Shaddan 2 || 9
"Ratusa!"
Ratusa menghentikan langkah kaki ketika seseorang memanggil namanya.
Dia merasa hatinya bergetar saat suara seseorang yang sangat dia kenal memanggilnya.
Sampai akhirnya Ratusa memalingkan wajahnya pada orang itu. Saat Ratusa memandang wajah orang itu. Ratusa bingung harus memberikan ekspresi seperti apa padanya.
Ratusa tidak percaya bahwa dia memanggil namanya.
Namun Ratusa mencoba tersenyum. Tetapi senyuman yang Ratusa tunjukan tampak kaku.
"Lo yakin mau pergi?" tanya cowok itu langsung tanpa harus basa basi.
Ratusa meyakinkan jika laki-laki itu mendengar apa yang dia ucapkan beberapa menit yang lalu. "Lo denger?" tanya nya balik.
Cowok itu melangkah mendekat ke arah Ratusa. Dengan begitu, Ratusa tetap diam di tempat.
Mereka saling pandang.
"Shaddan, muka lo kenapa?" tanya Ratusa.
"Jawab gue, kenapa lo mau pergi?" Shaddan tidak menanggapi pertanyaan Ratusa.
Ratusa menghela napas pelan. "Gue nggak mau lagi buat seseorang kecewa. Gue nggak mau ngancurin hati dia lagi, meski gue tau, dia nggak akan pernah maafin gue, karna dia benci banget sama gue," ucap Ratusa sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.
Ratusa tidak cukup berani bertatap muka dengan Shaddan. Karena Ratusa akan terus merasa bersalah pada Shaddan.
"Maksud lo, dia?" Shaddan berdiri tepat di samping Ratusa. Memperhatikan wajah Ratusa yang begitu mirip dengan gadis yang dia cintai.
Ratusa kembali memandang pada wajah Shaddan. Saat Ratusa memandang Shaddan, maka penyesalan itu hadir, atas apa yang dia sudah lakukan dengan cara membohongin nya.
"Maafin gue Shaddan." Ratusa berucap begitu lemah.
"Bantu gue buat lupain semua kejadian kemarin," kata Shaddan cepat.
Kata-kata Shaddan membuat Ratusa terkejut.
"Ma-maksud lo?" tanya Ratusa dengan gugup.
Ratusa masih di buat bingung dengan perkataan Shaddan yang tiba-tiba seperti itu.
"Apa harus ngulangin apa yang gue ucapin?" tanya Shaddan.
Pertama kali Shaddan berbicara dengan Ratusa. Ekspresi yang Shaddan tunjukan hanya datar, tanpa adanya ekspresi.
Ratusa bingung harus menganggapi ucapan Shaddan seperti apa. Dalam hati, dia tidak tahu harus bagaimana agar kejadian kemarin di antara mereka terlupakan. Karena pasalnya, kejadian kemarin akan tetap teringat dalam ingatan memori mereka.
"Kenapa harus sama gue? Gue udah nyakitin hati lo, dan gue nggak mau nyakitin hati lo lebih jauh lagi," ucap Ratusa dengan kedua mata yang mulai berkacak-kacak dan suara lirih.
Shaddan terus memperhatikan wajah Ratusa tanpa mengalihkan pandangan nya ke arah lain.
"Gue nggak minta lo nyakitin hati gue lagi, tapi gue minta lo bantu gue buat lupain kejadian kemarin," kata Shaddan lagi.
Ratusa tidak dapat lagi menahan bendungan air matanya. Air mata itu lolos membasahi kedua pipi nya.
"Gue nggak tau harus mulai dari mana, dan gimana gue bisa bantu lo,"
"Kita buka lembaran baru, kita mulai dari awal lagi," ucapnya, "Dan gue mau lo jadi temen gue."
Ratusa menyungingkan senyum yang merekah.
"Gue udah lupain semua nya mulai detik ini," ucap Shaddan lagi.
Sama halnya Shaddan membalas senyuman Ratusa, meskipun senyuman yang Shaddan tunjukan kecil.
Mulai malam ini mereka benar-benar membuka lembaran baru. Mencoba melupakan masalah yang pernah terjadi di antara mereka.
Sebelumnya Shaddan tidak pernah terpikirkan bahwa dirinya akan mengatakan seperti itu pada Ratusa. Akan tetapi Shaddan merasa lega, dia tidak merasa ada beban lagi di hatinya.
Shaddan tidak ingin terus menjalani hari-harinya ada kata kebencian terhadap Ratusa. Bagaimana pun Ratusa melakukan nya hanya ingin menolongnya.
Mereka saling melempar senyuman. Namun mereka juga mengingat saat-saat kebersamaan mereka. Meski pun mereka melewati hari-hari dengan kebohongan.
"Sebentar," kata Ratusa sembari melangkahkan kaki nya.
Shaddan hanya menganggukkan kepalanya. Shaddan tidak tahu ke mana Ratusa akan pergi, namun dia tetap berdiri di sana. Sembari menunggu Ratusa kembali menghampirinya.
Shaddan merebahkan tubuhnya di atas pasir. Melipat kedua tangan di belakang kepalanya untuk di jadikan sebagai bantal.
"Mungkin dengan cara ini gue bisa ngelupain semuanya," gumam Shaddan.
"Meski sulit."
Tiba-tiba sebuah plester menempel tepat di kening Shaddan. Kening yang terdapat luka sobek.
Shaddan menghalihkan pandangan nya pada Ratusa yang membuat dirinya terkejut.
Secepatnya Ratusa menjauhkan tangan nya di hadapan wajah Shaddan. Setelah selesai menempelkan plester itu di kening Shaddan.
"Kenapa kening lo bisa luka?" tanya Ratusa melawan rasa gugupnya, pasalnya sedari tadi Shaddan terus memandang wajah Ratusa.
Shaddan tidak menjawabnya. Karena bagi Shaddan itu tidak penting.
"Ratusa,"
"Hm!"
"Nggak,"
"Kenapa?" tanya Ratusa bingung, namun penasaran.
"Jangan tinggalin gue,"
Degup jatung Ratusa berpacu lebih cepat dari biasanya.
Kenapa Shaddan ngomong kayak gitu.
Ratusa mengangguk sebagai jawaban dari Shaddan. Walau pun jawaban Ratusa dengan cara menagngguk, membuat Shaddan kurang puas.
Akan tetapi Shaddan tidak begitu memikirkan nya.
🐦🐦🐦
Shaddan berada di depan gerbang kampus Shan. Dia juga sedang menyesap sebatang rokok.
Penampilan Shaddan hari ini jauh dari kata baik. Dia mengenakan jaket yang robek-robek, celana levis robek-robek, kedua telinga di pasangan anting warna hitam. Rambut yang di biarkan acak-acakan.
Para mahasiswa yang melewati gerbang kampus, sesekali mereka memandang ke arah Shaddan. Pasalnya mereka merasa asing melihat laki-laki yang memiliki wajah sangat tampan berada di depan kampus mereka.
Walau pun penampilan Shaddan tidak rapi, tetapi dari sebagian perempuan yang melihat nya, Shaddan tampak terlihat sempurna di mata mereka.
Namun Shaddan hanya cuek memandang mereka.
Dari kejauhan Shaddan melihat tiga perempuan yang melangkah mendekat ke arah gerbang.
"Akhir-akhir ini lo kenapa diem mulu sih Fe?" tanya Joy.
"Iya! Lo lagi ada masalah?" tanya Aila.
"Nggak! Aku lagi bingung cari materi besok," balas Fe.
Joy dan Aila saling melirik satu sama lain. Mereka sangat tahu dengan sifat sahabatnya seperti apa. Dan mereka juga tahu, bahwa sahabatnya sedang menyembunyikan sesuatu dari mereka.
Shaddan membuang putung rokok dan menginjaknya.
Fe di kagetkan oleh Shaddan yang tiba-tiba saja menyodorkan sebuah buku. Dan buku itu adalah milik Fe.
Beberapa detika mata mereka saling bertemu. Shaddan menaikan sebelah alisnya, namun dengan ekspresi dingin.
Fe ingin berlari menjauh dari laki-laki itu, tetapi kaki nya terasa berat untuk di gerakan.
"Lo tau nggak dia siapa?" tanya Aila pada Joy dengan cara berbisik.
"Nggak! Emang lo kenal sama cowok itu?" tanya Joy balik.
"Dia Shaddan, kembaran nya Shan. Gue pernah liat foto nya dia di Instagram punya Shan,"
"Serius lo? Kok beda banget,"
"Iya beda banget, lebih cakep Shaddan."
"Shutt!" Joy menutup mulut Aila.
Shaddan meraih lengan Fe, dan dia meletakan buku itu di telapak tangan Fe. "Punya lo,"
Setelah buku itu ada di tangan nya. Fe langsung pergi dari hadapan Shaddan. Shaddan tetap diam, namun dia memperhatikan Fe yang semakin menjauh dari pandangan nya.
Sekarang Shaddan melihat ke arah dua perempuan yang masih berada di hadapan nya.
"Boleh minta selembar kertas buku kosong, sama pinjem pulpen?" tanya Shaddan.
"Boleh," ucap Joy. Joy mengambil buku dan pulpen di dalam tasnya. Lalu memberikan nya pada Shaddan.
Tidak lama Shaddan menulis sesuatu di dalam kertas itu dan membuat beberapa lipatan. "Kasih ini buat cewek tadi,"
"Maksud lo Fe?" tanya Aila.
Shaddan mengangguk kecil.
"Lo Shaddan, kembaran nya Shan?" tanya Aila hanya basa basi.
Shaddan tidak menjawab pertanyaan Aila. Melainkan Shaddan pergi begitu saja dari hadapan mereka.
"Cuek banget, beda sama Shan." Aila mengerucutkan bibirnya.
Joy mempertawakan nya dengan beegurau lalu dia secepatnya bergegas pergi menyusul Fe.
🐦🐦🐦
"Shan, gue tadi liat abang lo ada di gerbang kampus kita. Dan dia ngobrol sama Fe," ucap Mois.
"Fe?" tanya Shan sembari memandang Mois.
"Iya! Abang lo kenal sama si Fe?" tanya Nanta.
"Kagak tau gue," jawab Shan.
Tidak lama sebuah pesan di ponsel Shan. Secepatnya dia membaca isi pesan itu.
"Gue duluan ya," setelah menerima pesan dari seseorang Shan pamit pada kedua sahabatnya.
"Iya! Tapi malem ini lo jadi ikut kan?" tanya Mois.
"Harus, lo harus ikut. Karna lo tau sendiri kan dia kayak gimana," kata Nanta.
Shan mengangguk cuek. Lalu dia pergi dari hadapan mereka.
Mois menggelamkan wajahnya di atas meja kantin. Sedangkan Nanta, dia sedang memperhatikan seseorang dari kejauhan.
Bibir Nanta berubah berbentuk snyuman.
"Walau pun dia cuman cuek sama gue, nggak masalah. Itu tanda nya dia punya perasaan sama gue," gumam Nanta namun masih terdengar oleh Mois.
"Siapa?" tanya Mois.
"Lo, gue tau. Lo punya perasaan suka kan sama gue, ngaku aja lo." ujar Nanta.
Wajah Mois berubah menjadi kaget yang tidak percaya.
"Setan!" kata Mois.
Nanta tertawa keras, kemudian dia pergi. Di susul Mois di belakang nya.
🐦🐦🐦
Jangan lupa Vote + Coment.
Semoga nggak lupa sama alur cerita Shaddan 2, maaf kalau jarang update :(
Maaf kalau alurnya nggak sesuai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top