46. Terikat

"Ehm."

Mata terpejam, tetapi tak urung juga desahan itu menggetarkan tenggorokan Vlora ketika ia rasakan satu kecupan lembut jatuh di punggungnya. Ia spontan menggeliat, antara ingin menjauh atau justru sebaliknya.

Desahan berubah jadi erangan. Ketika Vlora akan beringsut, ada satu tangan yang pelan-pelan merayap di atas pahanya. Ia masuk dan menyusup melalui tepian gaun tidur sehingga menyentuh kulit halus di dalam sana.

Vlora tercekat. Sapuan itu pindah ke perutnya dengan cepat, lalu membelai dengan gerakan menggoda.

"Reas."

Suara Vlora terdengar serak. Mungkinkah itu lantaran ia yang telah tertidur atau justru karena efek lainnya?

Kecupan berikutnya turut mendarat dalam iringan elusan yang terus menyesakkan dada. Pelakunya pun kerap menggerakkan tangan di balik gaun tidur.

"Ehm."

Kali ini bukan dehaman Vlora yang mengalun, melainkan Andreas, sang pelaku yang menjadi penyebab terusiknya tidur Vlora. Agaknya ia masih betah untuk berlama-lama bermain di punggung polos Vlora yang terbuka. Bibir bermain dan membuka, ia biarkan jejak-jejak basah tertinggal sementara tangannya semakin menjelajah.

Vlora kembali menggeliat saat merasakan jemari Andreas naik secara perlahan. Bergerak samar, antara ingin menyentuh atau justru meninggalkan, nyatanya ia berhasil memberikan keremangan yang membuat Vlora melengkungkan sepuluh jari kakinya.

Oh! Andreas sungguh tahu caranya untuk membuat Vlora gelisah bahkan dalam tidurnya.

"Kau sudah bangun."

Bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Penuh keyakinan, Andreas berbisik di telinga Vlora ketika si empunya masih memejamkan mata. Ia terus menggoda dalam rasa penasaran, apakah Vlora masih mengantuk atau justru tengah menikmati remasan yang ia berikan pada payudaranya?

Kemungkinan kedua terdengar lebih masuk akal. Gelisah dan geliat cukup memberi bukti bahwa kesadaran Vlora telah datang sesaat yang lalu. Ia hanya enggan membuka mata lantaran tengah terbuai oleh godaan yang Andreas berikan.

Andreas menyeringai, kian mendekat demi melekat di punggung Vlora. Ia mempermainkan daun telinga Vlora dengan mulutnya, mengulum dan juga menggigit-gigit kecil, lantas mengeluh dengan kesan manja.

"Bisa-bisanya kau begitu tidak pengertian padaku, Vlo."

Napas Vlora memberat, tak kuasa menahan desahan yang kembali mengalun. "Kau sibuk."

Remasan di payudara Vlora berhenti, begitu pula dengan cumbuan di daun telinganya. Andreas sedikit mundur dan bertahan pada satu siku, memberikan pembelaan.

"Seharusnya kau menungguku, Vlo."

Perlahan, mata Vlora membuka. "Seharusnya kau memintaku untuk menunggumu."

Dahi mengerut. Mata menyipit. Andreas bertanya pada diri sendiri. Apakah ada yang berbeda di sini? Ini tidak seperti ia yang berharap Vlora peka bahwa dirinya ingin ditunggu bukan?

Andreas terkekeh dan melabuhkan rasa gelinya di lekuk leher Vlora. Cumbuan berlanjut dan kali ini jemarinya bermain-main di puting Vlora yang telah menegang.

"Apa itu berarti kau akan mengabulkannya kalau aku meminta?

Sebagai pembuka jawaban, Vlora berikan lenguhan nan berirama. Mata kembali memejam dan ia biarkan dirinya hanyt bersama dengan gelombang rayuan Andreas.

"Tentu saja."

Andreas kian melekat pada tubuh Vlora. Pun dengan teramat sengaja menyentuhkan kejantanannya yang telah mengeras pada bongkahan bokong Vlora, mengakibatkan napas Vlora tertahan di dada.

"Kalau begitu, baiklah. Aku akan segera melakukannya," bisik Andreas lagi. "Aku memintamu untuk tidak tidur dulu, Sayang."

Persetujuan didapat Andreas dalam bentuk isyarat terang-terangan. Tangan Vlora bergerak ke belakang dan ia menangkup kejantanan Andreas, meremas pelan dan balas menggoda.

Geraman menggetarkan dada Andreas. Remasannya pada payudara Vlora menguat.

Agaknya Andreas tak lagi mampu menahan diri. Terbukti, ia menarik Vlora sesaat kemudian dan menelentangkannya. Ia abaikan jemari lentik Vlora yang lepas dari kejantannya dan langsung menindih, pun mencium bibir Vlora dengan begitu dalam.

Kedua tangan Vlora naik. Ia selipkan jemarinya di antara helaian rambut Andreas, meremasnya ketika bibir Andreas mulai memagut bibirnya dengan tak tanggung-tanggung. Andreas amat menggebu layaknya itu adalah malam terakhir bagi mereka untuk saling mencium.

Gairah menguasai Andreas. Panasnya menghadirkan gelegak yang mendidihkan darah. Ia membakar dan gemerisik pertemuan antar saliva pun menjadi candu.

Berulang dan bergantian. Andreas memagut bibir atas Vlora dan berpindah pada bibir bawahnya. Dicicipinya sisi demi sisi, pun tak lupa mengincar sudutnya yang menggoda. Ia rasakan kelembutan dan lantas melahapnya dalam lumatan penuh irama.

Dahaga Andreas berontak. Tak ubah haus yang dituntaskan oleh segelas air laut, didapatinya bahwa rasa ingin malah kian mendobrak. Jadilah ia berpindah dan menuruti hasrat demi menjelajah pada bagian-bagian lain yang juga sangat menarik.

Sementara terus menikmati cumbuan Andreas, Vlora pun tak tinggal diam. Dilepasnya helaian rambut Andreas, lalu ia menuju pada tepian kaus putih yang Andreas kenakan.

"Lepaskan."

Di sela-sela napas yang kian terengah, Vlora mampu juga untuk bicara walau susah payah. Andreas menyeringai dan berjanji tak akan membiarkannya menunggu.

Andreas bangkit sejenak dan mendapati bahwa sepuluh jari Vlora bertindak lebih cepat ketimbang dirinya. Vlora menarik kausnya sehingga ia hanya perlu mengangkat kedua tangan, lalu kaus pun melayang entah ke mana.

Sesaat terpukau oleh tindakan Vlora maka Andreas tak sempat mengantisipasi hal selanjutnya. Tanpa diduga olehnya, Vlora langsung mencium dada Andreas. Vlora membuka bibir dan kecupan basah pun membekas.

Oh, astaga. Desakan di celana Andreas terasa makin menyiksa.

Ciuman Vlora meluluhlantakkan Andreas. Ketegangannya kian menjadi-jadi, tetapi anehnya justru membuat tulang belulangnya lemas seketika.

Andreas seolah tak berdaya. Ia tak ubah pesakitan yang hilang tenaga. Ia lemas dan tak kuasa, hanya bisa pasrah ketika Vlora mendorongnya hingga terbaring dengan sorot mendamba.

Tangan Andreas naik dan menuju pipi Vlora. Ia membelai sementara Vlora duduk di atas perutnya dengan penuh percaya diri.

Senyum mengembang di wajah Vlora. Mata jernih, agaknya kantuk benar-benar pergi. Gantinya adalah gairah asmara yang membuncah dalam ingin pelampiasan.

Belaian di pipi Vlora tak berlangsung lama. Andreas lantas menarik tengkuk Vlora demi menyatukan kembali bibir mereka.

Vlora mengerang dalam ciuman dan juga remasan yang kembali menyapa payudaranya. Ia kian terangsang dan tanpa sadar menggesek-gesekkan bagian bawah tubuhnya di perut Andreas.

Bibir Andreas pindah. Ia tinggalkan bibir Vlora yang perlahan mulai membengkak dan menuju sisi wajahnya yang menggiurkan. Disusurinya kulit halus Vlora, terus dan terus hingga berakhir di leher. Lantas ia mengisap dan meyakinkan diri bahwa kenang-kenangannya telah tertinggal.

Vlora kian melayang. Diresponsnya setiap cumbuan Andreas dengan begitu alamiah. Ia ikuti kata naluri dan balas menggoda. Bokong bergerak dan Andreas menggeram.

"Kita harus menyingkirkan ini."

Andreas bangkit tanpa peringatan sama sekali. Diabaikannya kaget yang refleks Vlora pekikkan. Ia baringkan kembali tubuh Vlora.

Berada di antara kedua kaki membuka, Andreas melepaskan gaun tidur berikut celana dalam Vlora. Seringai terbit, diusapnya kelembaban di bawah sana.

Bola mata Vlora berputar sekilas, lalu ia memejam. Dinikmatinya sentuhan Andreas dan jemarinya meremas bantal di bawah kepala.

"Oh."

Tiba-tiba, mata Vlora membuka nyalang. Udara terperangkap di dada ketika satu jari Andreas menekan klitorisnya.

Sesaat berlalu dan Andreas cukup puas. Baru permainan satu jari yang diberikannya, tetapi Vlora sudah menahan napas berulang kali.

Andreas lepaskan klitoris Vlora. Ia pindah dan melumat puting Vlora, juga mencubit-cubit kecil pada puting lainnya.

Vlora kian tersiksa. Cumbuan Andreas terus membuat ia mabuk kepayang. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi dan untungnya Andreas juga merasa hal serupa.

Andreas singkirkan semua penghalang terakhir. Polos dan tanpa sehelai benang pun, keduanya saling menatap dalam sorot berkabut yang kian menggelapkan mata.

Vlora membuang napas. Mengerjap sekali, ditatapnya kejantanan Andreas yang telah menegang sempurna, tampak kuat dan juga menggoda. Jadi bukan hal aneh bila ia bangkit dan lantas mengarahkan mulutnya pada kejantanan Andreas.

~~~ Jrenggg!

Bab nyut-nyutan yang ini cukup sampai di sini ya. Hahaha. Mau lengkap? Bisa ke KaryaKarsa atau pesan versi novelnya (nanti kapan-kapan) (*'﹃`*)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top