33. Perhatian
Mungkin Velia kurang sehat. Belakangan ia tampak lelah lebih dari biasa. Setidaknya itulah yang Metta lihat.
"Kau baik-baik saja, Ve?"
Velia tersenyum seraya mengangguk. "Aku baik-baik saja, cuma merasa sedikit lelah. Ehm mungkin seperti kurang bertenaga."
"Lelah? Kau terlalu banyak bekerja akhir-akhir ini?"
Velia mengusap tengkuk dan memutar leher beberapa kali. Ia menimbang kemungkinan yang satu itu, tapi entahlah. Ia pun tak terlalu yakin.
"Mungkin. Sepertinya aku memang bekerja lebih banyak dari biasa."
Metta berdecak samar. Ia menepuk lembut Velia sebelum kembali ke meja. Pun tanpa lupa berpesan.
"Sebaiknya kau tidur yang cukup, Ve. Jangan sampai kau sakit."
Tidur yang cukup?
Velia tertegun. Agaknya ia tak bisa mengusahakan yang satu itu. Tidur yang cukup berada di luar jangkauannya.
Bukankah Lucas sedikit aneh?
Berkat ucapan Metta, Velia jadi menyadari ada yang berbeda pada Lucas. Beberapa hari ini Lucas lebih sering mengajaknya berhubungan intim. Bila dulu ada jeda walau dua hari atau tiga hari, tapi sekarang tidak.
Velia sedikit ragu. Namun, agaknya memang demikian sejak Lucas pulang terlambat malam itu. Selanjutnya intensitas mereka berhubungan menjadi lebih sering. Nyaris bisa dikatakan setiap hari.
Napas Velia mengembus perlahan. Seandainya bisa jujur, terkadang ia merasa begitu buruk pada diri sendiri. Sayangnya Lucas adalah kekasih yang lembut dan pengertian. Sebagai seorang pecinta, ia selalu memastikan Velia pun menikmatinya. Ia bukanlah pria yang egois, justru sebaliknya.
Velia merasa menjadi pihak yang dipuja dan dimanja. Setiap sentuhan yang Lucas berikan memberikannya kepercayadirian. Menciptakan bahagia feminin yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Untuk itu, terkadang ia merasa malu. Bagaimana bisa?
Aku tak seharusnya memikirkan Lucas sekarang.
Velia melanjutkan pekerjaan. Ia berusaha menuntaskan hari Kamis itu sebaik mungkin tanpa tertidur. Pun itu bila berkaitan dengan perjalanan tenang dengan disopiri Iwan.
Rasanya sudah tak tahan lagi. Mata Velia kian berat. Ia menyerah dan menguap berulang kali. Alhasil tak aneh bila tempat tidurlah yang menjadi tujuan Velia tatkala tiba di apartemen.
Lelah dan kantuk adalah perpaduan yang sempurna. Tubuh Velia tak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia berbaring tanpa sempat melepas sepat ataupun menaruh tas pada tempatnya. Ia benar-benar tertidur.
Lucas tiba di apartemen ketika jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Ada sebuket bunga mawar merah di tangan yang membuat wajahnya berseri-seri. Namun, ada pula sedikit kebingungan yang membuat dahinya mengernyit.
Lift bergerak membawa Lucas melewati lantai demi lantai. Ia melihat ponsel dengan tanda tanya di benak.
Velia tak mengangkat panggilan Lucas. Pun tak membalas pesannya.
Aneh.
Lucas menelengkan kepala ke satu sisi. Ia tak akan melupakan kejadian tempo hari. Velia menyiratkan keinginan agar dirinya memberi kabar bila terlambat.
Panik? Tentu saja tidak.
Lucas tahu Velia sudah tiba di apartemen dengan selamat. Pun berdasarkan informasi yang diketahui, ia yakin Velia sekarang memang berada di unit. Jadi ini memang kebingungan murni yang membuatnya bertanya-tanya.
Rasa penasaran Lucas mendapat jawaban sekitar lima menit kemudian. Tepat ketika ia tiba di kamar dan mendapati pemandangan tak terduga.
Velia tertidur pulas. Tas kerja di dekat kepala. Satu sepatu masih di kaki sementara yang lain sudah lepas dan tergeletak pula di tempat tidur. Ia tampak begitu letih.
Lucas membuang napas panjang seraya tersenyum. Ia sisihkan buket bunga mawar di nakas dan dengan senang hati menikmati pemandangan indah itu selama beberapa saat.
Velia tampak damai. Juga cantik seperti biasa.
Senyum Lucas kian melebar bahwa ia bisa menghabiskan sepanjang malam hanya dengan memandangi Velia tidur. Ia membelai dan lantas bangkit demi menyamankan tidur Velia.
Lucas mengambil tas dan melepas sepatu Velia. Ia bertindak dengan amat hati-hati sehingga tidur Velia tak terusik sama sekali. Pun bila itu berkaitan dengan usahanya menggendong demi membaringkannya dengan posisi yang lebih tepat dan nyaman.
Lenguhan Velia terdengar sekilas. Kepalanya mendarat di atas bantal dan tidurnya berlanjut.
Lucas mengulum senyum. Geli membuat sudut bibirnya berkedut dan ia geleng-geleng.
Kau pasti sangat lelah.
*
Terkejut adalah hal wajar yang dialami Velia tatkala bangun. Tak disengaja, jam dinding menjadi benda pertama yang ia lihat dan waktu yang ditunjukkan membuatnya kaget bukan kepalang.
"S-sepuluh?"
Velia menganga. Sempat salah mengira, tapi sayangnya itu memang benar. Malam telah menginjak pukul sepuluh.
"O-oh, astaga," lirih Velia beranjak. "Aku tidur se—"
Keanehan membuat ucapan Velia terhenti seketika. Ia tertegun dengan tatapan yang tertuju pada selimut.
Velia memutar pandangan. Tak ada sepatu dan tas. Pikirannya langsung tertuju pada satu nama.
"Lucas."
Velia berniat turun dari tempat tidur. Ingin mencari keberadaan pria itu, tapi warna merah di nakas mengurungkan niatnya.
Itu adalah sambutan bangun tidur yang tidak Velia bayangkan. Ia raih bunga mawar dan langsung menghirup aroma wangi yang menguar.
Senyum Velia mekar. Kali ini ia benar-benar meninggalkan tempat tidur, pun keluar dari kamar.
Langkah Velia terburu. Tanpa sadar, juga berseru.
"Luc!"
Velia menuju dapur ketika tak mendapati Lucas di ruang kerja. Benar saja. Pria itu ada di sana dengan celemek di badan.
"Ka—"
"Kau sudah lama pulang?"
Lucas terlupa dengan apa yang ingin dikatakan. Pertanyaan dan senyum Velia membuat kepalanya kosong seketika. Ia tinggalkan sejenak pekerjaannya yang melibatkan dua porsi spageti. Ada yang lebih penting dari itu.
"Lumayan," angguk Lucas. "Mungkin sekitar sejam yang lalu."
Senyum Velia terjeda. Ada bias merah di pipi dan Lucas menyeringai geli seraya mengangkat tangan demi mengirim isyarat.
"Bagaimana tidurmu?"
Velia mendekat. Ia biarkan Lucas merengkuh dan melabuhkan kecupan sekilas di pelipis.
"Nyenyak," jawab Velia malu. "Tadi aku merasa letih, tapi sekarang sudah tidak lagi."
"Baguslah."
Velia mengerjap. "Mawarnya cantik sekali, Luc. Terima kasih."
"Kau suka?"
"Sangat."
"Aku senang mendengarnya," ujar Lucas dengan sorot penuh arti. "Aku sengaja membelinya. Sebagai permintaan maaf karena pulang terlambat. Aku menelepon dan mengirimmu pesan, tapi tak ada respon sama sekali. Ternyata kau malah tidur."
Senyum Velia berubah gelak tawa. Terlebih dengan tangan Lucas yang mengusap naik turun di pinggang, memberi geli tambahan yang tak dibutuhkan Velia.
Mata Lucas berpijar. Keterpanaan terpancar di sana.
"Kau lapar? Aku memesan spageti."
Velia melihat pada kitchen island. "Aku suka spageti. Cocok dengan bunga mawarnya."
"Kau duduk dan tunggu pasangan bunga mawarmu tiba."
Velia tak menolak. Ia segera menarik kursi dan duduk tenang. Bunga mawar ditaruh di sisi meja sementara ia mengamati Lucas berkutat dengan piring dan peralatan makan lainnya.
Kemeja putih dengan lengan disingsingkan ke siku, celana hitam, dan celemek adalah perpaduan yang tak pernah Velia perkirakan sebelumnya. Namun, harus diakui. Ternyata bagus juga.
Seringai Lucas terbit. Ia jelas tahu dirinya diperhatikan.
"Kau tidak sedang menunggu aku memecahkan piring bukan?"
Velia menggeleng geli. "Tidak. Aku hanya senang melihatmu."
Dua piring spageti tersaji di meja makan. Mereka menikmati makan malam yang terlambat, tapi itu tak masalah sama sekali.
Velia merasa hidup kembali. Setelah tidur melenyapkan letih maka sekarang ada makanan nikmat yang memberinya tenaga lebih.
"Bagaimana? Apa rasanya sesuai dengan seleramu?"
Velia meraih gelas minum. "Kau tak perlu bertanya untuk hal yang sudah kau ketahui jawabannya."
Garpu berhenti bergerak. Lucas membuang napas dengan ekspresi lucu.
"Aku hanya ingin memastikan bahwa kau memang menikmatinya. Aku ingin aku senang dan bahagia bersamaku."
Gelas berhenti di depan bibir Velia. Perkataan Lucas membuat dahinya mengernyit. Ada sesuatu yang terkesan aneh dari ucapan Lucas, tapi ia terlihat biasa-biasa saja.
"Apa ada sesuatu, Luc?" tanya Velia tak bisa menahan penasaran. "Perkataanmu agak aneh."
Lukas tertawa pelan. "Apakah aneh kalau aku ingin kau bahagia tinggal bersamaku?"
Terdengar tidak aneh, tapi Velia merasa ada yang berbeda. Sesuatu yang membuatnya termenung beberapa saat dengan kemungkinan yang mengisi kepala.
"Kau tidak sibuk bukan malam ini?"
Semua pemikiran hilang dari benak Velia. "Ya."
"Bagus. Bagaimana kalau kau menemaniku menyelesaikan beberapa pekerjaan?"
"Sepertinya kau yang sedang sibuk."
"Ada beberapa hal yang harus aku lihat," angguk Lucas. "Sebenarnya tidak akan terlalu lama."
"Tentu saja."
Lucas yakin lembur malam ini akan lebih menyenangkan ketimbang biasa. Setidaknya ada yang menemani dan teman bicara menyenangkan.
"Ah, tapi sebelum itu sepertinya aku harus mandi. Aku gerah."
Velia tersadar akan keadaan dirinya yang juga belum mandi. Garpu lepas dan ia buru-buru menutup mulutnya yang menganga, setengah syok dengan kenyataan yang baru disadari.
"Kau benar. Aku juga belum mandi."
Lucas menelan suapan terakhir di waktu tepat. Matanya menyipit pada Velia. Seringai yang terbentuk terlihat mengirimkan isyarat.
"Apakah ini undangan untukku?"
"Undangan? Undangan apa?"
Lucas menutup sendok dan garpu di sisi piring sementara tatap matanya tak putus memaku Velia.
"Kau ingin mengajakku mandi bersama."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top