41. Sabotase 2
Hari ketika Andreas mendatangi Jonas.
Agaknya tidak ada yang lebih menggelikan bagi Andreas dibandingkan dengan mendapati Jonas memasang sikap waspada akan kehadirannya. Bahkan baru beberapa langkah kakinya menginjak di sana, Jonas sudah menunjukkan ketidaksukaannya dengan terang-terangan.
Untuk itu tak heran bila Andreas justru lebih termotivasi untuk memanas-manasi Jonas. Ia menarik kursi dan duduk di hadapan Jonas, bersikap santai tak ubah ialah pemilik ruangan itu.
Punggung bersandar. Kursi sengaja diputar-putar. Andreas mengamati keadaan sekeliling dengan wajah yang seolah tengah berpikir.
"Aku bukannya ingin mengganggumu, tetapi aku hanya ingin melihat ruangan ini sebentar."
Andreas membuktikan perkataannya melalui tindakan. Ia benar-benar melihat ruangan itu seolah ia memiliki rencana tersendiri untuk merombak beberapa bagiannya dalam waktu dekat.
Kursi terus berputar. Kadang berhenti ketika Andreas memfokuskan mata pada objek tertentu, entah itu lukisan, guci atau bahkan pot bunga.
Andreas tersenyum penuh arti. Sorot nakal berkilat-kilat di mata. Ia tampilkan sikap memuakkan yang selalu sukses membuat Jonas naik pitam.
Itulah yang Andreas inginkan. Ia ingin Jonas fokus pada tingkah menyebalkannya. Ia harus memastikan Jonas cukup muak melihat ulahnya. Semua agar Jonas teralihkan ketika ia diam-diam menaruh penyadap di salah satu lengan kursi.
"Menurutmu apa saja yang harus aku ubah kalau nantinya aku menjadi pemilik ruangan ini?"
"Apa kau masih tidur, Reas? Jangan bermimpi kalau kau tidak sedang tidur. Itu menggelikan."
"Tak apa. Ejek saja aku semaumu, tetapi kita akan melihat siapa yang akan tertawa di akhir."
"Jangan bermimpi kalau itu adalah kau."
"Jadi menurutmu, itu adalah kau?"
"Aku yakin kau pun meragukannya, Jonas. Jadi saranku, jangan lupa bersenang-senang. Aku khawatir kau tidak lagi bisa menikmati hidupmu setelah rapat umum pemegang saham nanti."
"Kau jangan sesumbar, Reas. Seharusnya kau becermin terlebih dahulu sebelum mengataiku. Kau tak punya kekuatan apa-apa untuk menyingkirkanku. Bahkan kalaupun posisiku sedikit sulit saat ini, bukan berarti para pemegang saham akan berpihak padamu. Kau ha—"
"Sudah! Aku tidak ingin membuang-buang waktu untuk mendengar bualanmu. Seperti yang aku katakan tadi, aku hanya ingin mengecek ruangan ini saja. Aku sama sekali tidak berniat untuk berbincang-bincang denganmu. Kita punya waktu di lain kesempatan yang lebih menarik."
Andreas bangkit dari duduk. Ia melangkah seraya menyeringai. Puas, ia berhasil meninggalkan kenang-kenangan di ruang kerja Jonas.
Malam harinya, Andreas segera ke ruang kerja setelah menikmati makan malam yang nikmat bersama dengan Vlora. Sungguh ia penasaran walau rasanya mustahil bila perangkapnya langsung membuahkan hasil.
Namun, siapa yang bisa menduga? Rekaman itu membuat senyum Andreas mengembang sempurna.
Ah! Ternyata memang semudah ini memprovokasimu, Jonas.
"Tenang, Pak. Pak Andreas tak bisa melakukan apa-apa. Satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah mengusik dan membuat Bapak marah. Hanya itu."
"Bisa-bisanya kau bicara seenteng itu, Alex. Dia tidak mungkin menggertak kalau dia tidak memiliki peluru untuk menyerangku."
Andreas mendeham dan sedikit mengubah posisi duduk. Pembicaraan antara Jonas dan Alez berhasil menerbitkan geli yang membuat perut kenyangnya terasa sedikit kaku. Ingin tertawa, tetapi rasanya sulit. Ah, siksaan yang lucu.
"Pasti dia. Ya, pasti Andreas yang menjadi dalang dari penurunan penjualan akhir-akhir ini. Dasar sialan! Dia sengaja mengambil waktu yang tepat."
Sepertinya ada yang mulai pintar.
"Ada satu ungkapan yang mengatakan kalau orang sukses adalah mereka yang selalu bisa memanfaatkan kemalangan menjadi keberuntungan."
"Apa maksudmu?"
"Kita bisa memanfaatkan situasi ini untuk menghancurkan Pak Andreas."
Geli dan ekspresi lucu Andreas terjeda. Sorot matanya berubah dan ia mendengar dengan lebih saksama.
"Kita buat skenario seolah Pak Andreas ingin menggagalkan presentasi Bapak di rapat besok. Ini memang terdengar seperti rencana yang remeh, tetapi percaya pada saya, Pak. Rencana ini ampuh untuk menjatuhkan kepercayaan orang-orang pada Pak Andreas."
"Apa menurutmu akan berhasil?"
"Kita atur supaya Pak Andreas tampak seperti memiliki kesempatan untuk menyabotase presentasi Bapak di ruang persiapan rapat. Saya akan memastikan CCTV tidak aktif. Memang tidak akan ada barang bukti yang memberatkan Pak Andreas, tetapi tidak ada juga barang bukti yang bisa membelanya."
"Sepertinya kau ada benarnya."
"Dengan riwayat hubungan tak baik antara Bapak dan Pak Andreas maka tidak akan sulit untuk menggiring tuduhan para pemegang saham agar terarah pada Pak Andreas. Selain itu rencana ini persis seperti Bapak mendayung sekali, tetapi melampaui dua pulau sekaligus.
Andreas tersenyum tipis. Tak sulit untuk menerka maksud Alex.
"Bisa menghindari rapat dan mendepakku sekaligus," lirih Andreas seraya mengakhiri putaran rekaman tersebut. "Ide yang cukup bagus. Ehm lumayan, tetapi tak akan berhasil."
*
Hari ketika rapat umum pemegang saham akan berlangsung, bertempat di Greatech.
"Ada beberapa hal yang perlu aku lakukan untuk pengujian ketiga ini. Tim sedang mempersiapkan virus yang lebih kuat. Kerusakan datanya harus parah. Dengan begitu efektivitas perbaikannya benar-benar bisa terlihat."
"Aku paham, tapi bagaimana menurutmu kalau aku saja yang melakukan pengujian ketiga ini?"
"Seharusnya aku paham. Tentu saja di rumahmu ada kopi dan Vlora bisa membuatnya kapan saja."
Andreas terbahak. "Sebenarnya Jonas ingin menjebakku."
Sama sekali tak ada raut kaget di wajah Lucas. Ia justru mengangguk berulang kali seolah itu memang adalah hal yang sepatutnya terjadi.
"Apa yang akan dilakukannya?"
"Sebenarnya hanya rencana kacangan," jawab Andreas menyeringai geli. "Ia akan menyabotase laptop dan rapat itu agar terlihat seperti akulah pelakunya. Sayangnya walau bukan rencana hebat, dampaknya terhadapku pasti bukan main-main. Dia pasti dengan mudah menghindari rapati sekaligus ...."
Lucas menuntaskan perkataan Andreas. "Mendepakmu."
"Bingo!"
"Jadi kau tahu virus apa yang akan dia gunakan?"
"Tak pasti. Dari yang aku dengar mungkin sejenis mydoom atau conficker."
Lucas kembali mengangguk berulang kali. "Baiklah. Aku paham maksudmu."
"Itulah gunanya teman."
Spontan, Lucas mendengkus mendengar ucapan Andreas. Pada saat itu ia pun menyadari bahwa tak aneh bila Jonas kerap naik darah bila berhadapan dengan Andreas. Pria itu memang punya bakat unik yang tak dimiliki banyak orang.
"Pada dasarnya anti virus yang sedang aku persiapkan adalah untuk mengantisipasi serangan dan pemulihan data dalam waktu cepat. Ada virus bertipe multipartite terbaru yang bisa aktif seketika persis seperti memory resident. Namun, tak akan bisa ditahan oleh anti virus biasa karena aktivasinya yang menyerupai anti virus itu sendiri. Komputer akan lumpuh total hanya dalam hitungan detik dan tidak akan bisa diakses."
"Menurutmu bisa?"
"Kau bisa berharap dengan dua kali pengujianku," jawab Lucas yakin. "Aku akan menyuruh Vlora untuk membantumu."
Andreas berdecak. "Dia istriku, Luc. Sudah seharusnya dia membantuku."
"Ah, satu hal yang hampir aku lupakan."
"Apa?"
Lucas menyeringai. "Terima kasih. Karena sepertinya pasar Greatech akan semakin mulus ke depannya."
"Sialan kau."
Tawa menutup pembicaraan Andreas dan Lucas. Setelahnya ia dan Vlora pun menuju Progun.
Mobil melaju mulus di jalanan. Penyekat naik dan memberikan privasi yang mereka butuhkan.
"Apa yang akan kau lakukan nanti, Reas?"
Di luar dugaan, adalah Vlora yang membuka percakapan. Kali ini sorot penasaran tak mampu ia sembunyikan. Ia benar-benar ingin tahu apa rencana sang suami.
"Kau memiliki peluang besar hari ini, tetapi kau tetap memiliki beberapa pilihan."
Andreas melirik. "Pilihan?"
"Ya. Kau bisa menyerang secara terbuka atau membiarkan orang lain yang menyerang."
Mata Andreas menyipit. Agaknya perkataan Vlora memberikan kesan tak asing.
"Memanfaatkan orang-orang di sekitarmu secara terbuka, bukan tipemu sama sekali. Kau lebih memilih untuk menyusun rencana agar orang-orang datang dengan sendirinya. Mereka perlu melihat kalau kau pantas bukan hanya karena hierarki keluarga semata."
"Kau mengingat perkataanku, Vlo."
Binar-binar kagum berpendar di mata Andreas. Ia nyaris tak bisa bernapas oleh ketakjuban yang melimpah ruah. Terlebih ketika Vlora kembali berkata.
"Tak hanya perkataanmu. Bahkan semua yang ada di dirimu akan selalu aku ingat."
Tangan terangkat. Andreas mengusap pipi Vlora dengan lembut seraya mengingatkan diri.
Jangan. Jangan sekarang. Vlora pasti tak akan suka kalau aku merusak lipstiknya.
Andreas menarik napas dan menatap Vlora. "Kupikir siang ini belum waktunya untuk menyerang secara terbuka. Aku berencana untuk menjadi korban tak bersalah untuk menghimpun pendukungku terlebih dahulu."
*
Sekarang ....
Tentunya Andreas akan menghimpun pendukung tanpa perlu mengemis. Pun itulah tepatnya yang dilakukan olehnya.
Kepergian Jonas ketika jeda rapat menarik keluhan seorang peserta rapat. Wajah-wajah kesal meluapkan geram dan kecewanya.
"Tidak ada yang bagus hari ini. Dari presentasi yang kacau hingga proposal ke depan."
Tentunya semua yang hadir bisa menarik kesimpulan walau hanya dari sekejap melihat. Rapat berjalan dengan buruk dan tak aneh bila orang-orang menyudutkan satu nama untuk semua kekacauan itu.
Birawa bereaksi. Punggung menegap, ia tak akan membiarkan orang-orang menyudutkan anak kesayangannya. Namun, Andreas keburu bicara duluan.
"Aku yakin Jonas tidak bermaksud demikian. Lagi pula dirut mana yang ingin mengacaukan presentasinya sendiri? Ehm kurasa tidak ada."
Andreas berhasil menarik perhatian yang memang diinginkannya. Semua mata berpindah padanya. Termasuk di antaranya adalah Birawa, Ningsih, dan Ashmita yang kompak tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan olehnya.
Tunggu. Ini tidak seperti Andreas yang sedang membela Jonas bukan? Atau—
"Bukankah kau yang dituduh tadi?"
Andreas tersenyum. "Semua orang tahu kalau riwayat persaudaraan kami memang tidak pernah akur. Jadi rasanya manusiawai kalau dia sampai menuduhku."
"Atau sebaliknya? Kau memang merencanakan ini semua? Kau menyusun skenario agar terlihat seperti seorang pahlawan dan justru menyudutkan Jonas?"
Tak terduga, Birawa menyela dengan arguman sensitif. Alhasil Ningsih pun tersulut.
"Andreas lahir dari wanita berpendidikan. Memfitnah orang seperti itu, jelas bukan didikan yang ia terima."
Dehaman tak nyaman sontak terdengar sahut-menyahut. Peserta rapat saling lirik dengan salah tingkah. Agaknya ketegangan rapat akan menyambar permasalahan keluarga.
"Tanpa bukti, jangan pernah menuding. Itu sama saja dengan kau yang memfitnah Andreas."
Ucapan Ningsih menarik ide peserta rapat. Terlepas dari gesekan masalah keluarga, mereka pun ingin tahu kejadian yang sebenarnya.
"Aku yakin ada satu atau dua hal yang bisa membuktikan apakah Andreas benar-benar menyabotase laptop Jonas atau tidak."
"Lagi pula seperti yang dikatakan oleh Jonas tadi. Andreas memiliki kesempatan untuk menyabotase laptopnya."
Andreas tenang. Ia biarkan peserta rapat terus berspekulasi tanpa mengatakan apa pun.
Benar. Ya, seperti ini. Teruskan.
"Mengingat rivalitas antara mereka, sepertinya memang masuk akal kalau Andreas melakukannya."
Andreas mengangguk. Sekaranglah waktunya.
"Memang masuk akal, tetapi tetap ada kemungkinan kalau aku memang tidak melakukan sabotase terhadap laptop Jonas. Lagi pula tidak ada yang melihatku melakukannya bukan?"
Ah! Tentu saja. Ada satu hal yang bisa menjadi pembeda di sini.
"CCTV."
Andreas tersenyum seraya mengangguk. "Mungkin kita perlu mengecek rekaman CCTV saat ini juga. Itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan."
Butuh waktu tak lebih dari lima belas menit untuk teknisi memutar rekaman tersebut di monitor proyeksi. Semua mata menonton tanpa kedip dan keheningan menyelimuti untuk sesaat.
Rekaman memperlihatkan Andreas yang duduk bersandar di kursi. Ia tampak santai dan sesekali bersiul. Bahkan ia tak luput untuk melambai pada kamera televisi sirkuit tertutup.
Tipikal Andreas. Tak ayal beberapa orang pun terkekeh geli.
"Kecuali kalau aku bisa merusak laptop itu dengan kekuatan tenaga dalam ..."
Rekaman telah berakhir. Andreas terbukti tidak menyentuh laptop Jonas sedikit pun.
"... maka semua masuk akal."
Setidaknya sedikit gurauan Andreas bisa samar mencairkan suasana. Beberapa senyum lucu tampak menghiasi wajah yang sedari tadi manyun.
"Namun, sepertinya lebih baik kita hentikan saja semua sampai di sini. Aku yakin Jonas tidak bermaksud untuk menuduhku. Dia hanya khawatir dengan keadaan Progun dan tidak ingin aku mengacaukan perusahaan ini."
"Hentikan saja? Setelah ia berusaha memfitnahmu seperti ini?"
Andreas tersenyum dengan mimik penuh simpati. "Kupikir dia hanya sedang emosi sehingga mengambil tindakan yang tak tepat. Lagi pula bukankah lebih bijak kalau kita sekarang memikirkan langkah selanjutnya ketimbang mencari kambing hitam?"
Peserta rapat mengangguk. Perkataan Andreas memang benar.
"Aku hanya ingin Progun kembali berjaya terlepas dari siapa pemimpinnya," lanjut Andreas seraya melihat sekeliling. Ia tatap peserta rapat satu persatu, lalu menuntaskannya. "Aku yakin semua orang di dalam ruangan ini sangat pintar untuk menentukannya."
Tak ubah mantera penyihir, kata-kata Andreas merasuki alam pikiran setiap peserta rapat. Bak hipnotis, ia membius orang-orang dengan amat halus.
Andreas menarik napas. Tak lupa, ia mengingatkan diri sendiri.
Jangan terlalu berlebihan, Reas. Kau sudah bisa melihat responsnya saat ini. Semua sudah cukup.
Andreas berikan jeda sejenak. Setelahnya ia bangkit seraya meraih tangan Vlora.
"Sepertinya ini waktu untuk kami undur diri. Maaf sebelumnya, tetapi aku harus mengantar istriku kembali ke kantornya."
Perubahan topik pembicaraan yang menyenangkan. Terlebih dengan gestur romantis Andreas yang tampak begitu nyata.
"Aku ingat sekali. Dulu aku juga seperti kau, Reas, sewaktu masih menjadi pengantin baru."
"Bahkan ke toilet pun diantar bukan?"
Tawa meledak. Menyenangkannya adalah Vlora menyambut hal tersebut dengan senang hati.
"Percayalah, Pak. Bersama Andreas, aku benar-benar ingin merasakan pernikahan berulang kali."
Andreas tercengang mendapati keluwesan Vlora menanggapi godaan tersebut. Pun termasuk reaksi alamiahnya sebagai seorang wanita ketika ada yang menimpali perkataannya tadi.
"Agar kau bisa menjadi pengantin baru berulang kali juga?"
Kekehan kecil disertai semburat merah jambu itu tampak amat menggemaskan. Andreas butuh pengendalian diri yang kuat ketika mengajak Vlora pergi ketimbang melabuhkan kecupan di pipinya saat itu juga.
Selang sesaat setelah kepergian sepasang suami istri itu, masuklah Jonas dan Alex. Ia segera mendapati ketiadaan Andreas dan menukas.
"Setelah ia menyabotase laptopku dan bertindak bak pahlawan, ia justru melarikan diri?"
Suasana yang mulanya kembali terkendali berubah menjadi tak mengenakkan lagi. Hening dan tak ada yang menimpali perkataan Jonas.
Jonas tertegun ketika melihat Birawa yang justru memejamkan mata. Rasa tak enak pun pelan-pelan merayapi tubuhnya.
"Serius, Jon? Apa kau sadar dengan yang kau katakan?"
"Bagaimana bisa kau memfitnah saudaramu sendiri?"
"Ck! Di saat Andreas memikirkan langkah selanjutnya untuk kembali membuat Progun berjaya, pemimpinnya malah melakukan hal seperti ini?"
"Sangat tak masuk akal. Seorang dirut menuduh tanpa bukti."
"Selain itu, rapat hari ini sudah pasti akan gagal kalau tidak ada istri Andreas."
"Tunggu! Apa menurutmu, presentasi tadi berhasil?"
"Ah, kau benar. Ada atau tidaknya presentasi tadi, sama sekali tidak penting. Tak ada manfaatnya sama sekali."
Jonas menolak untuk mendengar semua hujatan yang tertuju padanya. Ia hanya ingin menyelamatkan mukanya tanpa rasa malu, tetapi bagaimana bisa? Keadaan saat itu sungguh tak berpihak padanya.
Lain cerita dengan Andreas dan Vlora yang berada di perjalanan menuju ke Greatech. Mereka tampak semringah. Keduanya berpelukan dan saling merengkuh. Lantas sentuhan pun menciptakan panas yang membakar satu sama lain.
Vlora tak lagi duduk di kursi penumpang. Berkat penyekat yang terpasang, ia tak segan-segan untuk berpindah ke pangkuan Andreas. Ia merapat dan bibir mereka tersegel dalam ciuman penuh hasrat.
Amat menggebu. Amat bernafsu. Amat memburu.
Selayaknya mereka akan bercinta saat itu juga. Mereka seperti tak dapat menahan gairah yang tengah melanda. Lantaran keduanya baru saja melalui foreplay paling merangsang seumur hidup.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top