61. Perasaan

Bila ada satu hal pasti yang Andreas yakini mengenai pernikahan maka itu pastilah ungkapan: tepat memilih pasangan maka tepat pula pernikahanmu akan berjalan.

Demikianlah yang Andreas rasakan ketika melihat wajah Vlora. Ia masuk ke kamar dan Vlora menyambut kedatangannya dengan senyum di wajah.

Waktu telah berlalu dan hingga sekarang, Andreas menyadari bahwa mustahil rasanya ia masih bisa berdiri tegak seolah tanpa gentar bila tak ada Vlora bersamanya. Badai kesedihan dan kemarahan yang menghimpitnya terlalu dahsyat hingga tak bisa ia hadapi seorang diri.

Andreas beruntung. Ia memiliki Vlora dan ia yakin, keberuntungannya tak akan pernah datang dua kali.

Vlora menangkup pipi Andreas. Tanpa bicara sepatah kata pun, mereka berkomunikasi hanya melalui tatapan lekat. Mereka menyelami lubuk hati masing-masing dan itu terasa indah sekali.

Tangan Andreas naik. Diusapnya tangan Vlora yang berada di pipinya. Ia selami rasa kasih yang menjalari tiap saraf perasanya, lantas ia yakin bahwa rasa itu tak akan berubah seiring waktu yang akan terus berjalan. Selalu sama dan bahkan persis seperti di hari itu, ketika Vlora menenangkannya dengan cara serupa.

Pada akhirnya, untuk kesekian kalinya, Andreas kembali berkata pada dirinya sendiri.

Aku memang bajingan yang beruntung.

Hari terus bergulir. Waktu telah melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin. Ia tinggalkan semua masa-masa buruk di belakang.

Andreas pernah mendapati gelap menjadi warna mutlak untuk hari-harinya. Semua kelam dan suram. Ia nyaris tak bisa melihat apa pun, tetapi Vlora menghadirkan beragam warna lain untuknya.

Vlora selalu menemani hari-hari Andreas. Ia selalu menguatkan Andreas di masa terpuruknya. Jadilah di mata Andreas, tak ada hal lain yang lebih indah ketimbang itu.

Andreas kuat kembali. Ia bangkit demi menuntaskan semua. Distabilkannya segala kekacauan yang terjadi di Progun dan ia pun bersikap kooperatif dengan pihak kepolisian. Berkenaan dengan Jonas, ia akan memastikan bahwa dua puluh tahun adalah waktu tercepat untuk Jonas bisa kembali melihat dunia luar. Bukti-bukti telah terkumpul dan salah satunya adalah rekaman kamera pengawas yang ada di ruang kerjanya.

Di lain pihak, Andreas mendapati Birawa dan Laskmi tak menyerah begitu saja. Mereka tetap berusaha untuk mengupayakan apa pun untuk membebaskan Jonas.

Andreas bergeming dan untungnya Ashmita juga tak goyah. Bahkan kalaupun Ashmita tiba-tiba bimbang maka ia akan melawan Birawa secara habis-habisan. Sekalipun itu akan membuatnya bersimbah darah, ia tak peduli.

"Apa Mama Laksmi menemuimu lagi hari ini?"

Andreas tersadarkan untuk hal yang nyaris lupa ia kabarkan pada Vlora. "Tidak. Lagi pula aku sudah memerintahkan satpam untuk mengusir kedatangan mereka."

"Lalu bagaimana dengan Papa?"

"Tidak semua orang terlahir dengan hati nurani, Sayang. Begitu juga dengan Papa," jawab Andreas seraya mengembuskan napas panjang. "Papa lebih rela membiarkan dirinya terpuruk ketimbang memohon padaku. Meminta maaf dan mengakui kesalahan, itu bukanlah sifat Papa."

Lagi pula bukan berarti Andreas akan memaafkan. Ia sudah berada di titik batas dan mengabaikan mereka adalah hal yang paling tepat untuk dilakukan.

"Selain itu kupikir Papa sekarang memang sangat sibuk sehingga tak sempat mengusik kita lagi," lanjut Andreas seraya menyeringai penuh arti. "Salah satunya karena Papa sedang mencari jalan keluar dari permasalahan Nadine."

Sebagai seorang wanita, Vlora iba terhadap nasib Nadine. Hamil tanpa ikatan pernikahan bukanlah hal mudah. Terlebih lagi karena disadarinya bahwa Jonas tak akan ada untuk mendampingi masa kehamilannya. Ia harus melahirkan tanpa pria yang dicintainya. Ia harus berjuang seorang diri.

"Vlo."

Vlora mengerjap. Lamunan sesaatnya sirna ketika Andreas menyentuhnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. Jadilah ia tersenyum.

"Aku baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir."

Waktu memang telah berlalu, tetapi Andreas masih akan selalu mengkhawatirkan Vlora. Terlebih lagi bila itu berhubungan dengan kehamilan. Ia sadari bahwa tak akan ada wanita yang bisa membaik semudah itu bila berhubungan dengan anak. Pun tak akan ada yang pernah tahu dengan pasti, sebesar apa luka itu terpateri di hati.

"Aku tahu, kau pasti akan baik-baik saja."

Tidak sesederhana itu. Vlora menyadari bahwa ia selalu tampak sebagai seorang wanita kuat yang tangguh. Ia tak berlama-lama larut dalam kesedihan dan mampu meredam kesedihan. Namun, disadarinya bahwa kehidupan yang terus memberikan lara membuatnya jadi lemah. Terkadang ia lelah dan ingin mengakhiri semua, tetapi Andreas selalu ada untuk memeluknya.

Andreas tak pernah meninggalkan Vlora. Di masa-masa tersulit, ia pastikan untuk selalu ada. Ia bertahan untuk tidak tidur demi menjaga Vlora ketika mimpi buruk itu selalu datang selama berhari-hari.

Vlora dihantui rasa kehilangan dan penyesalan. Nyatanya tegar tak pernah menjadi hal mudah untuk dilakukan. Pun tak peduli berapa kali ia kehilangan, rasa sakitnya akan tetap sama.

Namun, sekarang Vlora tidak sendirian. Ada Andreas yang akan selalu bersamanya. Ada keluarga baru yang akan membantunya. Ia telah memiliki Ashmita dan Vian yang tak akan luput untuk menjaganya. Jadilah kegelisahan itu perlahan terkikis dan tergantikan oleh pengharapan baru.

"Jangan pernah tinggalkan aku, Reas. Untuk apa pun yang akan kau lakukan nantinya, kumohon. Jangan pernah tinggalkan aku."

Ucapan Vlora terdengar amat lembut, tetapi mampu menancap dengan amat telak di jantung Andreas. Ia tertegun, bergeming. Dilihatnya sekumpulan emosi murni memenuhi sorot mata Vlora. Ketulusan dan keagungan terpancar di sana.

Andreas tak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu ketika jantungnya seolah diremas. Ia benar-benar tak berkutik untuk harapan yang diucapkan Vlora. Ia tak berdaya di hadapan penyerahdirian yang Vlora lakukan. Jadilah ia menyadari bahwa ia benar-benar tak kuasa bila itu berhubungan dengan Vlora, persis seperti perjaka yang terpana pada gadis yang dicintainya dan akan melakukan apa pun untuknya.

Sebentar. Apakah itu cinta?

Andreas menarik napas dalam-dalam. Sampai detik ini, ia pun tak pernah mengerti apa itu cinta. Pun ia tak tahu, apakah yang dirasakannya pada Vlora adalah cinta atau bukan?

Namun, itu tak penting untuk Andreas. Cinta atau bukan, ia tak ambil pusing. Faktanya, hanya satu yang dipedulikannya, yaitu Vlora.

"Tak akan pernah, Sayang. Aku tak akan pernah meninggalkanmu."

Andreas tak peduli apakah cinta itu hadir di dalam rumah tangganya atau tidak, karena hanya ada satu keyakinan yang ia percaya. Bahwa tak peduli asal muasal kebersamaan mereka tercipta, yang terjadi sekarang adalah mereka terikat oleh satu kebutuhan yang sama besarnya. Mereka layaknya siang dan malam yang terlahir untuk saling melengkapi. Tak ubah air dan api yang ada untuk saling memenuhi.

Pernikahan mereka memang tak sama dengan pernikahan kebanyakan. Mereka memulai rumah tangga itu tanpa pengagungan akan nama cinta dan perasaan. Keduanya memiliki kepentingan masing-masing. Ada Andreas yang membutuhkan dukungan Vlora sehingga ia bisa fokus pada tujuannya sementara Vlora pun memiliki maksud tersendiri. Vlora ingin mengambil bagian dalam balas dendam yang Andreas lakukan.

Pada akhirnya Andreas pun memahami alasan Vlora menyadap ponselnya. Vlora hanya ingin mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnutex. Vlora hanya ingin menyuap rindu dengan melihat sisa-sisa peninggalan orang tuanya.

Jadilah Andreas meringis tertahan. Disadarinya bahwa pernikahan mereka diawali oleh hal yang tak biasa. Namun, bukan berarti tak bisa dilalui dengan cara yang luar biasa.

Andreas menggenggam tangan Vlora. Sekarang ia bertekad untuk mengatakan semua dan itu dimulai dari.

"Aku tahu pernikahan kita dimulai tanpa adanya cinta. Bahkan sejujurnya, sampai detik ini, aku juga tidak tahu apakah cinta itu, tetapi ...."

Genggaman Andreas semakin menguat. Lalu ia justru meremas jemari Vlora dengan penuh perasaan.

"... aku tak akan pernah meninggalkanmu, Vlo. Satu-satunya yang aku tahu sekarang hanyalah kau. Aku tak peduli dengan cinta atau semacamnya, tetapi yang aku pedulikan hanyalah kau."

Vlora terpana tanpa bisa bicara. Agaknya ia tak pernah mengira bahwa akan ada masa di mana ia jadi tak mampu berkata-kata. Berdebat? Keahliannya sontak menjadi tak berguna ketika perkataan Andreas memberondongnya dengan ribuan emosi yang tak terungkapkan.

"Aku tahu ini akan terdengar konyol, tetapi sekali lagi, Vlo. Sekali lagi. Jawab pertanyaanku sekali lagi," lanjut Andreas seraya mengangkat tangan Vlora. Ia menatap Vlora dengan sorot teduh yang menenangkan. "Apakah kau ingin menjalani pernikahan ini denganku? Sampai akhir kita berdua di dunia ini?"

Vlora makin tak berdaya. Ia semakin kehilangan kata-kata. Kamusnya mendadak jadi lembaran kertas kosong tanpa tinta. Ia gelagapan dan tak lagi mampu menahan genangan air mata untuk jatuh perlahan.

Sudut bibir Vlora perlahan bergerak. Ia berusaha tersenyum ketika rasa haru berusaha mengambil alih kewarasannya, lalu ia justru menjawab dengan satu pertanyaan.

"Kalau bukan dengan suaminya maka dengan siapa istri akan hidup?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top