02. Lover (2)
Mulai dari Chapter 01 sampai selanjutnya itu flashback, ya. Chapter 00 sekadar prolog biar kalian nebak ending 💁🏻♀️
“Cieee ... yang udah kayak pasutri. Ke mana-mana nempel mulu kayak gulali.” Hwasa membual karena bosan melihat sepasang yang terus menempel. Atau tepatnya dia lagi iri melihat keduanya akur dan mesra-mesraan di depan matanya, sedangkan dia sendirian tanpa pasangan.
Tapi lucu juga lihatin Jisoo yang mukanya memerah bak tomat karena terus dapat ledekan darinya. Jarang-jarang pula dia lihat Jisoo pacaran sama manusia. Kalau dulu paling sering pacaran sama buku di kamar.
“Johnny kapan balik ke kosan, sih?”
“Besok,” timpal Jisoo.
Sebenarnya Hwasa tahu kapan Johnny balik ke kosan. Di group chat yang isinya cuma mereka bertiga, teman laki-lakinya itu bilang ke mereka kalau pulang besok. Hwasa hanya asal bertanya demi mencari topik obrolan di tengah-tengah gempuran pasangan love bird. Percuma pulang duluan ke kosan kalau berakhir jadi obat nyamuk.
Hwasa menggerutu, “Sepi banget nih, kosan. Kayak perasaan gue ngelihatin kalian berdua mesra-mesraan.”
Jisoo tersentak, sebelum protes karena merasa dia sama Taeyong lagi enggak mesra-mesraan. Mereka cuma duduk sebelahan saja. Lalu Taeyong juga agak sibuk sama ponselnya, semenjak dapat telepon dari Jimin yang protes gara-gara dia batal ikut nongkrong. Dia lebih pilih nemenin pacar di kosan daripada nongkrong sama teman.
Kalau kata Jimin dan kawan-kawan, Taeyong sekarang sombongnya minta ampun. Semenjak pacaran dia jadi sulit diajak nongkrong. Seolah kacang lupa kulit. Lupa kalau sebelum dekat sama ceweknya sekarang, dia udah dekat duluan sama temannya. Jelas kawan-kawan itu bukan mereka yang tinggal satu atap di rumah kontrakan.
Selesai berurusan sama pesan-pesannya. Taeyong lantas menoleh dan menyimak obrolan kedua gadis yang sedikitnya menyinggung dirinya. Meski tadi sibuk main ponsel, tapi indra pendengarnya masih bekerja untuk mendengarkan. Taeyong menopangkan dagu di bahu Jisoo. Mulutnya mencibir kecemburuan Hwasa yang merasa dirinya jadi obat nyamuk di antara mereka.
“Telpon Yuta kalau berani. Suruh dia ke sini,” ujar Taeyong menantangnya.
Hwasa seketika bermuka masam. Mendengar nama sang pacar membuatnya marah. Jika hubungan Taeyong dan Jisoo sekarang baik-baik saja, justru sebaliknya, hubungan Hwasa sama Yuta kurang baik.
Semenjak liburan semester ini komunikasi mereka agak kurang. Lebih banyak marah-marahnya dibanding kangen-kangenan. Hwasa seringkali dibuat malas sang pacar yang belakangan suka lama balas pesannya.
“Kenapa? Gak berani? Atau malas ketemu orangnya?”
“Sumpah. Tolong, nggak usah bawa-bawa orangnya. Gue malas banget denger namanya. Anjing!” sahutnya mengumpat di akhir.
Taeyong tertawa sambil berusaha melingkarkan tangan ke sekeliling pinggang Jisoo. Diam-diam berbisik kepadanya. Membuat si gadis tersentak mendengar kata-katanya hingga refleks menyikut perutnya.
“Mau gue chatin?” Taeyong mencoba menolong. Menolong keduanya baikan. Entah apa masalah mereka. Yuta cuma bilang hubungan mereka emang lagi kurang baik, enggan menjelaskan sumber masalahnya. Jisoo pula kurang tahu masalah dari hubungan mereka karena di group Hwasa cuma ngomel-ngomel tanpa kasih tahu apa-apa.
“Percuma. Nomernya udah gue blok!”
“Serius?” sahut Taeyong kaget.
Jisoo terngangga tak percaya Hwasa sudah sampai pada tahap memblokir kontak Yuta. Yang artinya hubungan mereka semakin memburuk.
“Kali ini putus?” tanya Jisoo hati-hati.
“Enggak tahu. Gak jelas juga.”
“Kalian yang punya hubungan, masa gitu responnya,” timpal Taeyong.
“Ya ... emang gak jelas hubungannya.”
Taeyong berdecak. “Gue kasih saran sebagai cowok. Kalau mau jelas hubungan kalian samperin orangnya. Ajak ketemuan, ajak bicara. Selesain semua. Putus, ya, putus. Enggak, ya, enggak. Bukan blok kontak lalu menghindar dari masalah. Kalau kayak gitu, sampai lebaran monyet juga gak bakalan kelar.”
Jisoo mengangguk setuju. Saran Taeyong kurang lebih hampir sama dengan Johnny di group. Hanya saja, Hwasa tetap enggan mendengarkan.
“Tahulah. Telanjur malas duluan.” Balasannya yang acuh tak acuh, membuat Taeyong berdecak sambil menggeleng. Dia lantas berbisik lagi pada Jisoo. Menyuruhnya agar tidak mengikuti Hwasa jikalau mereka ada masalah.
Hwasa kontan beranjak dari sofa. Tanpa kata-kata meninggalkan ruang tengah menuju kamar. Membiarkan kedua pasangan love bird berduaan. Lagi pula rasanya aneh jadi obat nyamuk. Seakan-akan eksistensinya merupakan perwujudan dari setan. Ditambah lagi, barusan Taeyong menyinggung nama Yuta yang bikin mood-nya anjlok.
Setelah ditinggal berduaan Taeyong segera mengeratkan kedua tangan memeluk pinggang ramping Jisoo. Dagunya tetap bertumpu di bahunya yang mungil.
“Menurutmu mereka bakalan putus gak?” tanya Jisoo bermuka masam. Sedikit kurang senang bila Hwasa putus dari Yuta. Karena menurutnya mereka berdua itu cocok. Tapi kalau memang keduanya sudah sama-sama jenuh, dia cuma bisa berdoa yang terbaik buat hubungan mereka.
“Gak tahu.” Dibanding Jisoo yang sedikit peduli, Taeyong sama sekali tak peduli hubungan orang lain. Baginya kurang pantas ikut campur masalah mereka. Apalagi orang itu adalah Yuta, temannya. Orang yang sangat jarang minta tolong.
“Gak usah ikut campur. Biarin mereka selesain sendiri,” tegurnya seolah tahu isi kepala Jisoo sekarang. “Hwasa udah pro soal percintaan. Dia tahu mana baik dan enggaknya. Gak kayak kamu yang masih newbie.”
Jisoo menoleh, lalu mendengus jengkel.
“Faktanya kamu emang masih newbie, Sayang.”
“Iya, ya, tahu. Yang udah pro mah beda level.” Bola matanya berputar malas. “Saking totalitasnya jadi profesional, sampai-sampai semua cewek didekatin.”
“Kamu ngerajuk?”
“Bukan. Cuma menyampaikan fakta masa lalu seseorang.”
Taeyong terkekeh geli. Jarang sekali Jisoo mau merajuk padanya selama mereka pacaran. Paling-paling juga dirinya yang seringkali demikian. Taeyong puas melihatnya bersikap layaknya seorang pacar yang suka merajuk pada pasangannya. Rasanya dia ingin mengabdikan momen langka ini.
“Tapi ujung-ujungnya ‘seseorang’ itu berhenti juga dari totalitasnya.”
“Aku udah bilang menyampaikan ‘fakta masa lalu’. Berarti masa sekarang ‘seseorang’ itu berhenti.”
“Eh? Ehehe.” Taeyong nyengir lebar. “Lucu.”
“Siapa?”
Alih-alih apa, dia menanyakan siapa.
“Pacarku.”
Jisoo menoleh dengan alis terangkat satu. “Siapa?”
“Kamu.” Dia refleks mengecup pipi Jisoo dan mengencengkan pelukannya. “Sering-sering gini, ya? Aku suka.”
“Apa-apa kamu suka.” Jisoo geleng-geleng heran. “Aku berdiri, kamu suka. Aku baca, kamu suka. Aku diam, kamu suka. Aku bicara, kamu suka. Apa yang aku lakuin kamu suka. Kamu gak bosan suka aku mulu?”
Taeyong mengernyit. “Bosan? Emang ada yang ngobosanin dari kamu?” Lagaknya pura-pura sedang mengamati Jisoo, mencari kekurangan dari pacarnya untuk dikomentari. Dia berdecak seiring gelangan kepalanya. “Semakin diamati, semakin aku suka. Hmm, kamu ini gak pernah bosan bikin aku suka kamu, ya!”
Jisoo tersenyum menyerah. Menyerah melanjutkan lagi gombalan mereka. Dia masih belum terbiasa dan terkadang merasa sedikit geli. Persis ucapan Taeyong kalau dia masihlah seorang newbie dalam dunia percintaan. Beda dari Taeyong yang seorang profesional.
“Jis.” Taeyong memanggilnya begitu sadar pada lamunannya. Setiap kali gadis ini melamun, Taeyong selalu merasa sedikit cemas. Karena seringkali lamunan Jisoo memberinya perkara buruk.
“Kenapa?” sahutnya sedikit telat.
Taeyong mendekatkan bibir ke telinga Jisoo. Bibirnya perlahan terbuka, mulai melontarkan kata-kata favoritenya. Sebuah bisikan melantun mesra sampai ke sanubarinya. Wajah Jisoo pun perlahan memerah terpesona. Dan kepalanya terangguk-angguk membalas kata-kata jargon kesukaan Taeyong.
Sebuah kalimat yang tak pernah bosan untuk Taeyong sampaikan dan Jisoo dengarkan.
“Just a reminder. I love you.”
Masih awal. Banyakin dulu manis-manisnya 💁🏻♀️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top