Shaddan 2 || 6

1 minggu kemudian.

Seorang gadis tengah mengenakan jaket levis. Lalu dia mencepol rambutnya dengan ngasal. Tidak ada niat dirinya untuk mempoleskan  bedak ke wajahnya bahkan untuk mempoleskan lipstick di bibir nya saja enggan.

Dan dia menyemprot beberap kali parfume ke pakaian nya lalu ke lehernya.

"Mulai sekarang gue akan jadi diri gue sendiri, Ratusa Tanley."

Mulai sekarang Ratusa akan menjadi dirinya sendiri. Ratusa yang apa adanya.

Dia mana Ratusa mengatakan yang sebenarnya pada keluarga Afka, Shaddan dan sahabat-sahabatnya. Jika dirinya adalah Ratusa, bukan yang selama ini mereka anggap dirinya Noura.

Awalnya mereka begitu terkejut dan tidak percaya apa yang di katakan Ratusa. Sampai akhirnya Kinza membantu menjelaskan pada mereka.

Dan akhirnya mereka menerima kenyataan dan juga memaafkan Ratusa. Karena mereka tahu, bukan salah Ratusa sepenuhnya. Ratusa hanya ingin berniat baik membantu Shaddan.

Semua makhluk tidak ada yang namanya kata sempurna. Karena pasti ada saja yang nama nya kesalahan. Dan Kesalahan pun pasti ada yang namanya kata memaafkan. Dengan begitu Ratusa mendapatkan kata maaf dari keluarga Afka dan Shaddan.

Kemudian dia bergegas keluar dari kamar.  Ratusa menghampiri kedua orang tuanya yang sudah duduk manis di meja makan.

"Selamat pagi!" sapa nya.

"Pagi!" sahut mereka.

"Kamu mau ke mana?" tanya Henna.

Ratusa menyomot roti yang sudah di olesi dengan selai nanas. "Mau ketemu sama temen-temen aku,"

"Ya ampun nak, ketemu sama temen harus pake baju gitu?"

Ratusa sedang mengunyah roti lalu dia mengangguk sebagai jawaban pertanyaan mamah nya.

"Kamu tau usia kamu sekarang berapa?" tanya Henna.

"02, lalu," sahut Ratusa dengan menyebutkan kosong dua. Dan maksud Ratusa adalah 20.

"20, bukan 02." Abraham membenarkan.

Ratusa nyengir, padahal di sudut bibirnya telihat selai nanas yang menempel di sana.

"Kamu bukan lagi anak yang masih duduk di bangku sekolah, inget kamu udah jadi mahasiswa dan itu artinya kamu makin dewasa."

Ratusa mendengarkan ucapan mamahnya. Namun dia meneguk segelas susu sampai habis tak tersisa.

"Terus mah? Mamah mau bilang apa sama aku?" tanya Ratusa.

Abraham dan Henna saling menoleh.

"Kamu harus rubah penampilan jangan asal-asalan gitu. Bukan nya kemarin kamu udah jadi perempuan peminim, terus kenapa sekarang kamu balik lagi kayak dulu," tegur Abraham.

"Tapi pah, aku nyaman sama penampilan aku yang ini, aku pengen jadi diri aku sendiri."

Abraham dan Henna hanya bisa menghela napas.

Ratusa menghampiri kedua orang tuanya lalu mencium punggung tangan mereka bergantian. "Aku pergi dulu pah mah, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

🐦🐦🐦

Shaddan sedang berada di kedai es krim bersama Ziya. Namun Shaddan hanya menemani Ziya, bahkan Shaddan di bujuk Ziya untuk mencicipi es krim nya saja selalu menolak.

Ziya yang masih mengenakan baju seragam sekolah merah putih. Ya karena Shaddan yang menjemput Ziya di sekolah. Dan Ziya mengajak Shaddan agar singgah terlebih dahulu ke kedai es krim.

"Bang, abis dari sini anter aku beli buku ya," ucap Ziya.

"Buku apa?"

"Buku kisah remaja," sahut Ziya sembari menyuapkan es krim ke dalam mulutnya.

Shaddan merasa kaget mendengar ketika Ziya meminta beli buku dengan kisah remaja. "Umur kamu berapa tahun?" tanya Shaddan tegas.

"8 tahun,"

"Ziya udah remaja?"

"Belum, tapi temen Ziya juga ada yang baca kisah remaja gitu."

"Jangan ngikutin temen Ziya. Karna Ziya masih kecil," omel Shaddan.

"Tapi bang--"

"Dengerin apa kata abang, Ziya. Baca buku kisah remaja belum cocok Ziya baca,"

"Kok gitu bang, lagian kata temen Ziya cerita remaja itu seru-seru tentang bad boy."

Shaddan menghela napas. Shaddan tahu bahwa Ziya masih sangat labil. Shaddan tidak suka jika Ziya membaca buku tentang remaja, karena Shaddan takut jika kisah-kisah yang ada di buku novel akan Ziya contoh. Karena itu belum cocok untuk Ziya baca.

"Ziya denger apa kata bang Shaddan nggak? Kalau bang Shaddan bilang, Ziya jangan baca jangan baca oke, karna belum sepantas nya Ziya baca cerita kisah remaja!" ujar Shaddan dengan tegas.

Ziya memanyunkan bibirnya. Namun Ziya tak dapat membatah omongan dari Shaddan.

"Iya bang, maafin Ziya."

Shaddan mengelus pucuk kepala Ziya. "Abang akan beliin buku buat Ziya, tapi tentang pelajaran sekolah."

Ziya kembali mengangguk.

"Bang Shaddan nggak mau beli es krim?"

Shaddan menggeleng.

"Ziya beliin ya,"

"Abang lagi nggak pengen,"

Ziya mengangguk pasrah.

"Sekarang ya ke toko buku nya," ajak Ziya.

"Es krimnya belum abis,"

"Sambil jalan aja,"

Shaddan akhirnya beranjak dari tempat duduk. "Ayok."

Ziya menyekal pergelangan tangan Shaddan.

Akhirnya mereka pergi dari kedai es krim. Sampai di parkiran, Shaddan saling berpapasan dengan seorang perempuan.

"Kak Ratusa!"

"Hai Ziya! Udah pulang sekolah?" tanya Ratusa.

"Iya kak, kak Shaddan jemput Ziya."

Ratusa menoleh pada Shaddan. Akan tetapi Shaddan memalingkan wajah nya ke arah lain. Shaddan masih kecewa pada Ratusa. Shaddan pernah berjanji jika diri nya tidak akan pernah memaafkan Ratusa.

Shaddan memperhatikan penampilan Ratusa yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Kedua nya sama-sama saling merasakan ada sesuatu yang entah apa itu.

"Shaddan apa kabar?" tanya Ratusa hati-hati.

Shaddan tidak menghiraukan nya, dia menarik lengan Ziya agar secepatnya pergi dari hadapan Ratusa, kemudian Shaddan mendudukan terlebih dahulu Ziya di atas motor nya. Tidak lupa dia memakaikan helm pada Ziya.

Shddan menoleh pada Ratusa. Begitupun dengan Ratusa yang juga sedang melihat ke arah Shaddan. Hanya ada tatapan datar untuk keduanya.

"Segitu benci nya dia sama gue," ucap Ratusa dengan tersenyum masam.

Sebuah panggilan masuk di ponselnya. Yang tertera nama Abrila. Ratusa langsung mengangkat sambungan telepon Abrila sembari masuk ke dalam kedai es krim. Karena Abrila sedang di sana.

🐦🐦🐦

Bani dan Rion sedang berada di kedai kopi dekat kampus mereka. Namun Shaddan juga berada di sana. Bani dan Rion tidak percaya jika Shaddan akan berubah begitu cepat, Shaddan yang mereka kenal sekarang ketus, datar, dan dingin. Shaddn berubah 98%.

"Shaddan gue mau tanya sama lo," ucap Rion.

Shaddan melirik sekilas tanpa menjawab ucapan Rion. Shaddan sedang menghembuskan asap rokok ke udara.

"Shaddan!" kata Rion lagi.

"Hm?!" sahut Shaddan seadanya.

Bani menoel-nole lengan Rion tanpa Shaddan tahu. Rion menepis tangan Bani.

"Gue pengen tanya, apa lo nyaman sama diri lo yang sekarang?" tanya Rion akhirnya yang sudah menjanggal di benak nya.

"Ya!" balas Shaddan singkat pada dan jelas.

"Alasan lo jadi Shaddan yang dingin apa? Bahkan kita ngerasa kalau lo bukan Shaddan yang kita kenal. Shaddan sekarang kayak orang lain," ucap Bani.

Shaddan menyeruput kopi. Dia tidak menghiraukan ucapan dari kedua sahabat nya.

"Bukan nya Ratusa udah minta maaf sama lo. Lalu salah nya Ratusa di mana?" tanya Rion.

Shaddan yang hendak menyesap rokok dia hentikan ketika Rion menyebutkan nama Ratusa.

Rion tahu telah salah bertanya pada Shaddan. Pasalnya Shaddan pernah mengatakan jika siapapun jangan pernah menyebutkan nama Ratusa di hadapan nya.

"Maafin gue Shaddan. Gue nggak ada maksud," ucap Rion dengan rasa takut.

Shaddan berdecak dan dia beranjak dari tempat duduk.

"Maafin kita Shaddan." Bani ikut berdiri di samping Shaddan.

Shaddan lagi-lagi tidak menjawab.

"Lo mau ke mana Shaddan?" tanya Rion setelah melihat Shaddan pergi.

Shaddan tidak menyahuti ucapan mereka. Dia berjalan begitu cepat.

Shaddan langsung menghampiri motornya yang terparkir tidak jauh.

"Shaddan!" Teriak seorang perempuan.

Shaddan langung menoleh ke asal suara itu. Di sana berdiri perempuan yang Shaddan kenali. Dan orang itu adalah Lalita Cassie.

Lalita menghampiri Shaddan. "Sombong banget lo, semejak lo pulang ke Indonesia sama Noura dan Kinza. Nggak ada kabar," ucapnya.

"Jangan sebut nama Noura." ujar Shaddan dengan dingin.

Lalita merasa kaget. "Kenapa? Lo ada masalah sama Noura?"

"Noura udah tenang, jangan lagi lo sebut nama dia!" kata Shaddan dengan jelas namun dengan nada datar.

Lalita sungguh tidak mengerti pada Shaddan. "Maksud lo Shaddan? Noura udah meninggal? Shaddan pleaese lo jangan bercanda," ucap Lalita terkejut.

Shaddan naik ke atas motor meninggalkan Lalita. Lalita masih memikirkan apa yang di maksud Shaddan tentang Noura.

"Apa yang terjadi sebenernya sama hubungan mereka. Kenapa Shaddan bilang kalau Noura udah tenang," jedanya. "Jangan bilang Noura beneran-- enggak, nggak mungkin Noura udah pergi." Lalita menggeleng-gelengkan kepalanya bahwa apa yang di pikiran tentang Noura tidak benar.

"Terus kenapa Shaddan atau pun Kinza nggak ngasih tau gue kalau Noura meninggal," ucapnya.

Lalita langsung mengambil ponselnya yang ada di dalam tas nya. Lalu dia menghubungi Kinza untuk memastikan dan mencari tahu tentang Noura.

🐦🐦🐦

Jangan lupa vote dan koment

Jangan lupa mampir di lapak Dylan 2.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top