05. Kok Pindah?
“Hah? Lo serius pengen pindah?” Saking enggak percaya sama kata-kata si teman, Hwasa sampai berdiri dari posisi duduknya. “Lo percaya sama omongan dia, John?”
Johnny hanya mengangkat bahu. Terlihat tak acuh, tapi sebenarnya dia juga sama kurang percaya seperti Hwasa.
Jisoo mau pindah kosan? Hah! Mereka pasti lagi mimpi. Masa cewek yang tidak pernah ada masalah tinggal di kos-kosan ini tiba-tiba pengen pindah. Seseorang yang paling sering tinggal di kosan. Yang sering bilang kalau kosan ini lebih nyaman dan enggak berisik dibanding kosan pertamanya.
“Jis. Lo gak mabok, kan?” Hwasa bergegas mendekat dan menyentuh kening Jisoo. Dahinya mengernyit merasa ganjil karena tangannya tidak merasakan demam tinggi. Lebih aneh lagi kalau dia percaya orang kayak Jisoo mabok. “Sumpah! Gue menolak percaya lo mau pindah kosan.”
Jisoo meringis tak tahu lagi bereaksi apa. Dia juga tak percaya pada pilihannya. Pindah kos-kosan.
Hwasa balik lagi duduk. Kali ini wajahnya terlihat serius. Seperti orang tua yang ingin menyidang anaknya saat berbuat pilihan di luar pilihan orang tuanya. Hwasa mendelik tajam pada Jisoo yang terdiam patuh di hadapannya.
“Orang kayak lu mau pindah aja udah aneh,” ujarnya acuh tak acuh.
Johnny hanya menyimak. Mulutnya akan berbicara pada waktunya. Sembari menganggukan kepala ketika dia merasa sependapat sama omongan Hwasa.
“Lo terbiasa pacaran sama buku, ya, bukan sama manusia. Nah, sekarang yakin nih, mau pindah kosan bareng cowok lo itu? Beneran yakin? Lo gak lagi dipaksa Taeyong, kan?”
Bukannya Hwasa tidak percaya sama temannya ini. Dia percaya—percaya banget malahan. Cuma karena dia terlalu peduli padanya, jadi mengkhawatirkan si teman kalau suatu ketika hubungannya itu ada masalah. Hwasa khawatir Jisoo kebingungan mengekspresikan emosinya. Biasanya kalau dia ada apa-apa, merekalah garda terdepannya.
“Ngapain juga harus keluar? Kenapa juga bukan si Taeyong yang pindah ke sini? Kalian pacaran di sini juga gak ada yang ganggu, termasuk gue. Apalagi si Johnny.”
Jisoo juga memikirkan masalah itu. Kenapa bukan Taeyong yang pindah lagi kemari. Kenapa mereka harus sama-sama keluar dari kos-kosan masing-masing. Dia sudah bertanya tentang itu, tapi Taeyong hanya mengaku kalau dia kurang enak sama teman-temannya.
“Gue percaya lo gak bakalan aneh-aneh. Tapi ... serius mau pindah?”
“Berapa kali lo mau nanya, Sa?” sela Johnny geregetan sama Hwasa yang terus menanyakan hal sama.
“Sebanyaknya kalau bisa. Gue tetap menolak percaya dia mau pindah!” Hwasa berseru seraya menunjuk ke arah Jisoo yang tersentak karena kaget. “Telpon si Taeyong. Suruh dia kemari. Gue mau sidang tuh, orang. Enak banget asal nyulik teman gue.”
Johnny geleng-geleng kepala. Lalu melihat Jisoo yang meringis canggung.
“Beneran, Jis, mau pindah?” tanya Johnny. Sekali lagi dia ingin memastikan keberanannya.
“Kayaknya iya.”
Jawaban inilah yang bikin mereka ragu. Kenapa harus ada tambahan kata “kayaknya”. Kenapa dia tidak langsung mengiyakan pertanyaan sederhana tersebut. Selain mereka, Jisoo pasti sama tak ragunya. Johnny mulai memahaminya sejak jawaban terakhirnya ini.
“Gak apa-apa. Itu pilihan lo. Tapi lo gak lupa soal kalau lo udah bayar sampai dua bulan ke depan. Kalau lo pindah sekarang, duit lo itu gak bisa balik. Udah telanjur masuk kantongnya yang punya kos-kosan.”
Jisoo enggak lupa juga soal ini. Sebenarnya dia merasa sayang kalau buru-buru pindah, sedang uang kos selama dua bulan ke depan sudah dia bayar. Kalau pindah uang itu enggak bisa balik ke kantongnya.
“NAH ITU!” seru Hwasa semangat lagi. “Lo harus ingat kalau lo udah bayar kosan ini buat dua bulan ke depan. Artinya lo gak boleh pindah. Harus stay di tempat ini.”
“Taeyong udah dp kos-kosannya.”
“Gue peduli? Ya, enggaklah. Gue cuma peduli lo tetap di sini,” ujarnya.
Johnny mendesah melihat Hwasa yang mendesak Jisoo agar tetap tinggal di sini bersama mereka.
“Nanti gue cariin pengganti. Biar duit dua bulan itu balik ke kantong Jisoo.”
“Gak seru lo, John. Harusnya lo dukung gue nahan Jisoo biar gak pindah!” gerutu Hwasa sebal atas putusan Johnny yang enggak selaras sama kemauannya.
“Apalagi yang mau ditahan? Kalau dia mau pindah, ya udah, biarin.”
Hwasa cemberut.
“Kenapa kalian malah jadi berantem, sih?” sambung Jisoo semakin tak nyaman sudah menyebabkan kedua temannya saling berebut pendapat siapa yang paling benar. “Gue cuma mau pindah kos-kosan, bukan ninggalin kalian ke Surga. Jadi, enggak usah ribut lagi. Oke?”
Kesannya dia pindah terlalu buru-buru di awal semester enam ini. Selama liburan mereka pisah. Sekarang mendadak Jisoo ingin memisahkan diri dengan tinggal di tempat baru bersama kekasihnya. Hwasa merasa ditinggalkan. Meski masih bisa bertemu lagi, entah di kampus atau di antara mereka saling main ke tempat masing-masing, Hwasa tetap merasa ditinggalkan. Kalau Jisoo pergi, lalu siapa yang bakal bantuin dia menyelesaikan tugas kuliah dan bangunin dia pagi-pagi.
“Jangan sungkan buat ke sini kalau ada masalah di tempat baru,” ujar Johnny.
“Iya. Pasti gue sering main ke sini kok.”
Pada akhirnya, Jisoo memilih buat pindah kos-kosan bareng Taeyong. Nyalinya agak gede. Nekat pindah di saat dia sendiri masih ragu.
“Ya udah, terserah lo,” ujar Hwasa mencoba tak peduli lagi pada pilihan Jisoo. “Tapi gue tetap mau ngobrol sama cowok lo. Telpon dia. Suruh ke sini. Cepet, gak pakai lama!”
“Ckck. Ada, ada, aja lo,” timpal Johnny yang langsung dapat delikan tajam Hwasa.
“Demi teman lo. Lo juga pasti pengen ngobrol sama si Taeyong.” Hwasa melipatkan kedua tangannya di dada. “Cara dia curang. Nyulik Jisoo dari kita mentang-mentang udah baikan.”
“Lo tinggal baikan sama Yuta, biar sekalian lo diculik dan gue tinggal sendirian.”
Jisoo refleks tertawa; Hwasa mendengus bete. Lantas melempar sandal rumahan ke Johnny yang kontan berdiri guna menghindar.
Masih terpantau aman (2) 💁🏻♀️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top