60. Pembalasan
Haloha 👋🏻
Makasih untuk kalian yang terus baca cerita ini walau aku updatenya berantakan. Maafkan aku dan mudah-mudahan tahun 2024 besok aku bakal full aktif lagi kayak dulu. Jadi untuk yang belum follow aku, silakan follow. Jangan sampai ketinggalan cerita aku lainnya yang ga kalah keren dengan ini 🤭
Selain itu, karena cerita ini bakal tamat Jumat besok, jadi aku open PO. Buat kalian yang mau peluk novel Vlora-Andreas, silakan pesan 🤗
Buat yang mau pesan, silakan langsung chat aja ya. Aku tunggu dan selamat menikmati detik-detik menuju ending 🤗
◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌
Laksmi benar-benar histeris ketika mendapatkan kabar bahwa Jonas telah ditangkap oleh pihak kepolisian. Jadilah ia segera menghubungi Birawa dan tak butuh waktu lama, Birawa pun datang dengan wajah memerah.
"Mas, Jonas."
Birawa dan Laksmi tak membuang-buang waktu. Mereka langsung mendatangi kantor polisi, tetapi Jonas sedang menjalani pemeriksaan sehingga mereka tak bisa bertemu.
Pengacara telah siap. Ia akan mendampingi Jonas selama proses hukum berlangsung. Namun, itu tak akan menjadi pekerjaan yang mudah.
"Ini kasus yang kompleks, Pak."
Birawa mencoba menenangkan Laksmi yang syok dengan perkataan pengacara, lalu bertanya. "Apa maksudmu?"
"Pak Andreas pasti sudah lama mengumpulkan semua bukti untuk memberatkan Pak Jonas. Ada tindakan penyelewengan dana perusahaan, kerja sama ilegal, dan yang terakhir adalah percobaan pemerkosaan terhadap Bu Vlora."
Birawa nyaris tak lagi bisa bernapas sementara Laksmi menjerit histeris. Keduanya sama-sama panik dengan kemungkinan buruk yang akan menimpa Jonas.
"Mas, aku mohon. Keluarkan Jonas."
Birawa mengusap wajahnya sekilas sebelum berkata. "Tenanglah, Laksmi. Semua pasti akan baik-baik saja. Aku akan menemui Andreas sekarang juga."
Laksmi tak mungkin bisa tenang. Kekhawatiran akan keadaan Jonas membuat ia semakin panik. Jadilah ia mendesak untuk turut pergi bersama Birawa dan mereka pun menuju ke rumah Andreas.
Kesunyian menjadi penyambut kedatangan Birawa dan Laksmi di rumah Andreas, seperti tak ada lagi penghuninya. Hanya ada Dino yang menerima kedatangan mereka dan berkata.
"Tuan dan Nyonya telah pindah. Mereka tidak tinggal di sini lagi."
"Dasar anak sialan itu," umpat Birawa seraya berkacak pinggang dengan gestur angkuh. "Dia melarikan diri setelah melakukan kekacauan ini?"
Dino menggeleng. "Tuan Andreas tidak melarikan diri, Pak. Sepanjang yang saya ketahui adalah Tuan dan Nyonya pindah ke rumah utama, tempat di mana seharusnya mereka berada."
"A-apa kau bilang?"
"Tuan Andreas dan Nyonya Vlora telah pindah ke rumah keluarga," jawab Dino tanpa keberatan sama sekali untuk mengulang perkataannya. Pun ia tak lupa tersenyum. "Lebih tepatnya adalah ke rumah Cakrawinata."
Birawa tersadarkan akan sesuatu yang nyaris terlewatkan. Ia terlalu memikirkan keadaan Jonas sehingga mengabaikan hal buruk yang akan segera menjadi kenyataan untuknya.
Tak ada lagi umpatan. Rutukan menghilang. Sekarang yang ada di benak Birawa adalah kesadaran bahwa hak-hak istimewa yang dimilikinya selama ini akan sirna.
"Tidak. Ini tidak mungkin terjadi."
Kepanikan semakin menyerang. Birawa dan Laksmi bergegas menuju ke rumah Cakrawinata dengan alasan yang semakin kompleks. Tepatnya untuk Birawa, ia bukan hanya ingin menemui Andreas, melainkan juga ingin mencari kebenaran akan perkataan Ningsih. Apakah semua memang seburuk seperti yang dipikirkannya?
Mobil melaju dan dari kejauhan, Birawa bisa melihat orang-orang bersetelan serba hitam berjaga di sekeliling rumah Cakrawinata. Pun ditambah dengan beberapa orang polisi.
Perasaan tak enak semakin menjadi-jadi. Mencoba untuk tetap tenang pun rasanya mustahil. Birawa tak bisa mengendalikan diri, terlebih ketika petugas keamanan mencegah dirinya untuk masuk.
"Aku pemilik rumah ini! Berani-beraninya kau melarangku masuk?!"
Birawa mengamuk. Dihadapinya orang-orang yang menjaga rumah Cakrawinata. Ia tak gentar hingga kepala keamanan mendapatkan telepon dan lantas berkata padanya.
"Tuan Andreas mengizinkan Anda untuk masuk."
Birawa menggeram. Harga dirinya tercoreng. Jadilah ia mendorong kepala keamanan itu dan masuk dengan terburu. Di belakangnya, Laksmi mengikuti tanpa mengatakan apa-apa.
"Andreas! Keluar kau anak sialan!"
Teriakan Birawa menggema. Diedarkannya pandangan ke sekeliling dan ia terus saja berteriak seperti orang yang hilang kewarasan.
Beberapa asisten rumah tangga yang sedang bekerja jadi ciut seketika. Mereka pergi menghindar, sama sekali tidak ingin menjadi pelampiasan kemarahan Birawa.
"Andreas!"
Suara langkah menghentikan teriakan Birawa. Ia menoleh ke lantai atas dan mendapati Andreas yang turun bersama dengan Ashmita.
Sesaat dalam hitungan detik yang tak seberapa, dua pasang mata terhubung dalam tatapan lurus. Andreas dan Birawa saling melihat satu sama lain persis dua predator yang tengah mengintai kekuatan masing-masing. Mereka bukan lagi ayah dan anak, melainkan dua orang yang saling bersitegang.
"Akhirnya Papa datang juga."
Andreas memecah keheningan ucapan sopan yang membuat Birawa semakin geram, terlebih lagi dengan senyum yang tersungging di wajahnya. Perut Birawa seperti dililit dan Andreas justru semakin menyulutnya dengan memasang sikap santai, seolah tak terjadi apa-apa.
"Silakan duduk, Pa. Ehm, apa Papa ingin minum sesuatu?"
Disadari oleh Birawa bahwa ternyata semua kekacauan yang terjadi belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan muaknya ia akan sikap Andreas. Geramnya jadi membeludak dan emosinya kian membuncah sehingga Laksmi buru-buru mengingatkannya untuk hal yang jauh lebih penting ketimbang meladeni sikap memuakkan Andreas.
"Mas, Jonas."
Birawa terpaksa harus menekan egonya. Jadilah ia menuding Andreas tanpa tedeng aling-aling.
"Kau pikir apa yang kau lakukan hah?! Menjebloskan saudaramu ke penjara?! Apa kau tak punya otak lagi, Reas?!"
Andreas menyeringai dengan tenang. "Kami hanya terlahir dari benih yang sama. Jadi, bukan berarti selama ini kami adalah saudara."
"Kau."
Tangan Birawa telah mengepal dengan kuat. Rasa-rasanya ia ingin sekali menghajar Andreas. Sikap dan ekspresi Andreas memang memuakkan, tetapi kepanikan Laksmi membuatnya harus menahan diri.
"Cabut tuntutanmu, Reas. Cabut atau kau akan menyesal!"
Andreas bergeming. Ditatapnya Birawa untuk sesaat sebelum akhirnya ia berpindah pada Laksmi. Di sana, ia bisa melihat kecemasan, kekhawatiran, dan juga ketakutan. Semua emosi itu menyatu dan menunjukkan diri dalam bentuk lelehan air mata yang entah dari kapan mulai membasahi pipi.
"Memohonlah."
Keadaan Laksmi sama sekali tidak membuat Andreas merasa kasihan, melainkan malah sebaliknya. Jadilah ia ucapkan satu kata yang langsung membuat Birawa dan Laksmi sama-sama tercekat.
"A-apa kau bilang?"
Andreas membuang napas panjang, lalu berdecak samar. "Memohonlah. Berlutut di hadapan kami dan kita akan sama-sama melihat, apakah aku akan berbaik hati atau tidak."
"Reas!"
Birawa bangkit. Ia tersentak oleh emosi. Ucapan Andreas menyulutnya. Namun, Laksmi buru-buru menahan tangannya.
"Mas, aku mohon. Jangan biarkan Jonas dipenjara."
Kemarahan Birawa dan keputusasaan Laksmi membuat Andreas terkekeh kecil. Ia geleng-geleng dan berkata.
"Aku tidak pernah mengira kalau Mama Laksmi bisa menangis pula. Di mana senyum angkuh yang selama ini selalu Mama sunggingkan?"
Laksmi abaikan sindiran tersebut. Di benaknya sekarang hanya ada Jonas dan ia akan melakukan semua cara untuk membebaskannya. "Reas, aku mohon. Bebaskan Jonas. Apa pun akan aku lakukan agar kau mau membebaskan Jonas."
"Apa pun?"
"Apa pun," angguk Laskmi berulang kali. Ia terlihat benar-benar teguh. "Apa pun akau aku lakukan agar Jonas bebas. Hanya Jonas yang aku miliki."
Andreas manggut-manggut. Diusapnya dagu beberapa kali seolah tengah berpikir, barulah kembali bicara. "Bagaimana kalau aku meminta agar Mama mengembalikan waktu tiga puluh lima tahun yang telah berlalu? Apakah bisa?"
Keteguhan Laksmi terjeda. Ia tercekat dan tak lagi mampu bersuara, bahkan tangisnya pun terhenti seketika.
"Apa kalian menyadari kalau hari ini terjadi karena kesalahan yang telah kalian perbuat tiga puluh lima tahun yang lalu? Tanpa adanya kesalahan kalian, hari ini tidak akan pernah ada."
"Re-Reas."
"Ah! Kalau kalian tidak bisa mengembalikan waktu tiga puluh lima tahun yang lalu, bagaimana dengan ini? Apakah kalian bisa mengembalikan nyawa anakku yang telah direnggut oleh Jonas?"
Ketenangan Andreas terancam. Suaranya bergetar. Kesedihan menghantarkan emosi yang menjalari sekujur tubuh. Rasa pahit hadir dan menggumpal, udara terhalang, ia nyaris tak bisa bernapas.
Laksmi membeku. "Re-Reas, apa maksudmu?"
"Tanyakan pada anak Mama. Apa yang telah dia lakukan pada istri dan anakku?"
Pertahanan Andreas benar-benar berada di ujung tanduk. Semestinya memang ia tak bertemu dengan Birawa dan Laksmi. Nyatanya pertemuan itu tak ubah air laut yang menyiram luka bernanah miliknya. Jadilah perih dan nyeri memberontak semakin menjadi-jadi.
Andreas bangkit dengan sedikit kesadaran yang tersisa. Ia tak ingin mengambil risiko untuk berlama-lama dalam pembicaraan memuakkan itu. Tak ada jaminan bahwa ia bisa terus waras dan tidak gelap mata untuk mengamuk.
"Jadi jangan harap aku akan mengabulkan permintaan kalian kalau kalian sendiri tidak bisa memenuhi permintaanku. Lagi pula mana mungkin aku melewatkan kesempatan untuk mengurung Jonas di penjara?"
Birawa meledak. "Andreas! Kau benar-benar keterlaluan!"
"Aku keterlaluan?!" balas Andreas dengan ledakan serupa. "Papa yang keterlaluan. Bahkan apa yang aku lakukan sekarang tidak sebanding dengan semua yang telah Papa lakukan selama ini."
Andreas menatap tajam pada Birawa. Ia abaikan sopan santun yang memang tak perrnah diberikannya pada Birawa. Dihadapinya Birawa tanpa gentar sama sekali dan kala itu ia menyadari bahwa masanya telah tiba. Inilah saat di mana ia akan menuntut Birawa untuk semua penderitaan yang mereka rasakan.
"Berapa banyak air mata yang Mama keluarkan selama ini? Berapa banyak hal buruk yang terjadi padaku dan Vian?"
Tak ada yang bisa menghitungnya. Namun, Andreas menyadari bahwa itu semua masih bisa ia tahan. Ia masih kuat menghadapinya hingga malapetaka yang sebenarnya terjadi.
Dunia Andreas kiamat. Dunianya hancur berkeping-keping. Semua musnah dan kehampaan membuat ia meradang.
"Terutama untuk Vlora dan anakku yang sedikit pun tidak terlibat dalam masalah keluarga ini. Mereka tidak tahu apa-apa, tetapi mengapa mereka harus menderita karena ulah kalian?"
Wajah Birawa mengeras. Beragam fakta yang disodorkan Andreas harusnya bisa membuat ia sadar, tetapi malah sebaliknya. "Kau hanya mencari-cari alasan, Reas. Satu-satunya yang kau inginkan adalah memanfaatkan keadaan untuk menjatuhkan Jonas. Karena apa? Karena selama ini kau memang akan selalu di bawah Jonas."
Andreas mendengkus geli, lalu ia tertawa. "Teruslah memuji dan memedulikan Jonas. Aku tak jadi masalah, tetapi Papa harus menyadari sesuatu. Kita sekarang berada di posisi yang sama. Papa ingin melindungi Jonas dan Mama Laksmi bukan? Papa akan melakukan apa pun untuk mereka bukan? Begitu juga denganku. Aku akan melindungi keluargaku. Semua akan aku lakukan demi keselamatan dan kebahagiaan mereka, termasuk bila harus mengusir Papa dari rumah ini dan memenjarakan Jonas dalam waktu yang lama."
"Tidak!"
Jeritan Laksmi terdengar memilukan, tetapi Andreas malah makin tertawa. Dinikmatinya kesedihan Laksmi seolah ia adalah manusia tanpa perasaan.
"Sekarang aku menghadapi kalian bukan sebagai seorang anak yang menghadapi orang tua, melainkan sebagai kepala rumah tangga yang menghadapi pengganggu keluarganya."
Birawa tertohok. Dengan wajah mengeras dan bermandikan keringat, emosinya telah berada di ubun-ubun. Ia tak terima dengan sikap Andreas. Harga diri dan egonya tersulut. Tangannya langsung terkepal. Ia nyaris akan melayangkan tinju pada Andreas andaikan tak ada pemandangan menyayat hati yang langsung ditunjukkan oleh Laksmi.
Laksmi menjatuhkan diri. Bertumpu pada kedua lutut, ia memohon pada Ashmita.
"Kumohon. Suruh Andreas untuk mencabut tuntutannya. Aku mohon. Apa pun akan aku lakukan agar Jonas bisa bebas."
Wajah Birawa memerah. Ia segera meraih tangan Laksmi, menariknya agar berdiri kembali. "Apa-apaan kau, Laksmi! Bangun!"
"Lepaskan aku, Mas," tolak Laksmi seraya menarik tangannya. "Kalau memang ini satu-satunya cara untuk membebaskan Jonas maka itu yang akan aku lakukan."
Ashmita bergeming. Dibiarkannya Laksmi dan Birawa berdebat sebelum akhirnya permohonan itu kembali menyapanya.
"Aku akan meninggalkan Mas Birawa. Aku bersumpah. Aku akan meninggalkan keluarga kalian asalkan Jonas bisa bebas. Aku mohon."
"Kami akan segera bercerai," ujar Ashmita datar. Dihirupnya udara dalam-dalam dan ia menyadari bahwa baru kali inilah ia bernapas dengan penuh kelegaan. "Kami sudah tidak memiliki keluarga lagi. Keluargaku sekarang adalah mertua, anak, dan menantuku."
Laksmi mengangkat wajahnya yang penuh air mata. Ia tampak memilukan dan jawaban yang diberikan Ashmita membuatnya semakin putus asa.
"Kumohon. Kasihanilah aku. Hanya Jonas yang aku miliki di dunia ini."
Ashmita tersenyum perlahan, tetapi tanpa ada emosi di sana. Senyumnya terlihat hampa. "Apakah kau ingat? Dulu, aku pernah berlutut di kakimu. Aku juga pernah memintamu untuk mengasihani aku dan Andreas yang saat itu masih dalam kandungan, tetapi kau tak menghiraukanku bukan?"
Laksmi tertampar oleh ingatan masa lalu. Ia kembali menjerit dan berulang kali mengucapkan maaf.
"Aku juga merasakan itu dulu. Hanya Andreas dan suamiku yang aku miliki. Aku tidak ingin kehilangan mereka dan sekarang, kau merasakannya juga bukan?"
Tangis semakin pecah. Laksmi kian histeris. Namun, ia tak putus asa. Jadilah ia berpindah pada Andreas. Ia kembali memohon, tetapi perkataan Andreas semakin membuyarkan harapannya.
"Aku tidak akan pernah membiarkan Jonas bisa mengganggu keluargaku lagi dan aku akan memastikan itu."
Ketidakberdayaan melemahkan Laksmi. Ia letih oleh rasa takut hingga membuatnya terus meratap tak berkesudahan di lantai dingin itu. Tak ada yang bisa dilakukannya, begitu juga dengan Birawa.
Andreas dan Ashmita menunjukkan keteguhan yang tak tergoyahkan. Jadi Birawa tak akan merendahkan diri untuk sesuatu yang tak akan berhasil. Ia bertahan pada keangkuhan hingga Ashmita berdiri dan menghampirinya.
"Semua sudah berakhir, Mas. Aku harap kau dan keluargamu tak mengusik kami lagi."
Rahang Birawa mengeras. Ditatapnya Ashmita dengan tajam dan tanpa kedip. "Kau serius, Mita? Kau ingin bercerai dan meninggalkanku setelah semua kekacauan yang telah Andreas lakukan?"
"Andreas melakukan semua kekacauan ini?" Ashmita tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Kau yang menyebabkan semuanya dan aku sangat menyesal karena tak menceraikanmu sedari dulu. Aku benar-benar bodoh dan ...."
Tidak sepenuhnya karena cinta pada Birawa. Ashmita bertahan memang karena anak, persis wanita pada umumnya. Ia tahan sedih dan derita dengan satu tujuan, yaitu ia tak akan membiarkan Laksmi dan Jonas bisa merebut semuanya.
Jadilah Ashmita bertekad. Apa pun yang terjadi, mereka tidak akan bercerai. Semua orang dan seluruh dunia harus tetap melihat ia sebagai istri sah. Karena hanya dengan begitu perhatian mereka tetap tertuju pada garis keturunan yang sah, Andreas.
"Mama."
Suara lembut Andreas menarik kesadaran Ashmita. Ia berpaling seraya membuang napas dan Andreas meraih tangannya. Bersama-sama, mereka tinggalkan Birawa dan Laksmi yang kian terpuruk oleh keadaan.
Andreas merengkuh Ashmita. Ditenangkannya sang ibu dengan berkata.
"Semuanya akan baik-baik saja, Ma."
Ashmita mengangguk. Ia tersenyum dan sesak yang membelunggu selama bertahun-tahun pergi meninggalkannya.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top