13. Hm, double date?

“Bang, lo mau keluar?”

“Iya.”

“Gue nebeng sampai mall, dong.”

“Lah? Gue juga mau ke sana.” Balasan Chanyeol cukup meredakan emosi Taeyong. Sepuluh menit lalu dia ngomel-ngomel karena Jimin dan Bobby mengingkari janjinya.

Gara-gara mereka berdua pinjam mobil, tapi melewati batas waktu perjanjian. Bilangnya cuma pinjam sebentar mau keluar buat COD-an sama pembeli sepatu Nike Bobby, tahunya sampai sekarang enggak ada kabar. Di chat sama telpon dua-duanya enggak respon. Padahal, Taeyong bilang kalau jam empat sore dia mau pergi menyusul Jisoo yang seharian ini lagi ngedate bareng Hwasa di mall.

Gara-gara mereka Taeyong telat dan terjebak di kontrakan. Niatan mau pesan mobol kemudian urung. Pas-pasan dia lihat Chanyeol keluar dari kamarnya, tampak rapi, dan bersiap-siap cabut. Taeyong memutuskan untuk nebeng. Tak disangka tujuan mereka akan sama.

“Tumben, Bang, lo mau ngedate ke mall.”

“Sama. Lo tumben mau,” ujar Chanyeol melempar balik kata-katanya.

Demi pacar dia enggak akan tumben-tumbenan lagi. Dia jarang ngedate ke tempat yang terkenal jarang terlihat sepi itu. Taeyong kadang suka ogah-ogahan ke mall, kecuali ada satu atau dua hal yang mengharuskannya menginjakkan kaki ke pusat perbelanjaan tersebut. Misal beli barang atau nonton.

“Lo kayaknya serius sama si Rhea, ya, Bang. Tumben juga nggak punya gebetan baru lagi.”

Chanyeol terkekeh tanpa berpaling ke arahnya. Pandangannya tetap fokus pada jalan raya di depan. “Sama. Lo tumben enggak brengsek.” Sekali lagi, dia melempar balik kata-katanya. Mengingat mereka dua dengan reputasi sama-sama jelek. “Kenapa? Gak doyan cewek lagi?”

“Doyan mah, doyan aja. Tapi kali ini gue serius.”

“Serius suka?”

“Bukan lagi suka. Yang ada cinta mulu sama cewek gue.”

“Hahaha.” Chanyeol terbahak-bahak, lucu rasanya mendengar kata-kata bucin keluar dari mulut buaya se-Fakultas Ekonomi. Orang yang dulu paling doyan bikin cewek patah hati. “Berarti lo mau seriusin orangnya juga?”

“Iya.”

Apa harus dia mentertawakan nada keseriusannya barusan itu? Begini pun Chanyeol tahu kapan harus bercanda dan serius. Sekadar mengangguk rasanya cukup menimpalinya.

“Misal kalian gak jodoh. Gimana?” tanyanya sekadar ingin melihat seberasa serius Taeyong menjawab.

Taeyong berpikir tak lama. “Kalau jodoh berarti rejeki gue. Kalau enggak jodoh, gue jodohin sendirilah. Sekalipun harus pakai jalur haram.”

“Hahaha. Orang gila!” Tawanya menggelagar tak karuan. Tak habis pikir Taeyong punya pemikiran demikian. Mau barusan bercanda atau serius, kalimatnya cukup membuat Chanyeol takjub. Menurutnya sedikit lumayan keren walau diakhiri pernyataan yang cenderung konyol. “Terus, kenapa lo biarin cewek lo ke mall sendirian?”

“Bukan biarin, Bang. Gue juga mau nemenin, tapi temannya gak ngizinin,” katanya dengan wajah cemberut. “Temannya mantannya si Yuta. Orangnya marah ke gue karena gak ngasih tahu soal Yuta. Makanya dia nyulik cewek gue seharian ini. Rese, sih. Padahal, rencananya mau anteng di kos-kosan bareng cewek gue.”

“Anteng?” Chanyeol menyindir. “Maksudnya anteng di kamar, tapi gak di kasur, kan?”

Taeyong tersentak diam, enggan membenarkan atau membela diri. “Serius anteng. Seharian ini kepala gue pusing. Pengen rebahan aja di kasur.” Mungkin cukup dengan begini. Tak peduli Chanyeol percaya atau menganggapnya pembohong payah.

Sakit kepalanya itu sungguhan. Kemarin sore hujan deras dan Taeyong nekat hujan-hujanan di halaman belakang kos-kosan. Agak kekanak-kanakan alasan dia main hujan-hujanan kemarin sore. Taeyong suka bernostalgia tiap kali turun hujan. Bayangan dirinya waktu kecil main hujan bareng almarhum saudaranya, seringkali membuatnya tak bisa mengontrol kehendaknya. Sementara Jisoo terus menegurnya agar berhenti bermain-main, persis seperti ibunya di rumah.

“Lo ke mall mau nonton, Bang?”

“Iya. Si Rhea ngajakin nonton. Tapi sebelum itu mau makan dulu.” Lalu dia bertanya, “Kenapa? Lo mau ikut double date?”

“Kepala gue makin tambah pusing buat nonton.” Kemudian dia ingat Jisoo yang juga pengen nonton sehabis nemenin Hwasa potong rambut. “Cewek gue kayaknya juga pengen nonton, tapi gak tahu nonton apa. Ntar gue tanya orangnya pas ketemu.”

Double date, nih?”

“Yang bener gue jadi obat nyamuk,” ujarnya kembali dengan wajah cemberutnya tatkala terbayangkan wajah sengit penuh permusuhan Hwasa terhadapnya. Bisa dibayangkan nanti begitu ketemu Hwasa pasti langsung menyabotase Jisoo darinya.

Chanyeol terkekeh, merasa iba. “Gue bilang dulu sama Rhea. Biar anaknya gak kaget lihat lo ikutan nonton.”

“Ciaaah! Tumben banget segala kasih kabar ke gebetan.”

Chanyeol mengacuhkan dirinya. Hubungannya sama Rhea belum jelas mau dibawa ke mana. Chanyeol belum ada pikiran nembak Rhea atau pun mengakhiri masa-masa pedekate ini dan mencari cewek baru lagi. Belum ada cewek baru yang sesuai tipenya. Sementara masih ada di Rhea semua dan dia belum bosan sama maba dari Fakultas Olahraga itu.

Berhubung rumah Rhea lumayan jauh dari kota. Chanyeol ambil jalan muter melewati ibukota demi menghindari kemancetan lalu lampu lintas. Melewati jalur biasa dia lewat ketika mau menjemput sang gebetan.

Sementara Rhea yang di rumah dan masih bersiap-siap di dalam kamar, terbangun dari kursi sewaktu Chanyeol memberi kabar soal Taeyong dan double date di bioskop. Rhea yang salah tangkap pesan cepat-cepat menelpon sang teman, Vivi. Menyuruh gadis itu bersiap-siap dalam beberapa menit lagi, lalu datang ke rumahnya tanpa menjelaskan apa-apa.

Vivi sempat kebingungan. Tapi tetap mengiyakan permintaan Rhea dan tiba lebih cepat dari janji. Kebetulan Vivi sore itu sudah mandi, rapi, dan hanya tinggal ganti pakaian yang layak sama berdandan. Enggak kayak Rhea kalau dandan suka lama, Vivi termasuk orang paling ringkes.

Saat tiba di rumah Rhea, baru kemudian dia tahu alasan Rhea menyuruhnya berdandan rapi dan datang ke rumahnya. Ternyata mau diajak nonton bioskop. Luar biasanya ada Taeyong, si kakak tingkat yang beberapa hari lalu memberinya satu box cheese cake kesukaannya dan Rhea. Mereka mau double date! Begitulah yang Rhea sampaikan, membuat wajah Vivi merah merona dan jadi tak sabaran menanti kesampatan ini.

Awalnya Vivi menolak percaya. Begitu lihat dengan mata kepalanya sendiri kalau di dalam mobil itu ada Taeyong yang setengah tidur sambil pegang kening, Vivi tak bisa menahan degupan jantungnya. Dia meremas tangan Rhea saking bahagianya.

“Kak Taeyong tidur?” tanya Rhea setengah mengintip ke arah laki-laki yang duduk di samping pengemudi.

“Paling. Biarin aja. Kepalanya lagi pusing,” jawab Chanyeol tanpa menoleh. Sekarang dia perlu mencari jalan pintas lagi dengan bertanya ke Rhea yang lebih paham sama jalan di sekitar sini. Kali ini demi menghindari kemancetan jam orang kerja pulang.

Mereka kemudian tiba di mall setelah sempat terjebak mancet. Taeyong kebangun setelah ditegur Chanyeol. Begitu matanya terbuka lebar, dia setengah kaget dapat sapaan bersahabat dari Rhea dan Vivi. Agak kaget juga lihat Vivi ikut. Lalu bertukar pandang sama Chanyeol, bertukar telepati. Chanyeol sekadar mengangkat bahu tak tahu menahu.

Keempat orang itu berjalan bersamaan memasuki mall. Rhea tentu langsung mengandeng mesra Chanyeol seperti biasa. Sikapnya enggak ada jaim-jaimnya untuk ukuran pasangan gebetan. Seolah mereka sudah resmi pacaran dan Chanyeol pun terlihat santai, tak terusik oleh tingkahnya. Pasangan itu berjalan memimpin di depan. Di belakang mereka ada Vivi yang tampak malu-malu berjalan di samping Taeyong.

“Bang, gue ke sana dulu. Ntar gue kabar lagi,” ujarnya berpamitan begitu sampai di lantai dua. Mereka berpisah karena tujuan Taeyong datang ke mall cuma demi menghampiri sang pacar.

“Oh, ya!” jawab Chanyeol.

Tanpa banyak kata Taeyong bergegas pergi menuju tempat Jisoo bersama Hwasa seiring tatapan Vivi dan Rhea yang mengikuti punggung kepergiannya. Tak ada kesempatan bagi mereka bertanya. Rhea melepas gandengannya dan beralih mengandeng tangan Vivi.

“Kak Taeyong nanti nyusul kok. Dia ada perlu dulu sebelum nonton,” ucapnya menghibur suasana hati sang teman tanpa bertanya ke Chanyeol alasan Taeyong pergi.

Setelah berputar-putar di lantai dua di mall, akhornya dia berhasil menemukan lokasinya. Taeyong bergegas masuk dan mencari sosok perempuan yang seharian ini diculik oleh seseorang darinya. Tak butuh waktu lama baginya menemukan keberadaan sang kekasih. Taeyong melangkah cepat mendekat. Niatnya mau kasih kejutan. Sialnya, seruan Hwasa mengagalkan rencananya.

Sikap Hwasa masih sama, sinis dan bermusuhan. Taeyong berusaha tak peduli karena kedatangannya bukan demi menemui gadis yang memusuhinya itu, melainkan demi pacarnya. Pantatnya dengan cepat jatuh ke sofa tempat Jisoo duduk menunggu selama Hwasa sibuk potong rambut dan smoothing.

“Udah makan?” tanyanya seraya memperhatikan wajah lelah menunggu seseorang selama setengah hari. Taeyong merasa kasihan. Rasanya ingin mengajak kabur sang kekasih dari salon dan jelas, dari teman terkutuknya itu.

“Di chat udah bilang kan, aku udah makan. Kamu sendiri pasti yang belum makan.” Tebakannya tak salah lagi karena selama di kontrakan dia cuma tiduran si sofa, enggak ada nafsu buat makan apa-apa. “Masih pening kepalanya?”

Taeyong mengangguk sambil menjatuhkan kepalanya di pangkuan Jisoo. Untung salon mall sore itu sepi. Masa bodoh sama pegawai salon yang merhatiin. Taeyong cuma mau istirahat sedikit lagi, meredamkan sakit kepala bersama Jisoo memijat dengan telaten kepalanya.

“Dih. Cowok biadab gak tahu diri. Malu, woi, ini tempat umum!” cerca Hwasa berapi-api.

“Iri bilang, Sa,” balas Taeyong.

“Amit-amit, iri sama lo? Najis.” Hwasa mendelik kesal, membuat mas-mas tukang salon tersenyum geli. Sikap permusuhannya kelihatan sudah berada dibatas maksimal. Dia mengira kalau Taeyong kerjasama bareng Yuta, menyembunyikan perselingkuhannya sama maba. “Ngapain juga lo nyusul kemari? Gue udah bilang hari ini Jisoo sama gue. Keberadaan lo sama sekali gak dibutuhkan.”

“Lo yang gak butuh gue. Gue sih, tetap butuh pacar gue.”

“Halah, sekarang aja lo akuin pacar. Lihat aja besok. Sama aja kayak teman brengsek lo itu.”

Taeyong diam, enggan membalas permusuhan Hwasa lagi. Makin chaos kalau dia ikut-ikutan berapi-api. Alasan Hwasa memusuhinya cukup dimengerti. Meskipun bukan maksudnya juga merahasiakan itu darinya. Taeyong mendongak menatap Jisoo dari posisi kepala tertidur di atas pangkuannya.

“Jangan dengerin omongan Hwasa yang barusan.”

Jisoo menundukkan kepala. Tersenyum, lalu mengangguk mengerti.

Selalu ada waktu di mana Taeyong mencemaskan orang-orang di sekitar Jisoo. Termasuk teman-temannya itu. Taeyong sadar betapa jelek reputasinya sebagai seorang laki-laki dengan julukan buaya se-Fakultas Ekonomi. Berkat kepekaan inilah, dia sering mencemaskan ucapan jelek orang tentang dirinya dapat memengaruhi perasaan Jisoo terhadapnya. Dia belum sanggup ditinggalkan di saat perasaannya masih menggebu-gebu hanya kepada Jisoo seorang.

“Oh, iya. Jadi nonton?” tanyanya berupaya mengalihkan kekhawatiran itu. “Kalau jadi kita nonton bareng Bang Ceye sama ceweknya.”

Taeyong sudah memberitahunya di chat sebelumnya. Jisoo lalu menatap Hwasa. “Sa, jadi nonton?”

“Jadi. Tapi nunggu rambut gue selesai.”

“Mau nonton apa?” tanya Taeyong.

“Sa ...?” panggil Jisoo seolah bertugas sebagai pengantar pesan.

“Apa ajalah yang penting nonton. Lagi gak ada mood buat pilih tontonan.”

“Tuh,” lanjut Jisoo pada Taeyong diikuti cengiran lebar yang menghiasi serautnya.

Ah, betapa dia menyukai posisinya ini. Melihat keindahan itu dengan mata terbuka lebar-lebar. Bunga lantas bermekeran di kepalanya. Sayang, lokasi mereka tak mendukung Taeyong untuk bertindak lebih dari sekadar menganggumi.

tau-tau udah chapter 13 dan itu masih belum konflik kkn—omg 😮‍💨

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top