09. Maba (2)

Sebenarnya kecuali teman-teman dekat mereka, enggak ada yang tahu kalau Jisoo sama Taeyong ngekos bareng. Ini permintaan Jisoo supaya di luar itu enggak ada gosip buruk yang berkicau di lingkungan kampus tentang mereka. Sudah cukup berita tentang hubungan romansa mereka, enggak perlu ditambah lagi kehebohan lainnya.

Lagi pula situasi kampus sekarang mulai membaik. Perlahan orang mulai lupa pada mereka. Yang dulu setiap lihat mereka berdua jalan lalu sibuk menggosip, sekarang orang-orang itu mulai bersikap sewajarnya. Enggak ada lagi kicauan di belakangnya. Paling hanya segelintir orang yang masih tertampar fakta dan sibuk menggosip dengan kelompok kecilnya. Lebih dari itu segalanya kembali normal.

Teman-teman kelas Jisoo pun enggak peduli lagi. Mereka sekarang sibuk mengurus tugas kuliah di semester enam. Dari sibuk ngurus jadwal pratek konseling, makalah, kkn, dan terakhir yang paling penting tps ‘teknik penulisan skripsi’ atau jurusan lain menyebutnya proposal.

Dari lima judul yang dia ajukan pada dosen pembimbing proposalnya, hanya ada dua judul yang diterima. Bu Ahra lalu menyarankan agar dia fokus mengambil variabel kepercayaan diri pada remaja putri yang bermain futsal. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Jisoo hampir sempat menolak karena lebih menyukai judul satunya yang berhubungan sama celebrity worship syndrome. Tapi setelah Bu Ahra menjelaskan yang terbaik bagi proposalnya adalah kepercayaan diri dan mumpung jarang ada proposal maupun skripsi psikologi membawa-bawa olahraga, terutama futsal putri. Akhirnya Jisoo sepakat mengambil variabel tersebut, dan menyesal telah mengambil kelas kuantitatif daripada kualitatif.

“Coba kamu tanya dulu. Siapa tahu orangnya bisa bantu,” kata Taeyong mengingatkan lagi pada Jisoo yang hampir lupa buat nge-DM Rhea, gebetannya si Bang Ceye.

Berkat bantuan Taeyong dia bisa bertanya-tanya langsung pada salah satu anak fakultas olahraga. Sekadar bertanya teori futsal dan perbedaan futsal putra dan putri, sama sekalian tanya barangkali dia ada kenalan yang bermain futsal putri. Jisoo sengaja mencari mahasiswa baru olahraga supaya sesuai dengan kriteria remaja putri untuk proposalnya. Sedang untuk skripsi nanti dia akan lebih fokus pada sumber yang masih anak sekolah.

Dengan posisi duduk bersandar di dada Taeyong yang tepat di belakangnya ini, jari-jarinya sibuk mengetikkan sebuah pesan. Sementara laki-laki di belakangnya yang melingkarkan tangan ke pundaknya, condong lebih fokus pada layar tv yang sedang menayangkan motoGP.

“Besok kayaknya aku mau ke poskonya anak-anak futsal, deh. Yah, kali aja nemu satu atau dua orang mau jadi subyek proposalku.”

“Ukm futsal?”

Jisoo mengangguk. Taeyong lantas mencoba mengingat daftar pertemanannya di kampus. Barangkali salah satu kenalannya anggota ukm futsal. Sayangnya, rata-rata kenalannya anak basket.

“Orangnya bisa bantu!” serunya girang begitu dapat respon positif dari Rhea.

Taeyong menarik atensinya dari layar tv ke layar hape. Lalu balik lagi ke layar tv.

“Kalau besok dia nemuin bukunya, bilang aku, ya? Biar aku ambil bukunya di fakultasnya.”

“Biar aku aja yang ambil. Fakultasnya lumayan dekat sama fakultasku juga,” ujar Taeyong.

“Masa repotin kamu mulu,” gumamnya.

“Gak ada yang direpotin,” balasnya seraya mengeratkan rangkulannya. “Anak-anak belakangan suka jajan di kantin pojok dekat lapangan. Dekat juga sama fakultas olahraga. Kalau kamu ke situ kejauhan.”

Karena fakultasnya sama-sama ada di pojokkan. Kampusnya gede jadi jarak antar fakultas lumayan jauh-jauh. Kalau Jisoo mau ke fakultas olahraga minimal harus pakai sepeda atau motor. Jalan kaki? Kalau dia sanggup sih, enggak ada masalah.

“Makasih.” Jisoo tersenyum tulus. Merasa beruntung karena tanpa dia minta, Taeyong selalu berusaha membantunya. Mulai dari hal yang sepele sampai yang serius.

Senyum tulus di wajahnya seketika membuat dia lupa pada tv. Taeyong turut tersenyum. Tak lama kemudian dia menarik diri mendekat. Sambil mengeratkan rangkulannya, dia menghujani pipi Jisoo dengan ciuman.

• s h a m e l e s s •

Vivi sempat enggak percaya waktu Rhea cerita dapat DM tiba-tiba dari kakak tingkat mereka bernama Taeyong. Dia baru percaya begitu Rhea mengirimkan screenshoot percakapan mereka.

___________
Rhea
Orangnya asli, sumpah!
Gue cek profilenya asli kok
Nih, lihat
[send a picture]

Vivi
Dia ngefollow duluan berarti?

Rhea
Gak sih
Awalnya ngedm dulu gitu
Setelah itu baru gue difollow

Vivi
Enak bgt!
___________

Lalu esoknya di kampus mereka berdua terjebak dalam obrolan panjang tentang si kakak tingkat yang cukup bikin keduanya heboh. Pasalnya keduanya justru hanyut dalam permainan stalking Instagram si kating.

“Gue dengar-dengar dia buaya,” kata teman keduanya yang enggak lama bergabung.

“Cocoklah. Orangnya ganteng maksimal kok.”

“Yang foto ini kelihatan cakep banget!!!”

Yelin terhenyak sesaat. “Lo aneh,” katanya tiba-tiba buat Rhea. “Udah dapat Kak Chanyeol masih bilang cakep cowok lain.”

“Siapa suruh sama-sama cakep.”

Vivi sontak menyikutnya. “Jangan lo embat semualah. Minimal kenalin ke teman lo ini yang masih jomblo.”

“Haha. Iya, iya. Santai aja gak usah cemberut gitu,” kelakarnya.

Yelin hanya geleng-geleng kepala sebelum pamit pergi ke kelas, sementara kedua cewek itu masih sibuk ngefangirl dadakan.

“Kalau lo mau dicomblangin sama Kak Taeyong, berarti lo bantuin gue cari buku tentang futsal di perpus.” Rhea mengandeng Vivi dengan wajah sumringah. “Misal hari ini ketemu bukunya, nanti siang mau dia ambil.”

“Beneran?”

Rhea mengangguk cepat. Vivi menyeringai lebar terlihat sedang kasmaran.

“Senang kan, lo bisa ketemu Kak Taeyong.”

“Hehe. Gitulah.”

“Pasti seru, ya. Lo sama Kak Taeyong, gue sama Kak Chanyeol. Nanti bisa double date.”

“Iya, seru. Kalau jodoh.”

“Santai aja gue bantuin,” kata Rhea begitu santai. Seolah dia adalah ratu makcomblang bagi para jomblo.

Vivi yang sudah disokong kata-kata “dijodohkan” mulai berharap penuh pada si teman. Berharap segalanya berjalan sesuai harapannya.

Kemudian siangnya, mereka janjian ketemuan di kantin pojok dekat lapangan kampus. Rhea datang bersama Vivi yang sengaja dia ajak guna melancarkan maksud terselubungnya untuk menjodohkan si teman dengan kakak tingkat ini. Sementara Taeyong sudah tiba duluan beberapa menit dari mereka. Menunggu keduanya di salah satu meja di kantin pojok. Alsinya dia bareng Taehyung, yang katanya mau makan siang, tapi tiba-tiba pergi begitu dapat berita kelasnya enggak jadi kosong.

Akhirnya Taeyong nunggu sendiri sampai orang yang ditunggu muncul bareng temannya. Meskipun termasuk pertemuan kedua mereka, tapi baru ini Taeyong benar-benar memperhatikan si cewek yang dikenal sebagai gebetan baru Bang Ceye. Diam-diam Taeyong setuju pendapat Jimin dan lainnya kalau Rhea sangat tipe Bang Ceye. Pantesan Bang Ceye gerak cepat mendekatinya.

Untuk ukuran mahasiswi dari fakultas olahraga, Rhea cantik, sesuai kriteria Bang Ceye. Tinggi, montok, dan cantik. Temannya pun tak kalah cantik dari Rhea. Bedanya mungkin Rhea lebih ke si cantik bertubuh seksi, sedang temannya si cantik berwajah manis. Enggak heran kalau dua cewek ini bakal terkenal di fakultas olahraga yang rata-rata isinya cowok.

“Maksimal berapa hari pinjam bukunya?”

“Tiga hari sih, Kak.” Hanya Rhea yang terus menimpali omongannya. Vivi hanya menyimak, kecuali saat mereka berkenalan di awal berkat bantuan Rhea. Dia terlihat malu-malu.

“Lebih dari hari itu kena denda, ya?”

Rhea mengiyakan.

“Gue pinjamnya gak lama kok. Paling besok gue balikin.”

“Nanti pas balikin ke Vivi aja, Kak. Soalnya gue pinjam pakai ktm dia. Ktm gue ketinggalan di rumah.”

Taeyong hanya mengangguk.

“Besok Kak Taeyong bisa chat Vivi kalau mau balikin buku.”

“Gak ke lo?”

Bisa saja. Tapi kalau begitu rencananya enggak bakal ada perkembangan. Rhea nyengir pura-pura merasa bersalah. “Dua hari nanti gue kayaknya gak masuk kuliah. Hehe. Iya, kan, Vi?”

“Hah? Oh ... iya, dia mau bolos,” ujar Vivi sedikit panik.

Sekali lagi, Taeyong hanya mengangguk. Dia cenderung santai walau merasa diperhatikan orang-orang di sekitarnya. “Gampanglah bisa gue DM.”

“Maaf, Kak. Teman gue gak main Instagram. Bisanya via chat doang. Emang anaknya udik. Insgram aja gak punya.”

Beruntunglah Vivi karena akunnya private dan dia dari dulu bikin username enggak bawa-bawa namanya.

“WA, ya,” gumam Taeyong sempat berpikir lama. Sebelum mengangguk lagi dan mencatat nomer Vivi di ponselnya. “Besok gue kabarin lagi pas balikin buku. Kalau gitu gue cabut dulu. Thanks, Rhe, Vi!”

Tujuannya hanya mengambil buku. Taeyong enggak mau lama-lama. Dia pamit begitu urusannya selesai. Kini tersisa Rhea bersama Vivi yang langsung heboh tak karuan sepeninggalan Taeyong.

“Mulai besok lo yang bergerak begitu dichat Kak Taeyong.”

“Napa tadi gak minta nomernya aja sih, Rhe?” tanya Vivi penasaran.

“Halah. Besok juga orangnya ngechat lo.”

“Tapi lebih enak kalau tahu nomernya duluan.”

Rhea berdecak sambil geleng-geleng. Vivi hanya terkekeh sebelum merayakan kegirangan itu dengan mentraktir temannya minum, walau sebelumnya sudah dapat traktiran dari Taeyong.

Sebagai mantan buaya profesional, Taeyong jelas tahu cewek mana saja yang suka padanya dan tidak. Kepekaannya terhadap perasaan lawan jenis demikian besar. Dia peka, tapi cenderung tak peduli. Teman Rhea mungkin berpikir Taeyong akan menghubunginya besok saat mengembilkan buku.

Benar bahwa dia akan menghubunginya, tapi tidak secara langsung. Dia tidak mencatat nomer itu di kontak hape, melainkan di kolam chat pribadinya.

__________
Jisoo
Nomer siapa?

Taeyong
Yang minjamin buku
Simpan aja
Besok pas balikin buku, kamu tinggal chat orangnya

Jisoo
Oke

Taeyong
Otw ke sana
Tungguin

Jisoo
????
Kamu gak ngelas?

Taeyong
Kosong
__________

Dan dia berbohong ... selalu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top