49. Sang Hakim

Suara kecupan langsung disambut oleh desahan Andreas. Seketika dada naik turun dengan napas membeku dan raut tak puas terpampang ketika Vlora justru mendorongnya untuk mengurai ciuman yang baru saja akan ia perdalam.

Vlora beranjak. Kedua tangan terangkat dan tanpa mengatakan apa-apa, ia langsung meraih kancing kemeja Andreas. Dilepaskannya satu persatu dengan gestur tak sabaran sama sekali.

Andreas meneguk ludah. Dirasakannya dengan jelas satu goresan kuku di dada yang pastilah sengaja dilakukan Vlora untuk menyulut dirinya. Jadilah rahangnya mengeras dan ia sama sekali tak keberatan ketika bibir Vlora mendarat setelah kemeja lepas dari tubuhnya.

Mata terpejam. Geraman menggetarkan dada Andreas. Namun, sayang beribu kali sayang. Persis tadi, Vlora lagi-lagi menarik diri ketika ia mulai hanyut menikmati.

Andreas membuka mata. Ingin mengeluh, tetapi ia justru terkesiap oleh tindakan Vlora selanjutnya. Tiba-tiba dan tanpa terduga, jari-jari lentik Vlora bergerak cepat dan mendorong dirinya. Ia jatuh ke belakang dan mendarat tepat di atas tempat tidur.

"Vlora."

Tubuh Andreas memantul beberapa kali di tempat tidur yang empuk itu. Ditunggunya momentum yang tepat sebelum mengangkat tubuh dengan bertopang pada kedua siku, tetapi Vlora kembali membuat ia tercengang untuk kesekian kali.

Vlora turut beranjak ke atas tempat tidur. Dengan merangkak, ia menaiki tubuh Andreas tanpa memutus kontak mata mereka berdua.

"Aku tidak suka, Reas."

Sistem organ Andreas sepertinya mengalami gangguan kerja. Ia nyaris tak mampu berkonsentrasi dengan indra pendengarannya ketika dilihatnya Vlora mendekat dengan gestur yang tak pernah dibayangkannya selama ini, liar dan menggoda. Terlebih lagi karena Vlora kembali menggoreskan kuku di dadanya.

Perih terasa, tetapi hanya sedikit. Yang mendominasi justru adalah gairah.

"Apa maksudmu?"

Pergerakan jari Vlora berhenti. Mata yang tadi sempat mengikuti pergerakan jarinya kembali naik, beralih pada sorot Andreas yang telah mengelam.

"Aku tidak suka kau tinggalkan. Aku tidak suka diabaikan."

Ah! Andreas menyeringai. Dipertahankannya posisi di bawah intimidasi Vlora, lalu ia menatap lamat-lamat.

"Kau cemburu?"

Andreas menantang melalui suara dan pertanyaan yang dilontarkannya. Ia menunggu jawaban Vlora dengan rasa penasaran yang memberontak, akan seperti apakah respons yang diberikan oleh Vlora?

"Tentu saja," jawab Vlora tanpa tedeng aling-aling. "Kau suamiku, Reas. Apa kau lupa dengan apa yang kau janjikan ketika melamarku?"

Melamarku?

Dahi mengernyit samar. Mata menyipit. Seringai berubah menjadi sekelumit senyum geli.

Sepertinya ada yang sudah sepakat kalau yang terjadi dulu adalah sebuah lamaran, bukannya sebuah tawaran pernikahan.

Sekelumit rasa senang menyeruak di dada Andreas. Namun, hal tersebut tak lantas membuatnya abai. Ia mengingat dan mungkin ada banyak hal yang secara tanpa sadar telah dijanjikannya ketika melamar Vlora.

"Layaknya pernikahan yang melibatkan dua orang maka aku bisa pastikan kalau tak akan ada wanita lain selama kita menikah. Kalaupun pernikahan kita berakhir sampai salah satu di antara kita meninggal maka selama itu pula kau akan menjadi satu-satunya."

Andreas mengingat hal paling penting di antara janji-janjinya pada Vlora. Lalu ia terusik untuk mengetahui sesuatu.

"Kau tidak berpikir kalau aku pergi untuk menemui wanita lain bukan?"

Wajah Vlora turun, didekatinya wajah Andreas. "Perlukah aku mengkhawatirkan hal itu?"

"Tidak," jawab Andreas cepat dan tegas. "Tak akan ada wanita lain selama kita menikah, itu yang kukatakan dulu."

"Kalau begitu ..." Wajah Vlora semakin turun. Ia mengambil posisi tepat di sisi wajah Andreas, berbisik. "... tak ada alasan untukmu membiarkanku sendirian malam ini, Reas."

Oh, astaga. Andreas langsung berdoa di dalam hati, semoga saja ia mampu mengendalikan diri dan tidak mendadak menerkam Vlora saat itu juga. Walau mungkin itu adalah hal sulit untuk dilakukannya saat ini.

Nyatanya penampilan dan tindakan berani Vlora tak menjadi satu-satunya penguji pertahanan diri Andreas. Bahkan suasana di kamar itu, entah mengapa bisa, terasa jelas menguarkan aura sensual. Dari penerangan yang temaram karena lampu utama telah padam hingga aroma wangi yang sukses menghentak-hentak jantung di dalam sana.

Jadilah wajar bila akhirnya Andreas menyerah dalam dorongan hasrat tak tertahankan. Tangan naik, lalu direngkuhnya tubuh Vlora. Ia mendorong dan membaringkanVlora.

Kedua kaki Vlora bergerak cepat menyambut tindakan Andreas. Mereka merengkuh pinggang Andreas dan megnenyahkan kemungkinan akan terciptanya jarak walau sedikit saja.

Gesekan samar tercipta antara kulit perut Andreas dan dasar halus yang Vlora kenakan. Hasilnya Andreas menggeram di sela-sela pertanyaan yang dilayangkannya.

"Jadi karena itu kau belum tidur?"

Andreas memaku tatapan Vlora. Ditampilkannya sorot penuh ego yang berkilat-kilat sehingga Vlora pun mengawali jawabannya dengan satu anggukan.

"Sepertinya setelah lima bulan menikah denganmu, aku memiliki kebiasaan baru."

"Kebiasaan baru?"

"Ya. Kau membuatku terbiasa tidur di dalam pelukanmu."

Andreas ingat betul bagaimana Vlora yang keberatan dengan pelukan yang diberikannya di malam pengantin. Vlora merasa risi, tetapi ia tak peduli. Ia terus memeluk dan memberikan kenyamanan yang akhirnya menciptakan kebiasaan baru untuk Vlora.

"Aku senang mendengar kau telah terbiasa tidur di dalam pelukanku. Jadi untuk itu aku juga akan dengan senang hati bertanggungjawab."

Vlora mengerjap. Disadarinya bahwa Andreas tak akan pernah menjadi pria pengobral janji. Andreas selalu berusaha untuk membuktikan kata-katanya. Persis sekarang.

Wajah Andreas mendekat. Matanya membidik pada bibir Vlora. Ia siap untuk melabuhkan ciuman, tetapi Vlora justru bergerak dan menukar posisi mereka.

Ciuman Andreas luput. Sebagai ganti, ia menggeram antara kaget dan juga tertantang ketika mendapati Vlora yang kembali duduk di atasnya.

"Sayangnya sekarang yang kuinginkan bukanlah pertanggungjawabanmu, tetapi ..."

Vlora tunjukkan sikap penuh percaya diri. Dibelainya rahang Andreas seraya menuntaskan perkataannya.

"... penghakimanmu."

Andreas akan dihakimi. Ia akan disidang karena satu kesalahan yang baru saja diperbuat. Lantas apakah ia akan mengajukan banding ketika hukuman telah ditetapkan?

Sepertinya tidak. Mengingat ini adalah Vlora yang menghakimi dan menghukum, Andreas pikir malah sebaliknya. Lagi pula di mana lagi ia akan mendapatkan hakim seksi berbalut lingerie dan stoking seperti Vlora?

Jadilah Andreas menyeringai. Sedikit, ia mengangkat wajah dan menantang.

"Hukumlah aku, Vlo."

Mata Vlora berkedip sekali. Ia tak mengatakan apa-apa lagi sementara sorotnya berubah secara perlahan. Mulai mengelam dan tampak mengintai, ia tak ubah pemburu yang sedang membidik sang predator.

Vlora beringsut. Terciptalah gesekan samar antara kewanitaannya yang nyaris tak tertutup apa pun dengan kulit perut Andreas. Lantas ia menunduk dan menjulurkan lidah untuk memberikan satu usapan kecil di bibir Andreas.

Udara bergemuruh di dada Andreas. Ia mengerang ketika serakah mulai memberontak. Bagaimana bisa ia hanya mendapatkan satu usapan kecil ujung lidah sementara bibir bewarna merah itu bisa melabuhkan ciuman dalam nan penuh gairah?

Oh, yang benar saja. Andreas jelas tak terima.

"Ssst."

Jari telunjuk Vlora menekan dada Andreas. Ia berikan satu peringatan ketika mendapati firasat bahwa Andreas berencana untuk menarik dirinya demi satu ciuman.

"Kau terdakwa, Reas. Jadi jangan bertingkah dan membuat semuanya semakin rumit."

Andreas melongo. "Bertingkah? Semakin rumit?"

Vlora berikan satu senyum miring dengan ekspresi mencemooh. Andreas tertohok dan menyadari jelas bagaimana suaranya memberi bukti nyata untuk gairah yang semakin tak terkendali.

"Kalau kau tidak bisa bekerja sama, mungkin di lain kesempatan aku harus menyiapkan borgol untukmu."

Jakun Andreas naik turun dengan gelisah. Tak berniat, tetapi benaknya dengan amat cepat menciptakan imajinasi nakal.

"Borgol?"

"Ya, borgol," angguk Vlora dengan ekspresi menggoda. "Mungkin juga akan ditambah penutup mata dan tali. Kupikir, sesekali kau harus diingatkan soal ketaatan."

Sebisa mungkin Andreas akan menepati semua janjinya pada Vlora. Pun sampai detik ini, ia tak terpikir sedikit pun untuk melakukan hal sekecil pun yang bisa berakibat buruk pada pernikahan mereka. Ia terus mengingatkan diri akan berharga dan langkanya Vlora sehingga ia tak boleh mengacaukan semua.

Namun, selalu ada pengecualian. Betapa pun Andreas berjanji dan berusaha untuk menjadi pria patuh, ia tak akan keberatan untuk diingatkan soal ketaatan. Ia akan menerima itu dengan senang hati.

"Oh, Vlora. Kuharap kau benar-benar akan mengingatkanku soal ketaatan itu."

Di antara imajinasi liar di dalam benak dan penggoda nakal di atas tubuh, ada kejantanan yang semakin ngilu di bawah sana. Andreas mulai terengah dan Vlora jelas menyadari bahwa perkataannya berakibat nyata pada kacaunya sistem pernapasan sang suami.

Namun, Vlora tak merasa kasihan. Keadaan Andreas yang mengenaskan justru menggelitik rasa penasarannya. Bagaimana kalau ia semakin jauh menggoda Andreas?

Jadilah rasa penasaran itu Vlora tuangkan dalam bentuk lumatan basah di puting Andreas. Ia mengecup dan tak lupa memberikan gigitan kecil yang membuat Andreas menggeram.

"Vlora."

Vlora bangkit. Dengan penuh percaya diri, ia berdiri dengan tubuh Andreas berada di antara kedua kaki. Ditatapnya Andreas dan ia sengaja sekali untuk menunjukkan beberapa hal yang belum bisa disentuh Andreas dalam waktu dekat.

Menyedihkan sekali. Andreas semakin tersiksa.

Vlora tampilkan kepongahan yang sama sekali tak akan mengusik Andreas. Sebaliknya, ia jelas adalah refleksi penggoda yang sesungguhnya. Sementara Andreas adalah bentuk nyata dari lemahnya pertahanan pria.

Bola mata Andreas bergerak. Diawasinya Vlora yang beranjak. Ia diam dan tak menolak ketika Vlora melepas sepasang sepatu di kakinya, disusul oleh celananya.

Vlora mengitari tempat tidur seraya melempar celana dalam Andreas dengan gerakan acuh tak acuh. Sekarang ditatapnya bagian intim Andreas yang telah berdiri tegak dengan amat sempurna.

"Apa kau masih ingat dengan perkataanmu ketika kita pulang dari kencan pertama kita dulu, Reas?"

A-apa? Kencan pertama?

Bisa-bisanya Vlora menyuruh Andreas berpikir ketika ada bagian dari tubuhnya yang meminta pemuasan? Jadilah wajar bila mendapati ia tak bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Vlora mendengkus samar seraya kembali menghampiri Andreas. Ia menaungi Andreas dengan bertahan pada kedua lutut dan telapak tangan. Dalam posisi merangkak, ia tak merasa keberatan untuk mengingatkan Andreas.

"Kau mengatakan kalau kau suka aku berada di atasmu, Reas."

"Oh, Tuhan. Aku yakin aku memang mengatakan itu."

Kekehan samar spontan berderai dari bibir Vlora. Payudaranya berguncang dan Andreas kembali meneguk ludah.

Memalukan? Biar saja. Lagi pula Andreas tak akan segan-segan untuk mengakui kekalahannya kali ini. Vlora benar-benar seksi. Lantas imajinasi pun mulai membayangkan Vlora bergerak di atas tubuhnya.

Vlora meraih dagu Andreas. Didekatinya wajah Andreas secara perlahan dan akhirnya bibir mereka bertemu.

Andreas tidak akan menyia-nyiakan kesempatan di depan mata. Jadilah ia menyambar bibir Vlora seperti orang kelaparan. Tangannya pun tak luput menahan tengkuk Vlora.

Bibir Andreas bergerak dalam penuntutan. Ia menggebu dan membuka, langsung melahap ciuman itu. Ia memagut dan melumat, lalu lidahnya justru dibuai oleh satu isapan yang tak akan bisa ditolak.

Andreas mengerang. Dinikmatinya cumbuan Vlora, dihayatinya lumatan Vlora, dan diresapinya gigitan-gigitan Vlora.

Vlora mengakhiri ciuman itu ketika napas Andreas kian memberat. Sekarang ia berpindah pada hal berikutnya. Ia arahkan payudaranya pada mulut Andreas, lalu berkata.

"Cumbu payudaraku, Reas."

Itu adalah perintah yang akan dilaksanakan Andreas dengan amat segera. Andreas langsung melahap payudara Vlora yang tersembunyi di balik dasar tipis itu. Ia memagut salah satunya sementara meremas yang lainnya.

Kepala Vlora terangkat. Mata terpejam dan desahan melantun, ia tampak menikmati cumbuan yang Andreas lakukan, persis seperti keinginannya.

Vlora melayang. Perasaannya melambung hingga secara di luar kesadaran, ia menggesekkan kewanitaannya. Ia melakukannya berulang kali hanya untuk merasakan kejantanan Andreas di bokongnya.

Jadilah tangan Vlora bergerak ke belakang. Ia meraih kejantanan Andreas dan mengusapnya pelan. Dipancingnya Andreas hingga geraman terdengar mengisi udara, tepat ketika jemarinya mengusap setitik lembab di puncak kejantanan.

Vlora menarik diri sesaat kemudian. Ia akhiri cumbuan memabukkan Andreas pada sepasang payudaranya dan bersiap untuk hal selanjutnya.

Begitu pula dengan Andreas. Ia diam dengan rasa tak sabar yang semakin membuncah. Mata menggelap dan fokusnya tertuju pada pemandangan tak biasa di kewanitaan Vlora.

Celana dalam itu memiliki bentuk tak biasa. Didesain khusus untuk mempermudah setiap aktivitas seksual, ia tak benar-benar bisa dikatakan sebagai pakaian dalam. Bertali, berbahan tipis, dan memiliki lubang di tengahnya.

Kabut di mata Andreas semakin keruh. Pemandangan itu menyulut Andreas. Jadilah ia tak lagi bisa menahan diri dan meraih tubuh Vlora.

Andreas meraih kedua kaki Vlora. Ditariknya Vlora sehingga pemandangan intim semakin dekat dari jangkauannya.

Vlora tak menolak ketika diarahkan untuk duduk tepat di atas dada Andreas. Diturutinya keinginan Andreas dan ia menunggu dengan penuh antisipasi.

Andreas menangkup bokong Vlora. Diangkatnya sedikit, lalu diarahkannya sajian menggoda itu tepat ke mulutnya.

~~~ Jrenggg!

Bab nyut-nyutan yang ini cukup sampai di sini ya. Hahaha. Mau lengkap? Bisa ke KaryaKarsa atau pesan versi novelnya (nanti kapan-kapan) (*'﹃`*)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top