14. Maya Dan Nyata
Lelap tidur Lucas terusik. Ada samar rintihan yang menganggu. Ia bangun dan mendapati sumbernya adalah Velia.
Wanita itu tampak gelisah. Tidurnya tak nyenyak seolah tengah terganggu sesuatu yang buruk. Sesuatu serupa ....
"Apa kau lupa dengan apa yang kukatakan? Harus berapa kali kukatakan padamu. Lihat siapa dirimu."
"Jangan. Aku mohon."
"Ah, tentu saja. Sifat rendahan orang tuamu benar-benar mengalir di darahmu, Velia."
"Tidak, Tante. Jangan orang tuaku."
"Jadi pergilah. Pergi sejauh mungkin sampai Lucas tak akan pernah menemukanmu lagi."
"A-aku janji. Aku akan pergi."
"Aku tak main-main. Kalau kau masih mendekati Lucas, aku akan menghancurkan hidupmu."
"Aku janji. Aku akan menjauhi Lucas."
"Aku pegang janjimu dna kalau suatu saat hidupmu hancur, kau tak perlu heran. Itu artinya kau melanggar janjimu."
"Aku tidak akan melanggarnya."
"Jangan biarkan Lucas menemukanmu atau kalau tidak, semuanya bisa aku lakukan. Dimulai dari orang tuamu."
Keringat memercik. Rintihan semakin menjadi-jadi. Velia tampak tersiksa dalam belenggu bayang menyeramkan yang menjajah tidurnya.
"Ve."
Lucas beranjak. Lembut, ia menepuk pipi Velia. Sayangnya rintihan terus berlanjut.
"Ve."
Rintihan berubah menjadi samar isakan. Kepanikan mulai membias di sepasang mata Lucas. Tepukannya lantas sedikit menguat.
"Ve."
Lucas mengguncang tubuh Velia. Menyentak dan matanya tiba-tiba membuka.
"Ve?"
Velia bergeming. Tatapan kosongnya tertuju entah ke mana dan ia tak bicara sepatah kata pun.
"Kau baik-baik saja?"
Velia mengerjap. Kesadaran kembali dan tatapannya seketika terisi oleh wajah Lucas.
"Luc."
Ada yang berbeda pada sorot mata Velia. Sesuatu yang membuat Lucas tertegun untuk beberapa saat. Ia mencoba untuk mencermati dan mencari tahu, tapi seberkas kabut perlahan timbul di sana.
"Luc."
Tak diantisipasi, Velia menghambur padanya. Ia rengkuh dan Lucas tertegun.
Tubuh Velia gemetar. Napasnya kacau tak beraturan. Di sela-sela itu, ada isakan yang masih tersisa dan coba diredam.
"Kau mimpi buruk?"
Lebih dari sekadar mimpi buruk. Tak akan ada mimpi buruk yang mengerikan seperti itu. Yang menampilkan ketakutan tak terperi sehingga isakannya begitu nyata.
Lucas menenangkan Velia. Ia biarkan Velia damai dalam pelukannya sebelum beranjak. Demi mengambil segelas air putih untuknya.
Velia menandaskannya dalam waktu tak seberapa. Ia tak ubah orang kelelahan yang baru saja melakukan perjalanan jauh.
"Terima kasih."
"Bagaimana sekarang?" tanya Lucas dengan kekhawatiran yang masih ada. "Sudah lebih tenang?"
Anggukan samar yang Velia berikan tak cukup melenyapkan khawatir Lucas. Ia mengusap peluh di wajah Velia dan bertanya.
"Ingin menceritakannya?"
Sorot lembut di mata Lucas membuat Velia tertegun. Namun, ia menggeleng.
"Tidak. A-aku tidak ingin mengingatnya."
Lucas mengerti. "Lebih baik kau tidur lagi sekarang."
Sayangnya tidak bisa. Velia sudah berbaring lagi untuk beberapa saat lamanya, tapi kantuk tak lagi datang. Melainkan rasa takut yang masih tersisa memutuskan untuk tetap tinggal.
Takut itu mempermainkan Velia. Mendebarkan jantungnya dalam kesan tak nyaman. Membuatnya merasa tak aman.
Mata Velia membuka dalam redup lampu tidur yang menyala. Ia tak ingin memejamkan mata. Bagaimana bila mimpi buruk itu datang lagi?
Velia tak sanggup menghadapinya. Walau sekadar mimpi buruk, tapi ia tak berani. Bayangan itu membidik kelemahannya. Titik paling rentan dalam hidupnya.
"Ve."
Lucas jelas menyadari bahwa Velia tak tidur. Bahkan bila Velia tak bersuara atau bergerak sedikit pun, tapi ia bisa merasakannya. Tubuh wanita itu terasa kaku dalam pelukannya.
"Kau tak bisa tidur?"
Setengah bangkit dan bertahan pada siku, Lucas menghampiri Velia. Ia menatap dan cahaya lembut lampu nakas yang menghentikannya sama sekali.
Velia menggeleng. Ia menyerah dalam rasa takut yang tak mampu diungkapkan.
"Maaf," ujar Velia tak berdaya. "Aku tidak bermaksud mengganggu istirahatmu."
Lucas merapikan rambut Velia. Sentuhannya terkesan penuh kelembutan. "Tak apa. Aku punya waktu panjang bila itu berhubungan denganmu."
Tak hanya sekali, Lucas memastikan rambut Velia benar-benar tersingkir dari wajahnya. Pun ia singkirkan peluh yang kembali hadir. Bersamaan dengan itu, tatap matanya mengiringi tiap gerak yang ia beri. Ia berhati-hati dan memastikan agar sentuhannya tidak menyakiti.
"Apa kau ingin aku membantumu?"
Sentuhan Lucas berhenti tepat ketika pertanyaan itu menyapa indra pendengaran Velia. Ia mengerjap dan mendapati tatapan Lucas berubah lekat. Degup tak nyaman yang sedari tadi memukul-mukul jantungnya seketika menghilang.
Velia balas menatap Lucas dengan sorot tak yakin. Suaranya menyiratkan keraguan ketika justru balik bertanya, alih-alih menjawab.
"Membantuku?"
"Ya," angguk Lucas seraya tersenyum penuh arti. "Aku bisa membantumu untuk melupakan mimpi buruk tadi."
Velia tak mengerti. Namun, Lucas dengan cepat menjelaskan kebingungan Velia. Ajaibnya, tanpa kata-kata.
Ciuman Lucas jatuh tepat di bibir Velia. Lembut dan tak bergerak untuk beberapa saat. Seolah ia tengah menunggu. Apakah ketakutan itu lebih ampuh menggetarkan Velia atau sebaliknya?
Ternyata Velia menunggu pula. Ia bertanya-tanya. Apakah ciuman itu mampu mengusir ketakutan dari pikirannya?
Mungkin ya. Mungkin juga tidak.
Lucas sudah cukup menunggu. Agaknya itu bukan cara yang tepat. Ia berniat menarik diri, tapi sebentar. Ia tertegun.
Ada pergerakan. Samar. Bukan berasal dari Lucas, melainkan bibir Velia. Isyarat penerimaan yang membuktikan bahwa kemungkinan kedua adalah jawabannya.
Mungkin terkesan kekanakan. Terdengar tak masuk akal. Namun, Velia butuh sesuatu untuk menyingkirkan bayang mengerikan itu dari benak. Setelah berbulan-bulan bisa bertahan dalam kesendirian dan kehampaan, ia tak ingin terpuruk lagi.
Velia membuka mulut. Ia sambut ciuman Lucas tatkala kelembutan itu menekan dirinya. Tanpa ada pemaksaan, tapi sungguh tak mampu ia tepis.
Kepala Lucas meneleng. Penerimaan Velia membuat ciumannya kian dalam. Tak berpikir dua kali, ia lantas menyusupkan lidah di sana.
Velia menyambut kehadiran hangat Lucas. Menyajikannya dengan kehangatan serupa. Ia memerangkap. Layaknya tak ingin kehilangan, ia menjerat lidah Lucas.
Geraman Lucas menggema. Bukan hanya menggetarkan tenggorokannya, melainkan sekujur tubuh Velia.
Gelenyar meluluhlantakkan semua pemikiran yang sempat mengisi benak Velia. Degup tak nyaman yang sedari tadi memukul jantung pun menghilang. Semua tergantikan oleh percikan-percikan yang membuat rintihan Velia tergantikan pula.
Jemari Velia naik. Menangkup rahang Lucas dan mempertahankannya. Ia tak ingin ciuman itu berakhir ketika naluri mengajaknya untuk menuntut lebih.
Kaku dan beku yang sempat mengurung Velia hancur lebur. Sekarang Lucas merasakan tubuhnya melunak.
Rintihan Velia kembali terdengar. Namun, kali ini berbeda dengan rintihan sebelumnya. Bukan isak takut yang menyertai, alih-alih ia justru mengucap satu nama setelahnya.
"Luc."
Jantung Velia kian berdentum. Rasanya bertalu-talu dengan kesan tak nyaman yang anehnya membuat ia ketergantungan.
Tanpa ada takut. Tak ada ngeri. Yang ada hanyalah rasa ingin terus mencicipi.
"Luc."
Ciuman terjeda. Bibir terpisah tak seberapa. Velia kembali menyebut nama Lucas dalam desahan. Pelan dan mengalun. Tak ubah embusan angin yang memberi kesegaran.
Mungkin tidak. Tak ada kesegaran yang Lucas rasakan. Terlebih dengan jemari yang pelan-pelan merayap di dadanya, yang ada adalah percikan-percikan api. Mengancam akan membara dan membakar.
Lucas meneguk ludah. Ia memberikan kecupan sekali lagi pada bibir Velia dan balas mendesah di sana.
"Ve."
Lucas beringsut dalam tanya yang ia tujukan pada diri sendiri. Ia tak bermaksud membantu Velia dengan satu ciuman bukan? Bila ya maka itu adalah petaka.
Semestinya Lucas sadar. Satu ciuman adalah pintu neraka yang akan melahap dirinya dalam gelora yang mencabik-cabik. Untuk menyelamatkan diri, jawabannya hanya satu. Lalui panas dan pijakkan kaki di surga. Nirwana berbentuk kenikmatan cinta.
Tubuh Lucas mendarat di atas Velia seraya kembali melumat. Penuh irama. Dalam pergerakan yang dimaksudkan untuk merenggut semua perhatian Velia.
Lucas mencium seolah tak pernah mencumbu sebelumnya. Ia memberikan kesan penuh penuntutan dan pendambaan dalam waktu bersamaan. Menciptakan harmoni yang membuat Velia terengah-engah.
Perlahan. Pelan-pelan. Irama bibir yang tercipta melelehkan Velia.
Terus dan menerus. Mengalir. Menyingkirkan semua penghalang yang ada.
Polos. Lantas menyatu.
Lucas tak langsung bergerak. Melainkan ia naungi Velia sejenak. Ia berikan waktu untuknya menarik napas dan menyesuaikan diri.
~~~ Jrenggg!
Bab nyut-nyutan yang ini cukup sampai di sini ya. Hahaha. Mau lengkap? Bisa ke KaryaKarsa atau pesan versi novelnya (*'﹃`*)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top