sengaja melakukan ini semata-mata demi hiburannya belaka. Disamping, dia juga ingin membalaskan dendam pada Taeyong yang mengetahui kebenaran di balik perubahan sikap Yuta pada hubungannya dulu. Hwasa ingin membuat Taeyong jengkel sejengkel-jengkelnya, salah satunya dengan menyabotase Jisoo seharian penuh.

Sama seperti kesengajaannya tidak duduk di kursi yang sesuai dengan nomer tiket nonton. Mereka bertiga telat hampir setengah jam. Begitu masuk di dalam studio, Hwasa memaksa kedua temannya agar duduk di bangku depan yang kosong. Toh, duduk di situ pun tidak akan dicurigai petugas. Lagian dia malas mencari bangku di dalam gelap gulita. Malas juga bikin penonton lain terganggu sama suara langkah kakinya.

Lalu kini mereka telah berada di kafe tujuan berikutnya. Hwasa percaya kalau Taeyong bersama timnya akan segera menyusul. Pemilik Kafe Don’t Ask merupakan teman Taehyung. Hwasa sering datang kemari bersama Yuta waktu masih pacaran dulu. Teman ini juga sering jadi tongkrongan Yuta bersama teman-temannya, termasuk si Johnny ini.

Beruntung saja tak ada Yuta waktu mereka datang. Melainkan hanya beberapa orang yang mereka kenal. Saat melihat kehadiran mereka bertiga di kafe, dua orang dari kelompok itu berteriak riang memanggil mereka agar ikut join di mejanya.

“Jisoo, oh, Jisoo. Makin hari makin dipandang, semakin kau terlihat cantik menawan!” gurau Jimin tertawa sambil menepuk-nepuk pahanya tak jelas. “Tumben pawangnya gak ikut. Lagi berantem, ya?”

“Enggak kok. Taeyong emang semobil aja sama kita.”

Barulah kemudian Jimin ingat kalau mobil yang dia bawa kemari merupakan hasil sewaan. Jimin meringis malu seketika pada dirinya sendiri.

“Gak seru lo, John. Jarang banget nongkrong lagi bareng kita-kita,” seru Bobby mengomeli Johnny yang belakangan jarang ikut main.

“Gue sibuk,” jawab Johnny seadanya.

Bobby mencibir lalu berpaling ke Hwasa dan langsung menyunggingkan senyumannya. “Gimana rasanya jadi jomblo?”

“Itu pertanyaan?” tanya Hwasa pura-pura bodoh.

“Bukan. Ini ujian.”

“Ck, ck. Nilai gue bisa anjlok, nih. Soalnya masih anget ngejomblonya jadi pengalamannya masih di bawah rata-rata. Bagi para suhu, mohon ajarannya supaya saya dapat nilai di atas rata-rata. Minimal 75 bisalah.”

Bobby mengumpat bukan karena kesal, melainkan karena terhibur oleh guyonan Hwasa. Kelompok di meja itu semakin terhibur berkat kemunculan tiga orang yang bersahabat ini. Makin terhibur lagi mereka ketika Taeyong muncul bersama tiga orang tambahan lagi.

Yang tadinya mau meluapkan emosinya ke Hwasa, justru beralih ketika dia menemukan sosok Jimin dan Bobby di antara mereka. “Berengsek! Kalian kalau pergi lama, minimal kasih kabar. Bukan nyuruh gue nunggu kayak orang bego!” Taeyong bergegas mendekat hanya ingin meminta kembali kunci mobilnya. Alih-alih mendekati Jisoo yang berada dalam dekapan Hwasa.

Hwasa menyeringai licik. Hampir bikin Taeyong berapi-api lagi. Tapi dia masih menahan emosinya. Setelah mendapatkan kunci mobilnya, Taeyong berpaling pergi hendak keluar dari kafe.

“Perasaan lo baru dateng, tapi mau cabut lagi,” tegur Taehyung yang sejak tadi berada di belakang bar kafe.

“Gak cabut. Cuma mau tidur di mobil. Kepala gue pusing,” jawabnya setengah terburu-buru.

Jisoo ingin mengikutinya, tapi Hwasa segera menahan pundaknya. “Tunggu lima menitan dulu sebelum nyusul cowok lo,” katanya sambil terus mengamati sosok gadis itu. “Ayo, berdiri ikutin orangnya jangan cuma duduk ngelihat doang. Ayo, berdiri. Nah, bagus, gitu baru bener ikutin orangnya pergi.”

Jisoo mengangkat satu alisnya. Kebingungan sama Hwasa yang tiba-tiba berbicara pelan sendirian. Tambah bingung lagi ketika temannya ini tertawa terbahak-bahak, seolah dia sedang memenangkan sebuah lotre.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top