45. Kejujuran dan Dusta

Kedatangan Lucas menerbitkan semringah Prasetyo. Setelah kejadian kurang mengenakkan tempo hari, sejujurnya ia tak mengira kalau sang putra akan datang kembali dalam kurun waktu terbilang singkat.

Prasetyo tak mengira. Namun, tentu saja menyambut dengan senang hati.

"Angin apa yang membawamu pulang, Luc? Tidak biasanya kau pulang di hari kerja."

Satu tambahan lain yang membuat Prasetyo kian tak menduga akan mendapat kunjungan Lucas. Pulang di hari kerja bukanlah kebiasaannya. Terlebih karena Lucas pun kerap bekerja hingga malam.

"Aku hanya mampir sebentar," ujar Lucas penuh arti. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan pada Mama dan Papa."

Prasetyo mengangguk. Ia segera menyuruh sang kepala pelayan untuk memanggil Merita. Mereka menunggu sejenak dan nyonya rumah datang tak lama kemudian.

"Jadi ada apa? Apa ini menyangkut pekerjaan?"

Prasetyo membuka perbincangan dengan lugas. Ia langsung menuju pada satu kemungkinan dan gelengan Lucas membuatnya paham.

"Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku. Kantor dalam keadaan baik-baik saja."

Prasetyo mengangguk. Ia melirik Merita dan mendapati ekspresinya yang tidak seperti biasa. Sang istri terlihat dalam suasana hati yang tidak bagus.

Merita tak merasa perlu berpura-pura ketika masih merasa kesal pada Lucas. Kejadian kemarin sungguh membuatnya tak habis pikir. Terlebih lagi kedatangan Lucas yang tiba-tiba.

"Sebelumnya aku minta maaf pada Mama untuk tindakanku kemarin."

Bukan tanpa alasan mengapa Lucas datang dan meminta bertemu pada orang tuanya. Ia memang tak menyukai sikap Merita, tapi bukan berarti dirinya bisa biasa-biasa saja setelah pertengkaran kemarin.

Lucas harap Merita memaafkannya. Terlebih ada harapan lain yang membuatnya datang.

"Minta maaf?"

Nada bicara Merita meruntuhkan harapan Lucas dalam sekejap mata. Pun ia mendengkus sekilas dengan ekspresi remeh.

"Kau baru menyadari kesalahanmu sekarang, Luc? Setelah kau bertindak keterlaluan pada ibumu sendiri?"

Prasetyo melihat bergantian pada sang istri dan putra. Seberkas kebingungan membuatnya refleks bertanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Papa melewatkan sesuatu?"

Merita mendengkus. Ia tak berniat untuk menjawab pertanyaan Prasetyo ketika justru membuang muka, tak ingin melihat pada Lucas.

"Ma, aku mohon. Semua tidak akan seperti ini kalau Mama tidak sibuk mendekatkanku dengan Sonya. Harus berapa kali aku katakan? Aku tidak tertarik sedikit pun pada Sonya."

Prasetyo tidak butuh jawaban langsung. Percakapan dua arah antara Lucas dan Merita sudah memberi kesimpulan tersendiri untuknya.

"Aku mohon. Jangan paksa aku. Aku tidak sama sekali tidak menaruh minat padanya."

Merita menarik napas panjang. "Sudah Mama katakan berulang kali, Luc. Mama hanya ingin kau dekat dengannya. Sonya adalah wanita paling tepat untukmu."

"Aku juga sudah mengatakannya berulang kali, Ma. Aku tidak tertarik pada Sonya. Aku tidak akan pernah bisa menerima wanita lain."

"Lucas."

Jemari Merita mengepal. Sejenak ia tahan diri ketika balasan Lucas membuat emosinya yang belum padam menjadi bergolak kembali.

Apakah sungguh Lucas datang untuk meminta maaf? Nyatanya di mata Merita yang terjadi adalah hal sebaliknya. Alih-alih meredakan situasi, Lucas justru kian menyulut emosi.

"Apakah kau sudah menemukan Velia?"

Pertanyaan Prasetyo menyela di waktu tepat. Ketegangan antara Lucas dan Merita terjeda, tapi sayangnya dengan pengalih yang tidak tepat sama sekali.

"Apa demikian, Luc?" tanya Prasetyo lagi. "Kau sudah menemukan Velia?"

Merita menunggu. Emosinya tergantikan ketegangan yang menakutkan. Ia mencoba tenang, tapi amat sulit.

Jangan, Tuhan. Kumohon jangan. Katakan kalau Lucas belum bertemu Velia.

Lucas membuang napas sekilas. Perih, ia tersenyum samar dan menggeleng.

"Belum."

Suara Lucas terdengar amat pelan. Pun ditambah dengan pergolakan di sepasang mata. Menyiratkan kesedihan dan lara tak berkesudahan.

"Aku belum menemukannya, tapi aku tidak akan berhenti."

"Tidak akan berhenti?" dengkus Merita dengan kelegaan yang seketika menyeruak di dada. Ketegangan berangsur pergi. "Apa kau tidak bisa melihat kenyataan? Velia sudah meninggalkanmu, Luc. Jadi untuk apa lagi kau mencarinya?"

"Velia meninggalkanku atau Mama yang memaksanya untuk meninggalkanku?"

Syok menohok di jantung Merita. Ia tersentak dengan mata membesar. Refleks, ia tak mengantisipasi kemungkinan tersebut.

"A-apa? Apa maksudmu, Luc?"

Lucas menatap lurus pada sang ibu. "Aku mohon, Ma. Katakan padaku kalau bukan Mama alasan Velia pergi dulu."

"K-kau berani menuduh ibumu sendiri?"

Getar mewarnai suara Merita. Berusaha untuk tetap tenang menjadi hal sulit sekarang. Ia meneguk ludah dengan wajah kaku.

"Kau menuduh Mama?!"

Lucas diam. Ia bergeming dengan tatapan tanpa kedip sementara Prastyo menangkap cepat buruknya situasi.

"Lucas," panggil Prasetyo. "Papa tahu keadaanmu kacau. Kau tidak perlu menerima Sonya dan kau bisa mencari Velia sesuai keinginanmu, tapi ..."

Prasetyo berpaling. Ia tatap sang istri seraya meraih jemarinya, memberikan remasan lembut sekilas.

"... kau jangan sampai menuduh Mama. Mama tidak mungkin melakukan hal seperti itu."

Rahang Lucas mengeras dan samar terdengar suara gemeletuk. "Aku juga berharap demikian, Pa."

Ketegangan Merita semakin menjadi-jadi. Prasetyo pun bisa merasakan dari jarinya yang berada dalam genggaman.

Kekhawatiran timbul, tapi Prasetyo menepis hal tersebut. Berpegang pada satu kenyataan, ia yakin Merita tak mungkin melakukannya.

"Mama menginginkan yang terbaik untukmu, Luc. Selain itu Papa yakin Mama pasti akan menerima Velia mengingat dia adalah putri dari teman lama Mama."

Akhirnya mata Lucas meninggalkan Merita. Ia beralih pada Prasetyo dengan segurat bingung.

"Apa maksud Papa?"

"Kau pasti tidak mengetahuinya karena kau terlalu sibuk memulai karier di awal hubungan kalian," lanjut Prasetyo menjelaskan. "Ayah Velia adalah teman lama Mama. Hubungan mereka bisa dikatakan sangat dekat."

Satu informasi yang tak pernah Lucas ketahui sebelumnya. Selama ini Velia pun tak menyinggung sehingga ia yakin bahwa wanita itu pun tak mengetahuinya.

"Jadi tak mungkin Mama sampai hati ingin memisahkan Velia darimu. Mama hanya tidak ingin kau terus-menerus teringat padanya. Mama hanya tidak ingin kau berpegang pada harapan kosong yang belum tentu menjadi kenyataan."

Layaknya kepala rumah tangga, Prasetyo meredakan ketegangan antara ibu dan anak. Suasana mulai berubah dan ia tersenyum penuh pengertian pada Lucas.

"Papa tahu Velia adalah wanita baik dan kalau kau sudah bersikeras maka itu artinya memang dialah orangnya yang tepat. Jadi Papa yakin Mama pun pasti akan luluh ketika Velia kembali," ujar Prasetyo seraya berpaling pada Merita. "Bukankah begitu, Ma?"

Merita menguasai diri. Memang sulit, tapi ia berhasil memulas senyum palsu dan mengangguk.

"Tentu saja, Pa. Mama hanya tidak ingin satu-satunya putra yang Mama miliki harus tersakiti hanya karena cinta."

*

Bagaimana mungkin Lucas akan tersakiti cinta bila yang dirasa hanya bahagia? Bahkan hanya dengan memandang pun hatinya bagai berbunga-bunga.

Lucas pulang sekitar 40 menit yang lalu. Ia langsung menuju dapur dan memutuskan untuk melakukan hal yang akhir-akhir sering dilakukan. Yaitu, berdiam diri demi memandangi Velia yang berkutat dengan aktivitasnya.

Persis sekarang. Lucas bersandar di kusen pintu dan bersedekap. Ia tatap Velia dengan penuh cinta sehingga tanpa sadar tersenyum karenanya.

Velia di seberang sana. Ia bersenandung dengan wajah berseri-seri saat menyusun udang goreng di piring tanpa lupa menambahkan garnis. Layaknya koki ternama, ia tampak termotivasi untuk menyajikan hidangan yang tak hanya lezat di lidah. Melainkan turut indah dipandang mata.

Senyum lebar menghiasi wajah cantik Velia. Ia terlihat makin segar dan berseri-seri. Bukan hanya karena telah mandi, tapi juga karena rasa senang merebak dalam hati.

Lucas pasti suka.

Kurang lebih itulah yang terpancar di bola mata Velia. Ia menggemakannya dalam benak dan Lucas yakin bisa merasakan harapan tersebut.

Lucas membuang napas. Ia tak lagi bisa menahan diri dan memutuskan untuk berjalan perlahan. Tangkas dan tanpa suara, ia peluk Velia dari belakang.

Ada keterkejutan yang menyentak Velia. Hanya sekilas. Detik berganti dan Lucas merasakan usapan Velia di kedua tangannya.

"Kau sudah pulang?"

Lucas mengangguk di lekuk pundak Velia.

"Sudah lama?"

"Sudah cukup lama sehingga aku bisa merekam satu album lagu yang kau nyanyikan."

Suara Lucas menyiratkan geli dan Velia refleks menepuk tangan Lucas. Kekehan pria itu berderai.

"Kau tak perlu mengejekku. Aku tahu suaraku buruk."

Lucas memiringkan kepala dengan kekehan yang memelan. Tangannya naik satu demi menyibak rambut panjang Velia ke sisi pundak yang lain.

"Aku akan memberi tahumu satu rahasia."

Embusan napas Lucas membelai hangat kulit Velia. Ia meremang dan berusaha untuk tetap waras ketika bertanya.

"Rahasia apa?"

"Suaramu ..."

Bibir Lucas memberikan kecupan basah di leher Velia. Mata Velia seketika memejam dan napas tertahan di dada.

"... adalah hal yang paling ingin kudengar."

Lucas meninggalkan jejak basah yang sukses menerbitkan kerontang dalam dahaga Velia. Kering mendadak datang dan suaranya terdengar serak tatkala berkata.

"B-bagaimana kalau kau mandi? Aku akan segera menyiapkan makan malammu."

Lucas mengabaikan pertanyaan tersebut. Ia tak menjawab, alih-alih kembali membuka mulut. Bukan untuk mengecup, melainkan demi mengisap.

"Oh, Luc."

Velia meremas tangan Lucas yang bertahan di perut. Ia mendesah dan kian menjadi-jadi tatkala lidah hangat nan basah Lucas memberi jilatan panjang. Sontak membuat Velia melengkungkan jari kaki.

Jantung Velia berdetak lebih kencang. Terlebih dengan bisikan suara berat Lucas.

"Apa kau tahu kalau aku begitu menginginkanmu, Ve?"

Velia terengah. Ia berusaha menghirup udara sementara pening melanda. Dunianya berubah tak baik-baik saja hanya dalam sekejap mata.

"Velia," bisik Lucas lagi. "Apa kau tahu?"

Dibutuhkan kekuatan bagi Velia untuk mengangguk. Ia mengiyakan dan lantas Lucas menarik turun pundak kaus yang dikenakan Velia. Sekarang Lucas mencumbu kulit di sana sehingga si empunya membanting kepala ke belakang.

"Aku begitu menginginkanmu."

Lirihan terucap bersamaan dengan jejak merah yang Lucas tinggalkan di sepanjang kulit pundak Velia. Ia ciptakan bukti cumbuan yang amat sensual sementara kedua tangannya bergerak.

Velia memejamkan mata. Ia berusaha mengumpulkan setiap keping tenaga yang berceceran. Setidaknya ia harus tetap berdiri tatkala tangan Lucas mulai menjelajah.

"Ah."

Satu tangan Lucas menyusup ke balik kaus dan mendarat di payudara Velia. Ia meremas dan erangan Velia terdengar begitu nyaring.

"Luc!"

Jeritan Velia pecah sedetik kemudian. Tepat ketika tangan Lucas yang lain menyusup melalui karet pinggang celana Velia. Ia masuk dan menyentuh klitoris tanpa peringatan sama sekali.

Dalam putaran. Dalam godaan.

"Buka kakimu, Ve."

Velia tak mampu menolak perkataan Lucas. Terlebih ia pun menginginkannya. Ada bayang-bayang erotis melintas di benak dan itu membuatnya membuka kaki walau harus bersusah payah.

Celah didapat. Lucas menyusupkan jari untuk memasuki kewanitaan Velia. Ia keluar masuk dalam pergerakan yang amat terampil. Teratur dan terkendali sehingga Velia kewalahan menghadapi gairah yang serta merta memorak-porandakan kewarasan.

"Kau ingin bersamaku, Sayang?"

Lucas terengah. Intensitas remasan dan permainan jari meningkat berikut dengan lumatan yang ia beri di daun telinga Velia.

"Apa kau ingin?"

Sungguh Velia tak yakin dengan apa yang ditanyakan Lucas tatkala cumbuan membuat kewarasannya melayang. Terlebih ketika Lucas berhasil menemukan titik sensitifnya di dalam sana, Velia kian tak bisa berpikir.

"Katakan padaku kalau kau ingin bersamaku, Ve."

Velia mengerang. Matanya terpejam kuat. Kian tak berdaya ketika Lucas semakin kuat dan cepat memacu dirinya di bawah sana.

"Luc! Oh, astaga!"

Lucas semakin beringas. Ia menggigit pundak Velia dan terus menyiksa, lalu turun menekankan kejantanan yang telah mengeras pada bokongnya.

"Jawab aku, Ve."

Permintaan Lucas mendesak melalui remasan pada payudara Velia yang makin menguat. Berikut dengan hunjaman jari yang terus mengobrak-abrik kewanitaan dengan semakin cepat.

"Ve," erang Lucas. "Jawab aku."

Velia tak bisa menjawab. Remasan dan hunjaman membuat sistem kerja tubuhnya kacau balau. Pikirannya tak lagi ada di dunia, melainkan dimensi lain yang penuh dengan buai melenakan.

Desahan melantun. Suaranya terdengar payah dan menyayat hati. Laksana tersiksa oleh beragam rasa yang terus mendera.

Terus dan terus. Tak berkesudahan dan kian menyudutkan.

"Jawab aku."

Desahan berganti rengekan. Tangan Velia naik dan meremas rambut Lucas. Kakinya bergerak mendadak, merapat dan lalu mengencang. Ia menjerit.

"Ya!"

Lucas menegang. Otot kewanitaan Velia menjepit. Ia memerangkap jari Lucas dalam terpaan kenikmatan.

"Aku ingin bersamamu, Luc. Aku ingin."

Lucas memutar tubuh Velia. Ia sambar bibir Velia yang membuka karena terengah dengan serta merta. Ciuman melumat dengan begitu bergairah sementara tangan bergerak cepat membuka kancing kemeja.

Velia menangkup pipi Lucas. Ia pertahankan ciuman membara ketika Lucas melempar kemeja ke lantai.

Mata Lucas penuh kabut gairah. Ia tatap Velia tanpa kedip dan mendorong, mengarahkannya pada meja makan persegi di belakang.

Lucas membaringkan Velia. Separuh tubuh Velia. mendarat di atas meja sementara kedua kaki terjuntai dan menggantung di udara.

Tak ada kesabaran. Tak ada waktu yang akan terlewati dengan menunggu.

Lucas dengan cepat mendorong kaus Velia ke atas, berikut dengan bra. Sungguh, saat ini ia tak ingin menyiakan waktu hanya untuk melucuti pakaian Velia seperti biasa.

Membiarkan kaus dan bra teronggok di atas dada, Lucas segera turun. Sekilas ia tatap kedua puting yang sudah menegang dalam gairah. Lantas keduanya pasrah saja menerima cumbuan Lucas. Berupa isapan dan cubitan.

Velia memejamkan mata. Cumbuan Lucas sungguh membuatnya tak berdaya. Ia tak bisa berbuat apa-apa.

Hanya bisa merintih. Pun melirih. Juga mendesah.

Semua yang Lucas lakukan membuat Velia lemah jiwa raga. Ia tak kuasa dan angin seolah membuatnya melayang hingga mencapai surga.

Lucas menarik diri. Ia melepas ikat pinggang dengan terburu, berikut membuka kait dan ritsleting celana. Pada akhirnya ngilu yang berontak sedari tadi bisa ia bebaskan juga.

Velia menatap sayu pada kejantanan Lucas. Ia sudah berdiri pongah. Tampak tegang dan keras, membuatnya meneguk ludah dengan dada berdebar.

Lucas menyelesaikan hal terpenting dalam waktu singkat. Celana pendek dan celana dalam Velia melayang sedetik kemudian. Ia mengulurkan tangan demi menyentuh, tapi Velia dengan penuh kesadaran justru mengangkat kedua kaki ke tepi meja.

Pemandangan erotis membentang di depan mata Lucas. Lembab. Mengilap.

Lucas gelap mata. Bahkan tanpa perlu banyak bertindak, Velia tahu pasti bagaimana caranya menggoda. Merayu tanpa kata, tapi meluluhkan Lucas hingga ke jiwa.

Jakun naik turun. Jantung berdebar. Panas menyulut.

Lucas tergoda, tapi ia sudah tak mampu bertahan. Jadi ia sumpal ingin hati dengan satu belaian panjang yang lidahnya berikan pada kewanitaan Velia. Lantas ia mengganti sentuhannya dengan hunjaman kejantanan yang cepat dan kuat.

Velia mengerang. Pun demikian dengan Lucas.

~~~ Jrenggg!

Kembali, bab nyut-nyutan yang ini cukup sampai di sini. Hahaha. Versi lengkap tersedia di KaryaKarsa, PDF, dan novel cetaknya (*'﹃`*)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top